JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menduga kematian badak jawa pejantan bernama Samson pada Senin lalu karena kematian wajar. Ini karena tidak ditemukan luka infeksi.
Selain itu, cula yang masih utuh menandakan kematiannya bukan akibat perburuan. Meski demikian, kementerian masih menunggu hasil nekropsi yang dikerjakan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Mamat Rahmat, Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Kamis (26/4/2018) di Jakarta, mengatakan, bangkai badak Samson ditemukan Senin pagi di tepi pantai depan kantor pos resor Karang Ranjang. Badak dewasa ini diperkirakan sudah tua, sekitar 30 tahun, karena memiliki cula besar berukuran panjang 25 cm dan lebar 20 cm.
Kematian badak pejantan ini kerugian besar karena komposisi rasio pejantan dan betina di Ujung Kulon tidak ideal, yaitu 1 pejantan untuk 0,8 betina. Artinya, saat betina matang telur dan siap kawin dengan cara mengeluarkan feromon, terjadi persaingan antarpejantan yang bisa berakibat infeksi hingga kematian.
Badak Samson dikenali dari ciri khas robekan pada telinga sebelah kiri. Ini merupakan badak ke-37 yang terekam kamera tersembunyi pada tahun 2012.
Mamat mengatakan, kematian badak pejantan ini kerugian besar karena komposisi rasio pejantan dan betina di Ujung Kulon tidak ideal, yaitu 1 pejantan untuk 0,8 betina. Artinya, saat betina matang telur dan siap kawin dengan cara mengeluarkan feromon, terjadi persaingan antarpejantan yang bisa berakibat infeksi hingga kematian.
Sekretaris Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Herry Subagiadi mengatakan, badak jawa (Rhinocerus sondaicus) merupakan spesies langka. Di Ujung Kulon, badak ini hanya tersisa 67 ekor.