Teka-teki Kendaraan Politik Gatot
Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo memberi sinyal siap untuk bertarung dalam Pemilihan Presiden 2019. Namun, adakah kendaraan politik bagi Gatot?
Di lini masa, dukungan publik terhadap Gatot Nurmantyo untuk bertarung di Pemilihan Presiden 2019, muncul di tengah menguatnya polarisasi dukungan terhadap Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Dalam survei calon presiden dan wakil presiden dari sejumlah institusi, nama Gatot juga muncul. Survei Litbang Kompas 21 Maret-1 April 2018, misalnya menunjukkan elektabilitas Joko Widodo 55,9 persen, Prabowo 14,1 persen, dan Gatot 1,8 persen.
Masih dalam survei yang sama, Gatot punya elektabilitas tinggi untuk posisi calon wakil presiden. Responden menempatkan Gatot dalam posisi teratas, yakni 8,3 persen untuk dipasangkan sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto, mengungguli Anies Baswedan (6,8 persen), dan Wiranto (4,5 persen). Sementara itu, responden menempatkan Gatot di posisi ketiga teratas (5,3 persen) sebagai calon wakil presiden Joko Widodo, di bawah Jusuf Kalla (15,7 persen), dan Prabowo (8,8 persen).
Saat hadir sebagai narasumber utama dalam program diskusi Satu Meja The Forum di Kompas TV, Senin (23/4) malam, Gatot menyampaikan bahwa ia hanya ingin tetap bisa mengabdi kepada bangsa Indonesia setelah pensiun sebagai tentara. Lahan pengabdian tersebut, menurut Gatot begitu luas, mulai dari presiden hingga sebagai warga negara. Ia menyatakan siap untuk menjadi calon presiden sepanjang rakyat menghendaki.
“Bila republik memanggil dan rakyat menghendaki saya siap. Seorang prajurit secara administrasi pensiun, tetapi prajurit sampai kapan pun jiwa raga untuk mengabdi. Bisa pengabdian sebagai presiden atau warga negara biasa,” ungkap Gatot dalam diskusi yang dipandu Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo itu.
Bila republik memanggil dan rakyat menghendaki saya siap. Seorang prajurit secara administrasi pensiun, tetapi prajurit sampai kapan pun jiwa raga untuk mengabdi. Bisa pengabdian sebagai presiden atau warga negara biasa
Selain menghadirkan Gatot, acara tersebut juga menghadirkan enam panelis, yakni pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti, sosiolog Universitas Indonesia Imam B Prasodjo, peneliti senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta J Kristiadi, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional Viva Yoga Mauladi, Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily, serta Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria.
Para panelis sempat bertanya soal pandangan dan kesiapan Gatot jika ia menjadi calon presiden, di antaranya soal pemberantasan korupsi di institusi militer, mengatasi kesenjangan sosial ekonomi, penggunaan strategi politik identitas dalam pemilu, serta cara mengefektifkan tata kelola pemerintahan di era otonomi daerah.
Terkait dengan kesenjangan sosial ekonomi, Gatot menyampaikan bahwa di daerah-daerah yang banyak perkebunan dan pertanian, tingkat kesenjangan sosial tidak menonjol. Namun di daerah pertambangan dan industri, kesenjangan sangat tinggi. “Maka untuk mengurangi kesenjangan, perkebunan dan pertanian harus benar-benar ditingkatkan,” kata Gatot.
Kendaraan politik
Pendaftaran calon presiden dan wakil presiden semakin dekat. Sesuai dengan jadwal Komisi Pemilihan Umum, partai atau gabungan partai mulai mendaftarkan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada 4-10 Agustus 2018. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mensyaratkan pasangan calon harus mendapat dukungan minimal 20 persen perolehan kursi di DPR atau 25 persen perolehan suara sah parpol di pemilu terdahulu.
Kendati ada istilah jalur perseorangan di pilkada, tidak ada jalur tersebut untuk pemilihan presiden dan wakil presiden. Saat ini sebagian partai sudah mulai mendeklarasikan sosok yang akan mereka usung. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Nasdem, dan Partai Hanura sudah menyatakan akan mendukung Joko Widodo di Pemilihan Presiden 2019. Gabungan partai itu sudah punya 290 kursi di DPR, melebihi dukungan minimal 20 persen kursi DPR, yakni 112 kursi. Sementara itu, Partai Gerindra yang punya 73 kursi di DPR RI, menyatakan mengusung Prabowo sebagai capres. Komunikasi tengah dilakukan partai itu, antara lain dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang memiliki 40 kursi DPR RI.
Tiga partai parlemen lainnya, yakni Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang punya 157 kursi di DPR, masih belum menentukan sikap. PAN dan PKB sudah mendorong ketua umum masing-masing untuk bertarung dalam Pilpres, baik untuk posisi calon presiden atau calon wakil presiden. Sementara itu, parpol-parpol yang sudah menyatakan dukungan kepada Joko Widodo maupun Prabowo Subianto juga cenderung mengincar posisi calon wakil presiden.
Dengan konstelasi parpol itu, apakah masih tersedia ruang bagi pencalonan Gatot Nurmantyo? Ahmad Riza Patria menuturkan, Partai Gerindra sudah ada deklarasi meminta kesediaan ketua umum mereka, Prabowo Subianto dan sudah dijawab “siap” oleh Prabowo. Oleh karena itu, dia mempersilahkan Gatot mencari partai lain. Namun, untuk posisi calon wakil presiden, dia menilai masih terbuka peluang, termasuk untuk Gatot Nurmantyo.
Pernyataan hampir senada juga disampaikan Ace Hasan yang menyebut partainya sudah mantap mendukung Joko Widodo, serta menyerahkan pilihan cawapres kepada Joko Widodo, kendati ada aspirasi di internal Golkar agar Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto bisa menjadi cawapres. PAN, juga sudah memberi mandat kepada Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan untuk maju ke pilpres, sedangkan komposisi apakah menjadi capres atau cawapres akan ditentukan pada rapat kerja nasional 2018.
“Pak Gatot, sering-sering kita kontak, berkomunikasi. Untuk membangun Indonesia lebih maju, lebih bermartabat,” ujar Viva Yoga.
Gatot mengakui sejauh ini belum ada partai politik atau gabungan partai politik yang memintanya untuk mencalonkan diri dari partai mereka. Saat ini, baru relawan-relawan yang disebut Gatot terbentuk tanpa ia perintahkan. Namun, dia mengaku untuk maju tetap perlu partai politik, tidak cukup mendapat dukungan dari para relawan.
Gatot mengaku masih santai-santai saja kendati belum ada kendaraan politik. Dia mengaku tidak mengejar jabatan, tetapi hanya ingin mengabdi. Gatot juga menyebut siapapun yang akan terpilih menjadi Presiden pada Pemilu 2019 merupakan takdir Allah SWT.
“Saya ada keyakinan bahwa Allah SWT yang bisa membolak-balik hati seseorang,” kata Gatot.
J Kristiadi menyakini dalam politik di Indonesia, kepastian itu baru ada setelah ia menjadi kenyataan. Oleh karena itu, dia menilai, antara saat ini hingga masa pendaftaran pasangan calon presiden pada Agustus mendatang akan menjadi perang siasat partai politik.
Apakah pada Agustus mendatang ada kendaraan politik yang mengantar Gatot menuju Imam Bonjol 29, kantor KPU RI? Kita tunggu saja.