Islam Nusantara Dipromosikan untuk Selesaikan Masalah Global
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wasatiyyat Islam, salah satu wujud Islam Nusantara, akan diperkenalkan kepada dunia sebagai gaya Islam moderat, terbuka, dan toleran yang bisa dijadikan sebagai acuan bagi bangsa lain dalam menjaga dan menciptakan kedamaian. Kerukunan antarbangsa di Indonesia menunjukkan bahwa prinsip Islam yang ramah itu berperan besar dalam memelihara kohesi sosial.
Konsep Wasatiyyat Islam itu akan dibahas dan dikonsultasikan kepada sekitar 100 tokoh ulama dan cendekiawan Muslim dari dalam dan sejumlah negara asing dalam acara bertajuk ”High Level Consultation of World Muslim Scholars on Wasatiyyat Islam” (HLC-WMS). Konsultasi tingkat tinggi itu akan digelar di Bogor, Jawa Barat, pada 1-3 Mei dan di Jakarta pada 4 Mei.
Forum itu akan dibuka Presiden Joko Widodo dan ditutup Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ada pula Imam Besar Al-Azhar Yang Mulia Ahmed Ath-Thayyeb yang akan hadir sebagai pembicara kunci. Tokoh utama lain yang juga diharapkan hadir adalah Wakil Presiden Iran Eshaq Jahangiri.
Wasatiyyat Islam memiliki konsep yang lebih luas daripada Islam moderat. Ada toleransi, kecenderungan (mengambil) jalan tengah, atau menyelesaikan masalah dengan musyawarah, juga mengakui kemajemukan dan pluralisme. Bangsa Indonesia biasa menyelesaikan masalah melalui prinsip-prinsip itu.
”Wasatiyyat Islam memiliki konsep yang lebih luas daripada Islam moderat. Ada toleransi, kecenderungan (mengambil) jalan tengah, atau menyelesaikan masalah dengan musyawarah, juga mengakui kemajemukan dan pluralisme. Bangsa Indonesia biasa menyelesaikan masalah melalui prinsip-prinsip itu,” tutur Din Syamsuddin, Utusan Khusus Presiden Indonesia untuk Dialog dan Kerja Sama Antar-Agama dan Peradaban, dalam jumpa pers di kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Rabu (25/4/2018).
Dalam penyelesaian masalah, menurut Din, Islam memiliki peran sebagai ”wasit”. ”Yang mengamalkan Wasatiyyat Islam menjadi penengah atau perantara. Sebagai penyelesai masalah dan bukan pencipta masalah,” ujar Din yang diberikan mandat untuk mengembangkan konsep Wasatiyyat Islam.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini mengatakan, praktik Islam di Indonesia yang mengedepankan jalan tengah menunjukkan bahwa agama itu bisa berbaur dengan budaya lokal dan menjadi spirit kenegaraan yang membangun hubungan antara masyarakat.
”Agama harus berada di jalan tengah. Negara yang mengedepankan agama belum tentu menciptakan kedamaian. Negara yang menjauhkan agama tidak memiliki sistem nilai kohesi yang membentuk karakter good governance,” ujar Helmy.
Peran global Indonesia
Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, perdamaian dunia menjadi salah satu amanat Presiden Indonesia.
”Sebagai negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia, kita harus turut memberikan pengalaman kita dalam berbangsa dan bernegara kepada negara lain,” kata Helmy.
Din menekankan pentingnya acara HCL-WMS sebagai bentuk sosialisasi dan promosi mengenai prinsip Wasatiyyat Islam. Ini mengingat banyaknya peserta dengan jabatan penting di negaranya yang akan hadir. Ia optimistis, konsep itu dapat menjadi model di dunia untuk menyelesaikan permasalahan global.
Peserta yang akan diundang berasal dari sejumlah negara di Asia, Timur Tengah, Eropa, dan Amerika. Sebanyak 14 duta besar telah mengonfirmasi kehadirannya. Mereka antara lain Kedutaan Besar Republik Arab Mesir, Persatuan Emirat Arab, India, Jepang, Malaysia, Inggris, dan Federasi Rusia. Selain peserta dari negara asing, sekitar 50 tokoh ulama dan cendekiawan Islam dari dalam negeri direncanakan hadir.
”HLC-WMS akan melahirkan Bogor Message, dokumen penting yang bisa menjadi acuan umat manusia dalam mengembangkan peradaban melalui prinsip jalan tengah,” ujar Din.