Setelah Kim Jong Un Injakkan Kaki di Korsel
PANMUNJOM, JUMAT — Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menginjakkan kaki di Desa Panmunjom, Korea Selatan, Jumat (27/4/2018) pagi. Kunjungan Kim Jong Un membuatnya menjadi pemimpin Korea Utara pertama yang berkunjung ke Korea Selatan setelah 65 tahun kedua negara berseteru.
Kedatangan Kim Jong Un disambut langsung oleh Presiden Korsel Moon Jae-in di bagian selatan desa yang merupakan zona demiliterisasi tersebut. Kim lalu berjabat tangan dengan Moon di antara garis demarkasi militer kedua negara.
Kim kemudian menyeberang ke wilayah Korsel dan kembali berjabat tangan dengan Moon. Tak lama, Kim Jong Un mengajak Moon Jae-in untuk menyeberang sebentar ke wilayah Korut. Keduanya kembali ke wilayah Korsel dengan berpegangan tangan.
”Saya datang ke Korsel untuk memulai sinyal dimulainya ambang sebuah sejarah baru,” kata Kim. Ia juga menyatakan, momen ketika melintasi garis demarkasi membuat perasaannya campur aduk.
Kedatangan Kim ditemani saudara perempuannya, Kim Yo Jong, penasihat Kim Yo Jong, dan Kepala Hubungan Antar-Korea dari Korut. Adapun Moon Jae-in didampingi Kepala Mata-mata dan Kepala Staf.
Pertemuan antarkepala negara ini menjadi yang ketiga sejak meredanya Perang Korea tahun 1950-1953. Sebelumnya, pertemuan antarkepala negara Korut dan Korsel pernah terjadi dua kali, pada 2000 dan 2007.
Kunjungan Kim Jong Un untuk menghadiri konferensi tingkat tinggi di The Peace House, Panmunjom, Korsel, hari ini. Pertemuan dibagi menjadi dua sesi.
Juru Bicara Presiden Korsel Yoon Young-chan menyatakan, Kim Jong Un dan Moon Jae-in berdiskusi mengenai nuklir Korut dan rencana pelucutannya. Pada masa lalu, keinginan Korut melucut senjata nuklir menjadi sebuah isyarat agar Amerika Serikat menarik pasukannya dari Korsel.
Pada minggu lalu, Pyongyang menyatakan moratorium uji coba nuklir dan rudal balistik antarbenua. Korut juga mengatakan akan menutup fasilitas nuklirnya di Punggye-ri. Namun, mereka juga menyatakan telah menyelesaikan pengembangan senjata dan tidak membutuhkan tes lebih lanjut.
Moon berharap agar mereka dapat mencapai sebuah perjanjian yang membawa kebaikan bagi Korea dan pihak yang menginginkan kedamaian.
Namun, pengamat di Akademi Diplomat Nasional Korea, Kim Hyun-wook, mengingatkan, persoalan perlucutan senjata nuklir ini tidak bisa diputuskan antara Korsel dan Korut saja. Hal ini berarti isu itu tidak bisa diselesaikan dalam pertemuan bilateral (Kompas, 27/4/2018).
Pertemuan juga membahas hubungan Korut-Korsel, antara lain upaya pencapaian perdamaian, kesejahteraan, dan reunifikasi Semenanjung Korea. Sejak tahun 1953, kedua negara masih dalam status perang sebab secara teknis perang Korsel dan Korut hanya berakhir dengan gencatan senjata.
Kim dan Moon membahas kelanjutan pakta perdamaian mengenai hal itu. Moon kemungkinan juga mengangkat isu reuni keluarga yang terpisah akibat perang dan warga negara Jepang yang diculik Korut.
Moon berharap agar dapat kembali bertemu di wilayah kedua negara. Kim juga menawarkan untuk mengunjungi Seoul, ibu kota Korsel, kapan pun diundang.
Sesi pertama tersebut berlangsung selama 1 jam 40 menit. Kim kembali ke Korut untuk makan siang. Sebelum sesi kedua kembali dimulai, Kim dan Moon mengikuti acara penanaman pohon cemara secara simbolik di area perbatasan.
Pohon itu berusia 65 tahun, tepat ketika kedua negara memulai gencatan senjata. Keduanya menaruh tanah dari Gunung Paektu, Korut, dan Gunung Halla, Korsel.
Mereka kemudian menyiram dengan air yang berasal dari sungai kedua negara. Kegiatan simbolik itu menyiratkan mereka menanam perdamaian dan kesejahteraan. Seusai menaruh tanah, keduanya berdiskusi lebih kurang 30 menit. Mereka pun kembali ke The Peace House.
Kim dan Moon kemudian keluar untuk memberikan pernyataan setelah keduanya menandatangani deklarasi perjanjian untuk menindaklanjuti pelucutan senjata nuklir Semenanjung Korea.
Deklarasi menyebutkan komitmen mengurangi senjata militer dan tindakan bermusuhan serta mengubah daerah perbatasan menjadi zona perdamaian. Keduanya juga akan mengadakan pertemuan multilateral dengan negara lain, seperti Amerika Serikat.
Senior Researcher Fellow dari State-Run Korea Institute for Defense Analyses, Kim Chul Woo, mengatakan, kedua negara tidak bisa melanjutkan proyek yang tertunda serta-merta. Mereka membutuhkan dukungan internasional untuk mengatasi sanksi yang diterima Korut.
”Semua isu berhubungan dan yang perlu dibahas pertama adalah pelucutan senjata nuklir,” katanya.
Adapun istri Kim, Ri Sol Ju, dan istri Moon, Kim Jung-sook, akan mengikuti jamuan makan malam bersama sebelum Kim kembali ke Korut.
Bertemu Trump
Pertemuan Korut dan Korsel diharapkan dapat membuka jalan yang lebih baik bagi Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump yang dijadwalkan bertemu pada Mei atau awal Juni. Trump menyatakan, Kamis lalu, sedang mempertimbangkan tanggal untuk bertemu dengan Kim.
Pertemuan Korut dan Korsel diharapkan dapat membuka jalan yang lebih baik bagi Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump yang dijadwalkan bertemu pada Mei atau awal Juni.
”Kami sedang menentukan tiga atau empat tanggal, termasuk lima lokasi pertemuan yang akan diseleksi,” kata Trump. Trump tidak memberikan jawaban terkait ekspektasi AS atas pertemuan tersebut.
Ia melanjutkan, mantan Direktur CIA Mike Pompeo pernah bertemu dengan Kim Jong Un pada kunjungannya baru-baru ini di Korut. Pertemuan tersebut dinyatakan tidak direncanakan dan berlangsung dengan baik.
Pihak Gedung Putih berharap pertemuan kedua Korea akan membawa kemajuan perdamaian dan kesejahteraan bagi Semenanjung Korea.
Membaik
Hubungan kedua negara memburuk beberapa tahun terakhir, terutama sejak Kim berkuasa pada 2011 sehingga persenjataan Korut berkembang pesat. Korut menguji nuklir sebanyak enam kali tahun 2017 serta mengeluarkan ancaman untuk Korsel, Jepang, dan AS.
Korsel juga tidak tinggal diam. Bersama AS, Korsel gencar melakukan latihan militer yang membuat geram Korut.
Hubungan baru membaik menjelang dan setelah Olimpiade Musim Dingin di PyeongChang, Korsel, yang diadakan pada Februari lalu. Bergabungnya Korut dalam acara tersebut membuat keduanya menyambung jaringan komunikasi yang terputus sejak Februari 2016 akibat perselisihan mengenai kompleks industri Kaesong yang dikelola bersama. (AFP/REUTERS)