Setya Novanto Ditinggalkan
JAKARTA, KOMPAS-Perkara korupsi dalam pengadaan KTP-el tahun 2011-2012 tidak hanya membuat Setya Novanto (62) dipenjara. Bekas Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar ini juga berpotensi harus meninggalkan dunia politik dan ditinggalkan koleganya di dunia politik.
Hal ini terjadi karena Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang diketuai Yanto, Selasa (24/4/2018), dalam putusannya mencabut hak Novanto untuk menduduki jabatan publik hingga 5 tahun seusai menjalani pidana.
Pidana yang dijatuhkan atas Novanto adalah 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Ia juga wajib membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dipotong Rp 5 miliar yang telah dikembalikan Novanto kepada KPK.
Pengunjung memenuhi ruang sidang Oemar Seno Adji tempat putusan itu dibacakan. Salah satu dari pengunjung itu adalah istri Novanto, Deisti Astriani Tagor, yang duduk di bagian depan.
Sementara dari kalangan politisi, hanya terlihat fungsionaris Partai Golkar Melky Lanalena. Sejumlah kader Partai Golkar yang silih berganti hadir sejak sidang Novanto pertama kali digelar pada 13 Desember 2017, seperti Aziz Syamsuddin, Agung Laksono, Yahya Zaini, dan Idrus Marham, kemarin tidak terlihat di ruang sidang.
Atas putusan ini, Novanto dan penasihat hukumnya serta jaksa menyatakan pikir-pikir.
Mahkamah Kehormatan DPR akan segera memberhentikan Novanto dari status anggota DPR, jika dia tidak mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tipikor tersebut. Saat ini, dia masih berstatus anggota DPR karena perkaranya belum berkekuatan hukum tetap.
Di era reformasi ini, Novanto jadi pimpinan lembaga negara ketiga yang dijatuhi pidana atas perkara korupsi. Dua orang lainnya adalah bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan bekas Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman.
Seperti halnya Novanto, dalam putusannya, majelis hakim juga mencabut hak politik Irman dan Akil.
Apresiasi
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengapresiasi putusan hakim dalam perkara Novanto. Meski lebih rendah daripada tuntutan, yaitu 16 tahun penjara, hakim mengabulkan tuntutan jaksa mengenai uang pengganti dan pencabutan hak politik. ”Saya berharap ini menjadi peringatan bagi semua pejabat publik, baik legislatif, yudikatif, maupun eksekutif agar selalu mengingat bahwa tugas yang diemban adalah amanah dari rakyat, Jadi, jangan dikhianati,” katanya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menuturkan, perkara Novanto mesti menjadi pelajaran. ”Itu sudah putusan hakim, kami tidak bisa mencampuri. Ini juga peringatan kepada siapa saja untuk tidak mengambil tindakan melanggar hukum,” kata Kalla.
Terbukti
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan, semua unsur di Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, telah terpenuhi dalam perkara Novanto.
Pasal itu berbunyi: ”Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar”.
Majelis hakim menyatakan, Novanto terbukti melakukan kolusi bersama pengusaha Andi Agustinus dalam pengadaan KTP-el. Sejumlah pertemuan yang dilakukannya bersama Andi, Johannes Marliem, pihak Kementerian Dalam Negeri, pihak parlemen, hingga pihak swasta lainnya menunjukkan peran Novanto dalam mengatur pembentukan konsorsium peserta lelang proyek KTP-el, skema pembagian fee, hingga distribusi jatah kepada dirinya melalui transaksi terselubung lewat jasa valuta asing.
Dalam hal pembentukan konsorsium, anggota DPR 2009- 2014, Mirwan Amir, juga disebut ikut membantu mengatur. Terkait persoalan jatah untuk DPR, Novanto bersama anggota DPR 2009-2014, Chairuman Harahap, aktif menagih kepada Andi.
Di sisi lain, majelis hakim tidak mempertimbangkan permohonan justice collaborator (pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap kasusnya) yang diajukan Novanto. Pasalnya, jaksa lebih dulu menilai, sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011, Novanto tak memenuhi syarat untuk mendapatkannya,
Salah satu syarat dalam SEMA No 4/2011 untuk mendapatkan justice collaborator adalah bukan pelaku utama.
Majelis hakim juga tidak mengabulkan permohonan Novanto untuk membuka kembali rekeningnya, istri, dan anak-anaknya yang telah diblokir KPK.
Sementara itu, sejumlah nama anggota DPR periode 2009-2014 yang disebutkan Novanto dalam pembelaan ikut menerima uang dalam perkara KTP-el, dikesampingkan oleh majelis hakim. Mereka, antara lain, Olly Dondokambey, Agun Gunanjar Sudarsa, Melchias Markus Mekeng, Arif Wibowo, Ganjar Pranowo, dan Jafar Hafsah.
Ketua DPP Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan, partainya menghormati putusan terhadap Novanto. Putusan itu, menjadi langkah awal dari membongkar kasus korupsi KTP-el. Ia pun berharap, KPK membongkar hingga tuntas kasus ini.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Febri Hendri, berharap, KPK segera menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara serta memproses hukum penerima aliran dana KTP-el, baik individu maupun korporasi.