Homeschooling kian marak dan menjadi tren di perkotaan. Meski demikian, sistem belajar secara mandiri di rumah tersebut masih menimbulkan pro kontra di masyarakat.
Oleh
MB DEWI PANCAWATI/ LITBANG KOMPAS
·3 menit baca
Homeschooling awalnya mulai marak dilakukan di Amerika sekitar tahun 1960-an. Metode ini lahir dari keprihatinan seorang guru bernama John Caldwell Holt. Dia mulai mengembangkan sistem pembelajaran dengan memberi kebebasan pada anak untuk mengikuti kepentingan mereka sendiri dengan berbagai macam sarana dan sumber belajar.
Di Indonesia, homeschooling muncul sekitar tahun 1996-an dan semakin berkembang pada tahun 2005. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahun 2015 mencatat, 11.000 anak usia sekolah menempuh sistem belajar di rumah ini.
Sekolah rumah tersebut merupakan alternatif yang mencoba menempatkan anak sebagai subjek belajar dengan pendekatan pendidikan di rumah.
Pendekatan kekeluargaan memungkinkan anak belajar dengan nyaman sesuai keinginan dan gaya belajar masing-masing, kapan saja, dimana dan dengan siapa saja. Ada tiga macam model homeschooling, yakni yang hanya dilaksanakan satu keluarga (homeschooling tunggal), dilaksanakan beberapa keluarga (homeschooling majemuk), dan dilakukan dalam komunitas.
Beragam pandangan masyarakat tentang homeschooling terekam dalam jajak pendapat Kompas minggu lalu. Lebih dari separuh responden menyebut homeschooling adalah sekolah mandiri yang dilakukan di rumah, baik yang diajar oleh orangtua sendiri maupun dengan memanggil guru. Sebanyak 16,4 persen menyebut, bentuk sekolah informal, dan 13 persen mengidentikkan homeschooling untuk orang kaya.
Pro-kontra
Sebagai suatu sistem belajar mandiri di rumah, homeschooling menimbulkan pro dan kontra. Tiga dari lima responden menilai, belajar dengan sistem homeschooling ini tidak lebih baik dibanding sistem belajar di sekolah umum.
Alasannya, hampir 80 persen responden menilai sistem ini membuat anak kurang bersosialisasi, terutama dengan kelompok teman sebaya. Sistem sekolah di rumah akan membuat perkembangan sosial anak terbatas, anak kurang mampu bekerja dalam tim, berorganisasi, dan melatih kepemimpinan. Daya juang anak untuk bersaing atau berkompetisi juga kurang.
Sistem pendidikan tersebut juga dinilai 9,4 persen responden tidak memiliki standar kurikulum pembelajaran yang jelas. Meski sebenarnya sudah berpayung hukum yakni Pasal 27 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.
Sekolah di rumah dianggap hanya bisa dilakukan keluarga yang mampu saja karena biayanya mahal (7,23 persen). Mahal tidaknya biaya pendidikan itu relatif tergantung pilihan keluarga. Yang pasti, homeschooling membutuhkan komitmen dan keterlibatan utuh dari orangtua dalam mendampingi anak.
Meski demikian, sekitar seperempat responden mengakui sistem belajar mandiri di rumah ini memiliki banyak nilai positif dibanding pendidikan di sekolah formal. Sebanyak 43,13 persen warga sepakat, waktu belajar di rumah lebih bebas.
Dengan belajar di rumah, anak-anak relatif terlindung dari pengaruh negatif pergaulan di sekolah yang kadang timbul, seperti tawuran, narkoba, konsumerisme, pornografi, kebiasaan menyontek, dan sebagainya. Selain itu, perundungan di sekolah, menjadi salah satu alasan hampir 10 persen responden memilih pendidikan homeschooling ini.
Hal-hal tersebut menjadi alasan 36,3 persen responden menilai homescholling lebih baik dari sekolah umum. Anak-anak terlindung dari paparan nilai dan pergaulan yang menyimpang. Alasan lainnya, agar anak tidak terbebani tugas-tugas sekolah yang ditargetkan kurikulum.
Terlepas dari plus minusnya, homeschooling sebagai sistem belajar bagi anak adalah suatu pilihan. Separuh responden berpandangan bahwa anak yang belajar dengan cara homeschooling bisa menjadi orang yang berhasil dan sukses di kemudian hari.
Homescholling yang memperkaya model pendidikan di Indonesia dan menunjang tujuan pendidikan nasional perlu mendapat dukungan.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.