Jembatan yang Menghubungkan, Jembatan yang Memisahkan
JEMBATAN dibangun untuk menghubungkan suatu tempat ke tempat lain yang terpisah sungai atau laut. Namun, jembatan pula yang memisahkan Muhlisin (49) dengan keluarga untuk selamanya.
Pelayat berdatangan untuk mengucapkan belasungkawa kepada keluarga Muhlisin, Rabu (18/4/2018). Istrinya, Sumayah (42), hanya bisa terdiam sembari menggenggam erat tangan putrinya, Ainur Rahma Rusmia (16), tanpa menanggapi perbincangan pelayat. Pandangan matanya kosong menyiratkan kesedihan yang luar biasa hebat karena ditinggalkan tulang punggung keluarga.
Pertanyaan para pelayat akhirnya dijawab Yudi, adik Muhlisin. ”Sejak diberi tahu bahwa kakak saya meninggal karena jembatan ambruk, saya ikut mendampingi istri almarhum,” katanya.
Keluarga Muhlisin masih tidak percaya bahwa Muhlisin meninggal akibat jembatan ambruk. Tak ada firasat sedikit pun. Selasa (17/4/2018), sebelum berangkat sekitar pukul 08.00, Muhlisin mengatakan, ”Kok bunga mawar yang saya tanam malah mati setelah saya beri pupuk kotoran sapi?” kata Yudi menirukan ucapan Muhlisin.
Istri dan anak-anak Muhlisin sama sekali tidak mendapat firasat akan kepergiannya. Sumayah tidak merasakan sesuatu yang berbeda dari suaminya. ”Saya masih tidak percaya kalau bapak pergi,” katanya terisak.
Muhlisin, sopir PT Varia Usaha, sekitar pukul 08.00 berangkat ke Gresik untuk mengambil muatan. Setiap hari, dia bisa dua kali mengambil muatan dari Gresik ke Tuban, begitu pula sebaliknya. Pulangnya sekitar pukul 21.00 sampai rumahnya di Desa Banter, Kecamatan Benjeng, Gresik.
Selama 26 tahun ia menjadi sopir truk, jembatan Babat-Widang menjadi santapan sehari-hari. Dua kali sehari ia melewati jembatan itu untuk menempuh rute Gresik-Tuban selama 4 jam.
Muhlisin merupakan korban meninggal akibat ambruknya jembatan Babat-Widang, Selasa (17/4/2018) sekitar pukul 10.30. Ia meninggalkan dua anak, yakni Ainur dan Erik Sujarwoko (22). Saat kejadian, Muhlisin membawa muatan dari Gresik menuju Tuban. Korban dimakamkan Selasa sore setelah divisum.
Selain Muhlisin, ada empat korban luka, yakni Samsul Arif (48), warga Mojokerto, sopir truk muatan pasir; Saiful Arif (35), warga Kembangan, Kecamatan Kebomas, Gresik, sopir truk PT Varia Usaha; serta pengendara sepeda motor Ubaidillah Maksum (20), warga Gesikharjo, Kecamatan Palang, Tuban yang berboncengan dengan Muhammad Rizal Afifudin (18), warga Sumurgenuk, Kecamatan Babat, Lamongan. Mereka terjatuh saat melewati jembatan yang menghubungkan Lamongan-Tuban ambruk.
Kelebihan muatan
Kepala Bidang Pembangunan Jalan Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) VIII Surabaya Yuliansyah mengatakan, penyebab ambruknya jembatan karena kelebihan muatan. Saat itu, ada empat truk yang membawa muatan pasir dan limbah smelter untuk bahan baku semen. Keempat truk saling menyalip dan tepat di ujung segmen tiga jembatan ambruk. Tiga truk beserta satu kendaraan yang melintas jatuh ke Sungai Bengawan Solo, sedangkan satu truk berhasil lolos.
Saat tercebur, truk berpelat nomor polisi W-9352-US yang dikemudikan Muhlisin tertindih truk lain yang dikemudikan Saiful Arif, rekan kerjanya di PT Varia Usaha. Mereka berdua berangkat bersama-sama dari Gresik menuju Tuban dengan muatan yang sama.
Posisi Muhlisin terjebak di truk yang terendam air dan tidak bisa keluar. Salah seorang warga Babat yang berada di jembatan, Yusron (37), sempat mencoba mengevakuasi Muhlisin yang terjebak. ”Ketika saya turun ke sungai untuk menolong, korban sempat berpegangan dan menarik tangan saya kuat-kuat,” katanya.
Upaya pertolongan baru berhasil selang 30 menit kemudian. Yusron dibantu warga lainnya berhasil mengeluarkan Muhlisin. Sayang, korban sudah tidak bernyawa saat berhasil dievakuasi. ”Korban meninggal karena tenggelam, bukan karena benturan. Tubuhnya utuh dan tidak banyak luka. Kemungkinan paru-parunya kemasukan air,” kata Yusron.
Berbeda dengan Muhlisin, korban selamat, Muhammad Rizal Afifuddin, warga Sumurgenuk, Babat, merasa bersyukur. Kastini (55), ibunya, sempat gundah. Saat diberi tahu tetangga, nama anaknya disebut di televisi menjadi salah satu korban jembatan Babat-Widang yang ambruk, ia langsung histeris, lemas, dan pingsan lima kali. Padahal, waktu itu belum jelas, anaknya selamat atau seperti apa kondisinya.
Selasa pukul 22.00, ada polisi dan warga yang mengantar anaknya pulang, ia gembira bukan kepalang. ”Alhamdulillah anak saya selamat,” katanya terisak.
Rizal telah kehilangan ayahnya, Darsono (almarhum), sejak umur tiga bulan. Kini ia bekerja di Koperasi Simpan Pinjam ”Bangun Jaya” Tuban. ”Siapa yang tidak sompyoken (gemetar) dan cemas, dapat kabar anak ikut tercebur pas jembatan ambruk,” katanya.
Rizal sendiri masih linglung ketika ditanya wartawan. Alumni SMK jurusan farmasi di Babat menceritakan kronologi ikut tercebur ke sungai. Ia seusai bertemu nasabah di depan Puskesmas Babat. Setelah itu ia hendak kembali ke kantor di Tuban seusai menarik setoran bersama rekannya Ubaidillah Maksum, warga Dusun Rembes, Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban.
Sepeda motor Honda Revo dikemudikan Ubaidillah, sedangkan dia dibonceng di belakang. Motor melaju pelan sebab saat itu salah satu truk PT Varia Usaha hendak mendahului truk lainnya.
Ikut tercebur
”Tiba-tiba tanpa ada tanda jembatan ambruk. Tiga truk tercebur. Begitu pun sepeda motor meluncur. Beruntung motor tidak membentur bodi truk. Saya berada di celah antara di bawah truk yang tercebur,” kata Rizal, ditemui di rumah kakaknya, Efi Sofiani (34).
Beruntung pula, uang dan dompet Rizal ada di tas selempangnya. Tetapi, telepon seluler seharga Rp 2,3 juta yang sedang dipegangnya lepas. Ia bersyukur masih bisa selamat dan berenang.
Saat berada di atas jembatan, di depan motor yang dinaiki Ubaidillah dan Rizal ada tiga truk. Tiba-tiba bentang jembatan ambrol. Keduanya terjatuh dari motor dan terlepas dari jok motor. Dia terjatuh di bawah truk warna putih berusaha melepaskan diri dengan berenang ke tepi sungai, dan melepas helm agar tak menggangu napasnya.
Dia sempat kembali ke sungai demi menyelamatkan Ubaidillah yang berpegang pada bodi truk dan tidak bisa berenang. Setelah berhasil membawa temannya, ia mulai lemas, keduanya ditolong warga selanjutnya dibawa ke Puskesmas Widang. ”Yang penting bersyukur masih selamat, tapi masih trauma,” katanya.
Kepala Kepolisian Sektor Babat Komisaris Agus Adi Wahono membesuk Rizal dan menyerahkan santunan pada Rabu (18/4/2018) sore. Agus menyatakan prihatin. Ia dan anggotanya ingin berbagi juga menyemangati Rizal.
Agus menyarankan Rizal mendaftar polisi. ”Ini akan menjadi kenangan seumur hidup. Kamu selamat dari maut. Berarti namamu bisa diganti Rizal Slamet Widodo,” kata Agus berseloroh agar Rizal terhibur.
Batas muatan
Dosen Teknik Infrastruktur Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Chomaedhi menduga penyebab robohnya Jembatan Cincin Lama yang dibangun tahun 1983 itu karena kelebihan muatan. Saat kejadian, ada empat truk yang membawa muatan sehingga total beban lebih dari 100 ton. Jembatan kelas I kala itu dibangun dengan batas muatan maksimal 45 ton dengan rasio toleransi maksimal 1,5 kali atau 70 ton.
Dahulu saat dibangun, sudah ada peraturan yang mengatur besar beban yang diperbolehkan melewati jembatan hanya 45 ton. Sekarang peraturan itu mulai berubah mengikuti pembaruan dari pemerintah sehingga batas toleransi bisa naik hingga 20 persen.
Kesimpulan kelebihan muatan ini dikuatkan dengan posisi robohnya jembatan. Patahan hanya terjadi pada satu bentang jembatan, sedangkan pondasi utuh dan masih berfungsi dengan baik. ”Kalau truk lewat bergantian, jembatan masih aman. Tetapi, kalau lewat secara bersamaan, jembatan collaps,” ucapnya.
Di sisi lain, tidak adanya kontrol terhadap beban yang boleh melewati jembatan diduga menjadi salah satu faktor robohnya jembatan. Di area itu tidak ada jembatan timbang yang berguna sebagai kontrol jumlah muatan yang diizinkan.
Dosen asal Pulau Bawean itu berharap agar perbaikan jembatan nantinya memperhatikan berat beban yang diizinkan. Apalagi saat ini sudah ada teknologi sensor yang bisa dipasang pada titik-titik tertentu sepanjang bentang dan mampu mendeteksi kondisi jembatan. Semoga tidak ada lagi korban meninggal saat melewati jembatan. Jembatan itu menghubungkan, bukan memisahkan.