Hasil survei periodik Litbang Kompas, partai politik yang selama ini menduduki tingkat keterpilihan paling tinggi masih bertahan dengan posisinya. Hal yang sama terjadi dengan parpol di posisi menengah dan bawah. Konfigurasi ini cenderung menunjukkan pola yang sama sejak survei pertama dilakukan di awal pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sementara parpol pendatang baru masih belum kuat memengaruhi memori publik.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), misalnya, tercatat masih di posisi teratas dengan elektabilitas 33,3 persen. Angka ini sedikit naik dibandingkan survei pada Oktober 2017. Tingkat keterpilihan PDI-P ini sedikit banyak menguatkan tesis selama ini terkait parpol petahana, yakni elektabilitasnya seiring dengan tokoh yang saat memimpin pemerintahan. Hal ini terlihat ketika elektabilitas Presiden Jokowi meningkat, hal yang sama terjadi juga pada PDI-P.
Namun, fenomena ini hanya berlaku bagi parpol yang selama ini melekat dalam diri Jokowi. Sementara Partai Golkar yang juga masuk dalam barisan parpol pengusung Jokowi di pemilihan presiden tahun depan cenderung kurang terlihat memperoleh insentif elektoral. Angka keterpilihan Partai Golkar relatif konsisten antara 7-9 persen, berbeda dengan tingkat keterpilihan Jokowi yang dinamis. Padahal, Golkar merupakan parpol pertama yang secara resmi menyatakan mengusung kembali Jokowi pada Pemilu 2019.
Sementara itu, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) cenderung punya pola yang sama dengan PDI-P. Di survei kali ini, elektabilitas Gerindra 10,9 persen. Tingkat keterpilihan Gerindra cenderung mengikuti tingkat keterpilihan ketua umumnya, Prabowo Subianto.
Tiga kategori
Jika dikategorikan berdasarkan angka tingkat keterpilihan dari survei kali ini, setidaknya ada tiga kategori kelompok parpol. Pertama, kelompok yang ketika diproyeksikan dengan potensi maksimal suara (memperhitungkan sampling error) dari survei ini, akan berpotensi meraih elektabilitas 10 persen atau lebih. Jika mengikuti tren elektabilitasnya, PDI-P, Partai Gerindra, dan Partai Golkar ada di kategori ini.
Namun, ketiga parpol di kategori ini tetap harus memperhatikan loyalitas dari pemilih mereka. Jika merujuk potensi perubahan pilihan, kurang dari 40 persen responden pemilih ketiga parpol ini yang mengaku tidak akan berubah pilihan partai. Sebaliknya, lebih dari separuh responden dari ketiga parpol ini mengaku pilihannya belum mantap. Mereka adalah para swing voters, pemilih yang masih bimbang dengan sikapnya, bisa berubah atau tetap. Lebih banyaknya kelompok pemilih bimbang di masing-masing dari ketiga parpol ini menggambarkan bahwa tingkat elektabilitas relatif masih belum menguat dan mengkristal. Pendek kata, distribusi pemilih pun relatif masih cair.
Kategori kedua adalah kelompok parpol yang potensi maksimal keterpilihannya dalam rentang 4-10 persen. Ada tujuh parpol yang masuk kelompok ini, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Nasdem.
Kelompok parpol di kategori kedua ini berpotensi jadi representasi parpol menengah. Dari ketujuh partai itu, hanya PKB yang relatif meningkat elektabilitasnya meski masih jauh dari perolehan suaranya di Pemilu 2014. Gencarnya kampanye Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menjadi calon wakil presiden boleh jadi memberi insentif bagi PKB. Sebaliknya, keenam parpol lainnya yang memiliki kursi di DPR, seperti Partai Demokrat, Nasdem, PAN, PPP, dan PKS, cenderung menurun.
Sementara itu, salah satu parpol baru, Perindo, masuk dalam kategori ini. Gencarnya sosialisasi Perindo di sejumlah jaringan media milik ketua umumnya, Hary Tanoesoedibjo, disinyalir turut mendongkrak eksistensi Perindo. Namun, senada dengan kelompok parpol di kategori pertama, ketujuh parpol di kategori kedua ini juga dihadapkan pada tantangan keberadaan swing voters yang lebih tinggi dibandingkan strong voters tiap parpol.
Kategori ketiga adalah kelompok parpol yang potensi maksimal keterpilihannya kurang dari 4 persen. Ada empat partai politik yang masuk dalam kategori ini. Tiga di antaranya adalah parpol baru, yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Berkarya, dan Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda). Tiga lainnya adalah parpol lama, yakni Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Parpol di kategori ketiga ini menghadapi tantangan berat untuk bisa lolos ambang batas parlemen yang di Pemilu 2019 besarnya 4 persen.
Program partai
Ketiga kategori kelompok parpol di atas tentu berpeluang untuk melebarkan sayap keterpilihannya. Salah satunya melalui program mereka. Hasil survei kali ini, sebagian responden (43,2 persen) mengaku program jadi pertimbangan utama memilih parpol, termasuk di antaranya soal calon presiden dan wakil presiden yang diusung parpol itu.
Selain program dan langkah parpol, ideologi parpol serta sosok ketua umum juga jadi pertimbangan pemilih saat menentukan pilihannya. Karakter ini kuat melekat dari responden pemilih PDI-P, Gerindra, PKB, dan PKS.
PDI-P dan Gerindra relatif punya basis ideologis yang hampir sama, meski ada perbedaan dalam karakter keduanya. Sementara PKB tidak lepas dari basis nahdliyin. PKS kuat dipersepsikan sebagai parpol kader.
Militansi pemilih dan simpatisan juga jadi potensi parpol untuk mengembangkan potensi keterpilihannya. Rata-rata di atas 70 persen responden pemilih PDI-P dan PKS mengaku akan membantu mengampanyekan parpol pilihan mereka. Kelompok pemilih ini bersedia mengajak orang lain untuk memilih parpol pilihan mereka.
Potensi seperti ini bisa menjadi pintu harapan bagi parpol untuk mengembangkan kembali elektabilitasnya. Pintu lain yang masih terbuka adalah masih tingginya pemilih yang belum menentukan suara.
Sebanyak 28,8 persen undecided voters (pemilih yang belum menentukan pilihan) jadi pasar yang terbuka untuk diperebutkan semua parpol. Belum lagi dengan masih tingginya pemilih bimbang yang bisa saja mengubah pilihan.
Akhirnya, masih ada waktu sekitar satu tahun bagi parpol untuk merawat pemilih setianya sekaligus mendulang pemilih baru di Pemilu 2019.