Menara Kompas dan Tonggak Konsolidasi
Hari Kamis, 26 April 2018 adalah hari bersejarah bagian Harian Kompas, Kompas.com, KompasTV dan Kompas.id. Menara Kompas menjadi rumah integrasi. Migrasi dilakukan secara bertahap. Di rumah integrasi, para awak media dan bisnis, dipersatukan dalam Menara Kompas yang berlokasi di Palmerah Selatan 21 Jakarta.
Hadirnya Menara Kompas akan menjadi tonggak baru dalam perjalanan panjang Harian Kompas memasuki 50 tahun kedua dalam perjalanan jurnalistiknya. Inovasi, perubahan dan perbaikan terus-menerus (continuous improvement) menjadi kata kunci industri media memasuki dunia yang berubah.
Menara Kompas, yang terdiri atas bangunan menara setinggi 24 lantai dan podium 5 lantai, merupakan ruang kerja kelima yang pernah ditempati Redaksi Harian Kompas.
Wartawan senior Harian Kompas, Jimmy S Harianto mencatat, sejak pertama kali terbit pada 28 Juni 1965, Harian Kompas pada awalnya menempati rumah sederhana di Jalan Pintu Besar Selatan 86-88, Jakarta Kota. Rumah tersebut dipinjamkan oleh PT Kinta, dan ditempati Harian Kompas hingga tahun 1972.
Tahun 1972 Harian Kompas berpindah ke rumah miliknya sendiri di Jalan Palmerah Selatan 26-28, Jakarta Pusat. Rumah itu disebut sebagai “Redpalms”. Tahun 1978, Harian Kompas ditutup penguasa Orde Baru saat masih bekerja di rumah ini, yang merupakan bekas bangunan pabrik Farmasi Konimex.
Tahun 1988, Harian Kompas memulai proyek membangun rumah baru di Jalan Palmerah Selatan 26-28. Dibangunlah rumah bedeng, yang Jimmy S Harianto menuliskan sebagai sebuah Annex-building antara Percetakan Gramedia dan Redaksi Kompas (1988-1991).
Tahun 1991 barulah Harian Kompas menempati gedung baru, bersama percetakan Gramedia. Inilah Gedung Kelompok Kompas Gramedia, yang ditempati hingga 2018, sebelum akhirnya berpindah ke Menara Kompas.
Inilah rumah kelima bagi Harian Kompas, yang sekaligus menjadi rumah perubahan yang dipicu oleh teknologi informasi, seperti dipesankan Jakob Oetama. Inilah rumah integrasi.
"Perubahan adalah jati diri media. Perubahan tidak saja demi survival, tetapi juga demi pelayanan yang lebih baik, dipicu oleh kondisi sosial ekonomi budaya masyarakat, tetapi juga terutama oleh perkembangan pesat teknologi informasi."(Jakob Oetama, 20 Juli 2011. Syukur Tiada Akhir, halaman 255)
Turbulensi dalam industri media dijawab dengan konsolidasi organisasi baik di bidang ruang redaksi (newsroom), unit bisnis, litbang dan teknologi informasi. Migrasi dimaknai bukan hanya sekadar perpindahan fisik belaka. Migrasi dan kemudian integrasi dimaknai juga dengan pemindahan spirit dan jiwa jurnalisme Harian Kompas.
Dalam semangat jurnalisme Kompas itulah, Harian Kompas dengan motto Amanat Hati Nurani Rakyat, Kompas.com dengan tagline Jernih Melihat Dunia, dan KompasTV yang independen dan terpercaya akan terus berkarya menjadi teman setia mengawal perjalanan bangsa.
Jika selama ini ketiga platform itu masih bekerja terpisah dalam gedung terpisah, kini akan lebih terkonsolidasi dalam satu ruang redaksi. Integrasi ruang redaksi secara bertahap akan diwujudkan dalam satu kebijakan editorial.
Prinsip itu tentunya harus disesuaikan dengan platform dimana informasi itu bisa diakses. Kehadiran tiga platform dalam satu ruang editorial ditambah dengan kekuatan litbang akan memperkaya dan meningkatkan kualitas jurnalistik masing-masing platform.
Gaya jurnalisme Harian Kompas tentunya tak akan bisa dilepaskan dari cara pandang, Jakob Oetama, Pemimpin Umum dan salah seorang pendiri Kompas, dalam memandang manusia.
Dalam pertemuan di ruang-ruang redaksi, Jakob selalu mengatakan, we are no angels. Tidak ada manusia yang sempurna. Ada kelebihan dan ada kekurangan. Karena cara pandang itulah, kritik yang disampaikan Kompas adalah kritik yang konstruktif, kritik with understanding.
Menjadi jati diri dari media adalah melakukan kontrol terhadap kekuasaan terhadap apa yang dilakukan, maupun terhadap apa yang tidak dilakukan. Jakob juga selalu mengingatkan, “Jangan berhenti mengingatkan/mengetuk” (frapper toujours), tetapi juga harus memahami (understanding) bahwa we are no angels.
Revolusi digital dan demokratisasi media yang mewujud dalam kehadiran media sosial, menjadi tantangan semua industri media, termasuk Grup Kompas. Wajar jika para awak media mempertanyakan raison d’etre sebuah media di tengah masyarakat.
Kembali seperti ditulis Jakob Oetama dengan mengutip Hal Jurgenmeyer (1931-1995), bahwa surat kabar bukanlah lembaga bergerak semata-mata di bisnis berita atau bisnis informasi. Surat kabar dan media adalah lembaga yang bergerak dalam bisnis pengaruh! Pengaruh di masyarakat maupun pengaruh di ranah komersial. Jurgenmeyer adalah pemimpin media di bawah kelompok bisnis Knight Ridder, Amerika Serikat.
Sesuai dengan karakteristik masing-masing platform yang ada koran, digital, televisi, Grup Kompas berkomitmen menghadirkan jurnalisme berkedalaman berbasiskan data, memberi manfaat kepada masyarakat, menjadi teman setia dalam perubahan dan berupaya untuk memberi kontribusi pada peradaban.
Gaya bermedia Harian Kompas yang mengadopsi prinsip klasik teguh dan keras dalam prinsip, tetapi lentur dalam cara (Fortiter in re, suaviter in modo) akan tetap memandu perjalanan jurnalistik grup Kompas baik dalam format koran, televisi, dan digital.
Gaya bermedia Harian Kompas yang mengadopsi prinsip klasik teguh dan keras dalam prinsip, tetapi lentur dalam cara (Fortiter in re, suaviter in modo) akan tetap memandu perjalanan jurnalistik grup Kompas baik dalam format koran, televisi, dan digital.
Melalui langkah konsolidasi, Grup Kompas berkomitmen untuk menjadi rumah pengetahuan. Di era kian maraknya berita hoaks, berita fitnah, Grup Kompas berkomitmen untuk menjadi clearing house of information (rumah penjernih Informasi). Desain boleh saja berubah, plaform boleh saja berganti karena revolusi teknologi, tetapi jati diri, visi dan komitmen kemanusiaan Kompas tidak akan goyah.
Untuk hadirnya jurnalisme yang baik, kami berterima kasih kepada para pemangku kepentingan, narasumber, pembaca, pemirsa, pemasang iklan, agensi iklan, pengusaha, dan siapapun yang selama ini menjadi teman setia Kompas mengawal perjalanan bangsa. Kompas hadir dan eksis sampai sekarang ini karena Anda semua.
** BUDIMAN TANUREDJO adalah Pemimpin Redaksi Harian Kompas