Medan, Kompas- Pasangan calon kepala daerah yang mengikuti pilkada serentak di Sumatera Utara diingatkan akan besarnya godaan korupsi di pemerintah daerah yang dimulai sejak masa perencanaan anggaran. Hingga saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi telah menangani kasus korupsi yang melibatkan 18 gubernur dan 78 bupati/wali kota.
Berdasarkan kasus-kasus yang mendera para kepala daerah itu, KPK memetakan sembilan titik rawan korupsi di pemerintah daerah, dimulai dari perencanaan, penganggaran, hingga pelaksanaan APBD. Selain itu, korupsi juga jamak terjadi di perizinan, pembahasan dan pengesahan regulasi, pengelolaan pendapatan daerah, perekrutan, promosi, rotasi kepegawaian, pelayanan publik, dan proses penegakan hukum.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, saat berbicara dalam Pembekalan Antikorupsi dan Deklarasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Selasa (24/3/2018) di Medan, Sumut, mengingatkan agar para calon kepala daerah menjauhi konflik kepentingan saat memimpin. Seluruh kasus korupsi besar terjadi dilatarbelakangi konflik kepentingan.
KPK hadir dalam pelaksanaan pilkada, lanjut Saut, karena Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tetap di angka 37 dari angka 1-100. Bahkan untuk pelaksanaan pemilu, lembaga-lembaga dunia memberikan nilai 30. Angka 30 diperoleh dari banyak parameter, di antaranya soal keegaliteran, partisipasi pemilih, hingga konsensus para peserta pemilu masih buruk.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menekankan korupsi masih menjadi tantangan bangsa ini. Begitu juga dengan radikalisme dan terorisme, narkoba, dan ketimpangan sosial.
Mendagri pun menyayangkan masih ada saja pemimpin daerah yang terjerat korupsi. Mereka terjerat karena tidak bisa mengambil keputusan yang berhubungan dengan anggaran secara mandiri, bahkan disetir oleh DPRD. ”Jangan mau didikte oleh DPRD,” kata Mendagri.
Sama seperti KPK, Kemendagri juga menengarai perencanaan anggaran, baik di pemerintah daerah, kementerian, maupun DPR menjadi area rawan korupsi. Tjahjo mencontohkan ada terminal bus yang sangat bagus dibangun di Atambua, Nusa Tenggara Timur. Namun, setelah tiga tahun, belum ada satu bus pun yang mendatangi terminal itu. ”Problemnya ada di perencanaan,” kata Mendagri.
Selain perencanaan, kawasan rawan korupsi adalah retribusi dan pajak, dana hibah dan bansos, serta belanja barang dan jasa. ”Ada 106 pejabat Kemendagri yang terpaksa dipecat, mundur, pindah, diturunkan eselonnya karena terjerat kasus korupsi,” kata Tjahjo.