Pemilih Malaysia Dibayangi Kecemasan, Kerusuhan Tahun 1969 Bisa Berulang
Oleh
Kris Razianto Mada
·3 menit baca
KUALA LUMPUR, KOMPAS - Sejumlah pemilih senior di Malaysia cemas dengan kesengitan persaingan di pemilu 2018. Mereka berharap para peserta pemilu menurunkan tensi menjelang pemilu yang disebut paling sengit sepanjang sejarah Malaysia itu.
"Ini pemilu ke-8 yang saya ikuti, belum pernah pemilu seperti ini. Kerajaan (partai pemerintah) dan pembangkang saling tuduh. Ramai saling sebut keburukan," kata Yusoff Isa, Kamis (26/4/2018), di Negeri Sembilan, Malaysia.
Penduduk kawasan Nilai itu pertama kali mempunyai hak pilih pada pemilu 1986, kala berusia 23 tahun. "Saya paham dalam masa kampanye, politisi berupaya menarik perhatian pemilih. Tidak apa-apa, asal bisa menerima hasil pemilu. Jangan seperti pilihan raya 1969," ujarnya.
Banyak warga senior Malaysia mengingat pemilu 1969 karena kerusuhan yang menyertainya. Akibat kerusuhan pada 13 Mei 1969 itu, ratusan orang tewas. "Saya masih ingat, dulu di rumah kami disiapkan bambu runcing dan parang untuk berjaga-jaga," kata dia.
Soal kericuhan 1969 pernah disinggung mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad pekan lalu. Ia menyebut kericuhan berpotensi terjadi dan mengikuti protes oposisi terhadap hasil pemilu. Protes bisa saja dilancarkan jika ada indikasi kecurangan oleh pemerintah selama pemilu.
Kecemasan juga diungkap oleh Mohammad Mahyiddin (65), pria asli Kelantan yang merantau ke Selangor. Ia menyebut para politisi secara terbuka terus memainkan isu perbedaan antarkelompok untuk menarik pemilih. "Saya tidak tahu bagaimana keadaan setelah pemilu selesai. Bagi politisi, mereka mungkin dapat jabatan. Bagi warga, bisa jadi malah terus bertengkar," ujarnya.
Ia setuju dengan kebijakan pemerintah yang melarang penyebaran kabar kibul (hoax). Larangan itu mengurangi potensi orang menyebarkan kabar kibul demi kepentingan politik tertentu. "Sekarang di mana-mana ada anjuran menghindari itu (penyebaran kabar kibul)," kata dia.
Dalam undang-undang baru Malaysia, penyebar kabar kibul bisa dipenjara enam tahun dan didenda hingga 500.000 ringgit. Aturan itu disahkan beberapa pekan lalu.
"Sebenarnya kesengitan hanya terlihat di media sosial dan media massa atau di tempat politisi bertemu orang. Di lain tempat, biasa-biasa saja. Orang yang mendukung kerajaan (partai pemerintah) dan pembangkang hari-hari duduk di kedai yang sama. Berapa bulan ini saja kelihatannya beda tempat duduk," tutur Izzam Ahmad (60), warga kawasan Gombak, Kuala Lumpur.
Ia tidak menampik ada kecemasan di masyarakat. Akan tetapi, kecemasannya lebih soal harga aneka kebutuhan yang terus naik. "Kalau masih kerja dan dapat penghasilan rutin, tidak masalah. Pensiunan seperti saya, berat sekali," kata dia.
Nasib pensiunan dan manula juga menjadi pemikiran pemilih muda. "Kalau boleh, saya ingin yang dimajukan kota-kota saja. Kampung-kampung biarlah tetap seperti sekarang, jangan sampai maju terlalu pesat. Kemajuan pasti diikuti peningkatan biaya hidup. Orangtua saya tidak akan sanggup menanggung peningkatan biaya hidup," tutur Zahidi (27), penduduk Kelantan yang merantau di Putrajaya.
Pencalonan
Sementara itu, para peserta pemilu terus mengurus pencalonan. KPU Malaysia menetapkan calon akan ditetapkan pada 28 April 2018. Para bakal calon yang diusulkan partai atau bakal calon dari jalur independen akan diteliti berkasnya dan ditetapkan sebagai calon jika memenuhi syarat.
Perdana Menteri Malaysia Najib Razak akan kembali mencalonkan diri dari daerah pemilihan Pekan di Pahang. Sementara Mahathir Mohammad memilih Langkawi.
Pernah diusung Barisan Nasional sebagai PM, kini Mahathir menantang koalisi partai pemerintah itu dalam pemilu 2018. Mahathir membuat Partai Pribumi Bersatu, pecahan dari UMNO yang merupakan partai utama di BN. Partai Pribumi bergabung dengan Pakatan Harapan, salah satu kelompok oposisi.
Seperti di beberapa negara bekas koloni Inggris lainnya, perdana menteri adalah anggota DPR. Kursi perdana menteri diduduki pimpinan partai atau koalisi partai yang menguasai mayoritas parlemen. Di Malaysia, terdapat total 222 kursi DPR dan 70 kursi senat atau dewan perwakilan daerah.
Tokoh lain yang akan mencalonkan diri pada pemilu 2018 adalah Maria Chin, perempuan yang memimpin gerakan Bersih. Kelompok itu berkali-kali berunjuk rasa untuk memprotes dugaan korupsi di pemerintahan Malaysia. Maria menyatakan akan mencalonkan diri dari dapil Petaling Jaya.