JAKARTA, KOMPAS — Perhimpunan Advokat Indonesia mengimbau agar para advokat dapat memahami kode etik dalam menjalankan tugasnya. Kode etik ini juga berkaitan dengan hak imunitas yang dimiliki oleh seorang advokat dalam menjalankan tugasnya. Hak imunitas ini harus digunakan untuk membela masyarakat di mata hukum, bukan sekadar dijadikan alat pembelaan seorang advokat secara pribadi.
Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan mengatakan, pada dasarnya, advokat memiliki martabat dan kehormatan dalam menjalankan tugasnya. ”Dahulu, tugas advokat sangat mulia. Mereka membela masyarakat yang tidak mendapatkan bantuan hukum sehingga masyarakat memandang profesi advokat merupakan profesi yang terhormat,” ujar Otto dalam Workshop dan Diskusi Panel Dewan Kehormatan Peradi di Jakarta, Rabu (25/04/2018).
Menurut Otto, dalam menjalankan tugasnya, advokat memiliki hak imunitas untuk membela masyarakat, khususnya kliennya. Namun, hak imunitas ini harus tidak bisa disalahgunakan oleh para advokat. Selain itu, para advokat perlu menjaga kode etik dalam menjalankan profesinya.
”Para advokat itu pengawal konstitusi dan mereka juga perlu uang sebagai imbalan dari profesinya. Namun, yang utama daripada uang adalah dapat membela kebenaran dan keadilan sesuai dengan kode etik yang berlaku,” ujarnya.
Kode etik advokat diatur dalam Undang-Undang Advokat Nomor 13 Tahun 2003. Mantan Ketua Mahkamah Agung Harifin Andi Tumpa menjelaskan, pada dasarnya, ada beberapa sifat dasar dari etika profesi advokat yang perlu dipahami.
”Seperti sifat keterbukaan, kejujuran, kerendahan hati, sikap otentik, dan kemandirian moral. Dengan sifat itu, para advokat bisa bertanggung jawab dalam melaksanakan profesinya,” ujarnya.
Harifin mengatakan, saat ini ada beberapa tantangan dalam pengawasan kode etik advokat. Tantangan yang ada yaitu adalah banyaknya organisasi yang menaungi advokat dalam profesinya. Selain itu, perbedaan cara pandang terkait kode etik advokat ini, khususnya di tingkat MA dan Komisi Yudisial.
”Jadi, jika ada advokat yang dikeluarkan oleh organisasi tertentu karena melanggar kode etik, ia bisa pindah ke organisasi lain. Menurut saya, perlu ada organisasi tunggal yang benar-benar mengawasi terkait kode etik ini,” katanya.
Ketua Dewan Kehormatan Pusat Peradi Adardam Syah mengatakan, beberapa hak imunitas yang dimiliki oleh advokat yaitu menjaga kerahasiaan antara advokat dan kliennya. Selain itu, isi konunikasi antara klien dan advokat tidak boleh disadap dalam alat komunikasi elektronik.
”Hal ini yang perlu dipahami juga oleh para penegak hukum. Kemudian harus sinergis dengan kode etik advokat,” ujarnya.
Kasus Fredrich
Otto menjelaskan, akhir-akhir ini profesi advokat sempat tersandung masalah pelanggaran kode etik seperti yang menimpa mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi. Menurut Otto, Fredrich dikeluarkan dari Peradi karena ada laporan pelanggaran kode etik terjadi. Ada masyarakat yang melaporkan bahwa Fredrich menelantarkan kliennya.
”Namun, ketika itu kami ingin melakukan pemeriksaan terkait pelanggaran kode etik tersebut, kami terkendala akses dari KPK. Fredrich seharusnya diadili secara etik advokat dahulu setelah itu diperiksa KPK,” katanya.
KPK menahan advokat Fredrich Yunadi karena diduga berupaya menghindarkan mantan Ketua DPR Setya Novanto dari penyidikan KPK dengan menciptakan skenario kecelakaan lalu lintas pada 16 November 2017. Turut juga ditahan KPK adalah dokter Bimanesh Sutarjo.
”Yang menjadi fokus penyidikan adalah adanya dugaan persekongkolan yang melanggar hukum untuk menghindari SN (Setya Novanto) untuk diperiksa dalam kasus korupsi KTP elektronik,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Upaya merintangi penyidikan itu diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20/2001. (Kompas, 15 Januari 2018).
Mantan pelaksana tugas komisionar KPK, Indriyanto Seno Adji, menjelaskan, apabila advokat menyalahgunakan wewenangnya atau melakukan pelanggaran terhadap substansi perundang-undangan, sifat imunitas itu tidak lagi dimiliki. Upaya advokat melindungi klien tetap harus sesuai aturan dan dalam batas kewajaran profesi advokat.