JAKARTA, KOMPAS – Target Indonesia untuk mencapai status eliminasi malaria sangat ditentukan oleh upaya di tiga provinsi, yakni Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Perbaikan kondisi di tiga provinsi itu akan berdampak signifikan pada upaya pencapaian target eliminasi malaria nasional tahun 2030.
Pada temu media dalam rangka memeringati Hari Malaria Sedunia di Jakarta, Senin (23/4/2018), Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Soepardi, mengatakan, upaya penanggulangan penyakit malaria sejak era Orde Lama hingga sekarang belum juga tuntas. Malaria masih menjadi persoalan kesehatan masyarakat di Indonesia.
Dari tahun ke tahun jumlah kabupaten/ kota yang berhasil meraih status eliminasi malaria memang meningkat. Tahun 2016, misalnya, ada 247 daerah, tahun 2017 bertambah menjadi 266 daerah, dan tahun 2018 sekarang ditargetkan 285 daerah telah bebas malaria. Harapannya, tahun 2025 seluruh daerah di Indonesia, yakni 514 kabupaten/ kota, telah berstatus bebas malaria, tahun 2027 seluruh provinsi bebas malaria, dan tahun 2030 Indonesia bisa bebas malaria.
Status bebas malaria merupakan kondisi di mana tidak ada lagi penularan di satu wilayah geografis tertentu. Ini bukan berarti tidak ada kasus impor dari daerah lain atau tidak adanya vektor.
Meskipun saat ini separuh kabupaten/ kota telah berstatus bebas malaria masih banyak daerah di Indonesia yang tetap endemis malaria. Ada sektar 10,7 juta penduduk atau 28 persen penduduk yang hidup di daerah endemis malaria.
Beban terbesar malaria berada di wilayah Timur Indonesia, khususnya di tiga provinsi, yaitu Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Di tahun 2017 terdapat 261.000 kasus malaria di Indonesia. Dari jumlah itu, 90 persennya berasal dari Papua, Papua Barat, dan NTT. Selain itu, 70 persen dari 39 kabupaten/ kota endemis malaria juga berada di tiga provinsi tersebut.
Dengan begitu, jika persoalan malaria di Papua, Papua Barat, dan NTT bisa diselesaikan maka pengaruhnya akan sangat signifikan pada pencapaian bebas malaria nasional.
Hari Malaria Sedunia diperingati setiap tanggal 25 April setiap tahunnya. Tema global tahun ini adalah “Ready to Beat Malaria”. Adapun tema nasionalnya adalah “Bebas Malaria Prestasi Bangsa”.
Bisa Dicegah
Perwakilan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia, Vinod Bura, menyampaikan, upaya eliminasi malaria seharusnya berjalan lebih cepat mengingat penyakit malaria adalah penyakit yang bisa dicegah sekaligus diobati.
Akan tetapi, pada tahun 2016 terdapat 445 ribu orang meninggal akibat malaria, sekitar 27.000 di antaranya berada di kawasan Asia Tenggara.
Vinod menilai, upaya pemerintah Indonesia menuju eliminasi malaria sudah benar. Yang perlu dilakukan saat ini adalah memperluas cakupan program dan melakukan akselerasi implementasi di lapangan terutama di daerah endemis. Indonesia yang memiliki sumber daya dan sistem kesehatan yang baik seharusnya bisa mencapai status eliminasi malaria.
Mengatasi persoalan penyakit malaria tidak bisa dilakukan sendirian oleh Kementerian Kesehatan. Semua komponen masyarakat harus bergerak dan bekerja sama untuk mencapai status eliminasi malaria.
Sekretaris Kampung Macuan, Distrik Masni, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, Achmat Marzuki, menyampaikan, warga di Macuan telah berkomitmen untuk membasmi malaria. Phak kampung membentuk kader malaria yang bertugas memberikan sosialisasi dan edukasi kepada warga akan pentingnya mencegah malaria. Misalnya, membagikan dan mengawasi pemakaian kelambu di setiap rumah. Kader tersebut diberi insentif dari dana desa.
“Kami alokasikan Rp 50 juta untuk 19 orang kader Bela (Bebas Malaria) Kampung atau Rp 200.000 per orang per bulan. Bahkan, untuk mempermudah dalam merujuk warga yang positif malaria warga Maacuan iuran untuk membeli ambulans,” katanya.
Pada saat penapisan November 2017 ditemukan 13 orang warga Macuan yang positif malaria. Mereka kemudian segera diobati. Kondisi saat ini tidak ditemukan lagi warga yang positif malaria.(ADH)