Setya Novanto Divonis 15 Tahun Penjara
JAKARTA, KOMPAS - Mantan Ketua DPR Setya Novanto divonis 15 tahun penjara dalam perkara korupsi pengadaan proyek kartu tanda penduduk elektronik atau KTP-el. Setya Novanto juga harus membayar uang pengganti sebesar 7 juta dollar Amerika Serikat yang dikurangi Rp 5 miliar yang telah dikembalikan ke penyidik.
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018), majelis hakim yang diketuai hakim Yanto, menyatakan Novanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam perkara korupsi KTP-el.
Selain hukuman pidana penjara dan diwajibkan membayar uang pengganti, majelis hakim juga membebani hukuman tambahan lain yakni mencabut hak politik Setya Novanto untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun.
"Mengadili dan menyatakan terdakwa Setya Novanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama sebagaimana dakwaan kedua jaksa. Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp 500 juta, dan apabila tidak dibayar diganti kurungan tiga bulan," ujar Ketua Majelis Hakim Yanto.
"Membayar uang pengganti sebesar 7 juta dollar Amerika Serikat dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan terdakwa ke penyidik dengan ketentuan apabila tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan hukum berkekuatan tetap, harta benda Setya Novanto dilelang," ujar hakim Yanto melanjutkan membaca amar putusan Setya Novanto.
Permintaan Setya Novanto untuk menjadi saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator tidak dikabulkan majelis hakim. "Oleh karena jaksa menilai terdakwa Setya Novanto belum bisa dijadikan saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator, maka majelis hakim juga tak bisa mempertimbangkan permintaan terdakwa untuk menjadi justice collaborator," ujar hakim Anwar.
"Terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kedua," ujar hakim anggota Anwar.
Majelis hakim sebelum menjatuhkan vonis juga mempertimbangkan sejumlah perbuatan Setya Novanto yang memberatkan dan meringankan.
"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang gencar memberantas korupsi, perbuatan terdakwa adalah tindak pidana luar biasa. Perbuatan yang meringankan, terdakwa berlaku sopan di persidangan dan tak pernah dihukum," ujar hakim Anwar.
Majelis hakim dalam pertimbangan putusannya antara lain menilai bahwa unsur menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, sebagaimana dakwaan jaksa yang menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, telah terpenuhi. Dalam uraian putusannya, hakim antara lain membacakan sejumlah pihak yang menerima aliran dana dari proyek ini.
Salah satu anggota majelis hakim yang membacakan pertimbangan putusan terhadap Novanto, hakim Franki Tambuwun kembali merinci daftar aliran dana dan pemberian terhadap sejumlah pihak, termasuk kepada Novanto terkait pengadaan proyek KTP-el.
Franki antara lain menyebut pemberian jam tangan mewah merek Richard Mille seharga 135.000 dollar AS dari Andi Agustinus alias Andi Narogong ke Novanto.
"Pemberian jam tangan Richard Mille seharga 135.000 US dollar dari Andi Agustinus alias Andi Narogong, karena dianggap membantu penganggaran KTP-el," kata Franki.
Dalam pertimbangan hakim juga masih disebutkan aliran dana kepada sejumlah anggota dan mantan anggota DPR terkait pengadaan proyek KTP-el. Nama-nama anggota dan mantan anggota DPR yang disebut menerima aliran dana dalam putusan hakim ini antara lain adalah Miriam S Hariani sebesar 1,2 juta dollar AS, Ade Komarudin sebesar 100.000 dollar AS, dan Jafar Hafsah sebesar 100.000 dollar AS.
Majelis hakim dalam putusannya juga menyebut pemberian tersebut diberikan ke beberapa anggota DPR, namun seperti halnya dalam surat tuntutan KPK terhadap Novanto, tidak disebutkan dengan detil, siapa saja dari beberapa anggota DPR itu yang menerima aliran dana korupsi KTP-el tersebut. "Beberapa anggota DPR menerima sebesar 12 juta US dollar, 56.000 US dollar dan Rp 44 miliar," kata Franki.
Selain itu nama-nama yang sebelumnya sempat ada dalam dakwaan maupun tuntutan jaksa, telah menerima aliran dana maupun sesuatu dari proyek KTP-el juga tetap disebutkan hakim dalam pertimbangan putusannya.
Mereka antara lain adalah mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang disebutkan menerima ruko dan sebidang tanah, kemudian direksi PT LEN yang kini menjadi Direktur Utama PT Pindad Abraham Mose yang disebut menerima Rp 1 miliar.
Selain itu ada nama pengusaha almarhum Johanes Marliem yang juga salah satu rekanan dalam pengadaan KTP-el. Marliem disebut menerima hingga 4 juta dollar AS dan Rp 26 miliar.
Majelis hakim juga menyebutkan unsur ketiga dalam dakwaan terhadap Novanto yakni Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni unsur menyalahgunakan kewenangan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukan telah terpenuhi.
Sementara unsur telah merugikan keuangan negara dalam perkara ini menurut majelis hakim juga terpenuhi. Perbuatan Novanto disebutkan majelis hakim telah merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun atau setidak-tidaknya sebesar jumlah tersebut.
Majelis hakim dalam pertimbangannya sempat menyebut sejumlah pertemuan antara Novanto dengan Andi Narogong dan sejumlah anggota Komisi II DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri di gedung DPR. Dalam pertemuan di DPR tersebut Andi Agustinus menyampaikan keinginannya dan bersedia memberikan sejumlah uang kepada anggota Komisi II DPR.
"Andi Agustinus juga meminta kepada Irman (mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri) agar memenangkan salah satu konsorsium yang dikoordinirnya yakni konsorsium PNRI, Astra Graphia, Murakabi. Setelah konsorsium PNRI dimenangkan dalam lelang KTP-el, terdakwa Setya Novanto melakukan pertemuan dengan Andi agustinus, Anang Sugiana, Paulus Tanos, Johanes Marliem di rumah terdakwa Setya Novanto," ujar hakim Anwar.
"Pertemuan itu membicarakan permodalan KTP-el dan pada kesempatan tersebut terdakwa Setya Novanto menyampaikan bahwa untuk modal kerja akan dibantu pengusaha Made Oka Masagung, dan untuk komitmen fee kepada terdakwa Setya Novanto agar diberikan kepada Made Oka Masagung," kata hakim Anwar lagi.
Usai mendengar putusan, Setya Novanto menyatakan masih akan pikir-pikir terhadap hukuman yang diputuskan hakim. "Setelah konsultasi dengan penasehat hukum dan keluarga, saya minta waktu untuk pikir-pikir," ujarnya.
Hal yang sama juga dilakukan jaksa dari KPK yang menyatakan pikir-pikir atas vonis terhadap Novanto. Majelis hakim memberikan waktu seminggu bagi Novanto untuk memikirkan langkah hukum selanjutnya. Apakah menerima putusan tersebut atau mengajukan banding.