JAKARTA, KOMPAS — Pilihan model pembangunan proyek kereta ringan fase 2 turut menentukan kecepatan pengerjaan. Model pembangunan yang sedikit menyita waktu dibutuhkan mengingat percepatan koneksi dengan simpul utama transportasi menjadi urgensi proyek tersebut.
Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Satya Heragandhi, Jumat (27/4/2018), menjelaskan, akan ada dua model pembangunan proyek kereta ringan (light rail transit/LRT) fase 2. Kedua model pembangunan itu adalah public private partnership (PPP) dan engineering, procurement, and construction (EPC).
Model PPP diimplementasikan dengan cara pemerintah mengundang investor untuk masuk dan berinvestasi dalam pembangunan. Setelah proyek selesai, investor juga didaulat untuk pengoperasian LRT. Dengan begitu, kontrol terhadap spesifikasi dan material dilakukan investor. Mekanisme pembayaran pada model ini bersumber dari availability payment atau melalui public service obligation.
Adapun pada model EPC, pemerintah atau kontraktor yang menentukan spesifikasi dan jangka waktu pengerjaan proyek. Namun, pada model ini sebagian biaya pembangunan proyek akan menggunakan dana pemerintah.
Menurut Satya, implementasi model PPP biasanya menyita waktu yang cukup lama untuk proses pengadaan. Oleh karena itu, pihaknya berencana beralih ke model EPC jika model PPP terlalu lama. Hal itu karena urgensi utama dari proyek itu agar secepat mungkin terkoneksi dengan hap (simpul) utama transportasi.
”Kami di Jakarta coba melakukan PPP percepatan. Makanya di legislatif ataupun eksekutif mencari jalan untuk mempercepat sehingga investasi bisa masuk,” ujar Satya.
Satya mengungkapkan, total nilai investasi yang dibutuhkan untuk mengerjakan proyek ini berkisar Rp 5,5 triliun hingga Rp 6,05 triliun. Biaya pembangunan per 1 kilometernya Rp 500 miliar hingga Rp 550 miliar. Proyek LRT fase 2 membentang dari Rawamangun, Jakarta Timur, menuju Tanah Abang, Jakarta Pusat, atau sepanjang 11,6 kilometer.
Seiring diterbitkannya Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 22 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Kerja Sama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur di Daerah, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dimungkinkan menjalin kemitraan dengan badan usaha dalam pembangunan infrastruktur. Saat ini badan usaha dari Korea Selatan, Jepang, China, dan Spanyol berniat terlibat dalam proyek tersebut.
”Intinya pemerintah memberikan kesempatan yang sama kepada investor. Dengan begitu diharapkan mereka bisa berkompetisi dengan baik dan transparan supaya mereka bisa berpartisipasi,” kata Satya ditemui di venue Velodrome, Jakarta.
Kepada calon investor, pemerintah memberikan informasi mengenai kondisi transportasi di Jakarta, termasuk adanya kemacetan di mana-mana. Menurut Satya, ada puluhan juta orang di Jakarta yang melakukan perjalanan setiap harinya, sedangkan transportasi umum hanya menyediakan ketersediaan 2 persen dari kebutuhan transportasi di Jakarta.
”Jadi peluangnya berinvestasi masih sangat besar. Tinggal mereka mau masuk memanfaatkan itu atau tidak. Itu yang kami sampaikan kepada mereka,” katanya.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia, Ellen Tangkudung, mengatakan, semua proyek infrastruktur transportasi memerlukan biaya yang sangat besar. Untuk itu, pemerintah mesti menjamin proyek LRT fase 2 diminati warga Jakarta dan sekitarnya. Selain itu, menurut Ellen, potensi pendapatan dari berinvestasi di proyek infrastruktur transportasi tidak cepat.
”Terlebih ini proyek LRT dalam kota. Saya kira penumpangnya tidak akan sebanyak LRT yang beroperasi hingga ke luar kota,” kata Ellen.
Hal yang tidak kalah penting, kata Ellen, adalah memastikan jaringan transportasi antara yang satu dan lainnya terkoneksi. Dengan begitu, jaminan adanya penumpang akan tetap terjaga.
Lelang khusus
Satya memaparkan, akan ada mekanisme lelang khusus yang akan diputuskan bersama. Pada Juni mendatang akan ada market sounding. Di sesi tersebut investor yang tertarik akan diberikan penjabaran lebih detail mengenai peluang, aturan main, dan pendapatannya.
”Lelangnya nanti kami akan lihat setelah bulan Juni,” ujarnya.
Jika kontrak bisa diselesaikan pada tahun ini, Satya memperkirakan proyek LRT fase 2 akan siap beroperasi pada 2021. Terkait jumlah kereta yang dibutuhkan untuk LRT fase 2, Satya mengatakan, jumlahnya akan tergantung dari prediksi jumlah penumpang. Saat ini dengan jumlah penumpang sekitar 100.000 orang, Satya memperkirakan butuh tambahan 36 kereta dari yang ada sekarang sebanyak 16 kereta.