Generasi Milenial Memandang Politik
Tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara generasi milenial dan generasi sebelumnya dalam menilai pemerintahan Jokowi-Kalla serta bursa calon presiden dan calon wakil presiden.
Generasi milenial adalah mereka yang lahir dalam rentang waktu tahun 1982 hingga tahun 2000.
Dari hasil survei 3,5 tahun Evaluasi Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang dilakukan Litbang Kompas pada 21 Maret-1 April lalu terhadap 1.200 responden di 32 provinsi di Indonesia, terdapat 371 responden atau sekitar 31 persen yang berusia 17 tahun hingga 37 tahun.
Artinya, hampir sepertiga bagian responden dalam survei ini merupakan generasi milenial (22-37 tahun) dan generasi pasca-milenial (< 22 tahun).
Hasil survei Kompas menunjukkan, sebagian besar (72,4 persen) generasi milenial dan pasca-milenial puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi- Kalla. Jika dibandingkan dengan tingkat kepuasan responden yang bukan generasi milenial, hasilnya tidak jauh berbeda. Tingkat kepuasan responden di luar generasi milenial 72,1 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa generasi milenial yang selama ini dipandang sebagai generasi yang tidak mudah dipahami, berkarakter tersendiri, ternyata dalam hal opini dan sikap politik mereka tidak berbeda dengan mayoritas publik.
Apabila diurai berdasarkan bidangnya, tingkat kepuasan generasi milenial terhadap kinerja pemerintah saat ini paling tinggi pada bidang politik keamanan, yakni sebesar 75,8 persen, kemudian bidang sosial (73,5 persen), bidang hukum (62,9 persen), dan paling rendah di bidang ekonomi, yakni 60,7 persen.
Kendati tingkat kepuasan di bidang ekonomi paling rendah, jika dibandingkan dengan tingkat kepuasan responden di luar milenial, ternyata generasi milenial lebih optimistik dan merasa nyaman dengan kinerja pemerintah saat ini di bidang ekonomi. Pasalnya, tingkat kepuasan generasi milenial di bidang ekonomi lebih tinggi daripada tingkat kepuasan generasi bukan milenial yang berkisar 56 persen.
Tingginya kepuasan generasi milenial terhadap kinerja pemerintah berimbas pada tingginya citra Jokowi-Kalla pada saat ini di mata mereka. Mayoritas generasi milenial, yakni 79,0 persen, menilai citra Jokowi saat ini baik dan 8,4 persen lainnya menilai sangat baik. Adapun yang menilai buruk dan sangat buruk hanya sekitar 10,5 persen. Demikian halnya dengan citra Kalla, 74,1 persen responden milenial menilai citranya baik dan 3,2 persen lainnya sangat baik.
Elektabilitas
Relatif tingginya tingkat kepuasan generasi milenial terhadap pasangan Jokowi-Kalla berkorelasi dengan pandangan mereka terhadap elektabilitas calon presiden dan calon wakil presiden.
Saat responden generasi milenial mendapat pertanyaan siapakah tokoh yang paling layak dipilih menjadi presiden RI, dua nama teratas yang muncul adalah Jokowi 50,9 persen dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebesar 15,1 persen.
Elektabilitas tokoh lainnya jauh di bawah Jokowi dan Prabowo, yakni kurang dari 2 persen. Namun, masih ada sekitar 21 persen responden yang tidak menjawab pertanyaan yang diajukan atau belum menentukan pilihan.
Meski demikian, persentase responden generasi milenial yang memilih Jokowi (50,9 persen) sebagai presiden jika pemilu dilakukan saat ini lebih rendah jika dibandingkan dengan generasi di luar milenial. Persentase responden non-milenial yang memilih Jokowi sebesar 58,1 persen atau sekitar 8 persen lebih banyak daripada generasi milenial.
Sementara itu, persentase pemilih Prabowo dari generasi milenial lebih tinggi sekitar 1,5 persen dibandingkan responden non-milenial yang besarnya 13,6 persen.
Dari sejumlah alasan generasi milenial memilih Jokowi sebagai tokoh paling layak menjadi presiden, sebagian besar karena Jokowi dinilai merakyat (19,5 persen) dan berkinerja baik (13 persen). Sementara mereka yang memilih Prabowo alasan utamanya karena Prabowo dinilai sosok yang tegas (57 persen).
Sementara itu, Jusuf Kalla masih menempati peringkat teratas sebagai tokoh yang dilihat generasi milenial paling layak menempati posisi wakil presiden.
Alasannya, Kalla dinilai memiliki pengalaman untuk menduduki jabatan tersebut. Selain itu, sebagai wakil presiden, selama ini Kalla dipandang serasi dengan presiden yang didampingi.
Kalla dipilih oleh 12,9 responden generasi milenial, sementara pada peringkat berikutnya ada Prabowo Subianto dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) masing-masing dipilih oleh 5,4 persen, sedangkan Gatot Nurmantyo dipilih oleh 4,9 persen responden.
Alasan memilih Prabowo dan Gatot Nurmantyo layak sebagai wakil presiden karena kedua tokoh itu dinilai sebagai sosok yang tegas. Sementara mereka yang memilih AHY, sebagian besar beralasan karena dia representasi tokoh muda.
Latar belakang
Generasi milenial di survei ini tak hanya dicirikan dengan usianya yang muda, karena saat ini yang tertua baru berusia 37 tahun. Jika ditinjau dari latar belakang pendidikannya, sebagian besar (62 persen) juga berpendidikan menengah dan tinggi. Rinciannya, responden berpendidikan menengah sebesar 44,5 persen, sementara yang berpendidikan tinggi ada 17,3 persen.
Jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan responden di luar generasi milenial, ada perbedaan yang signifikan. Tingkat pendidikan responden yang berusia lebih dari 37 tahun atau di luar generasi milenial, sebagian besar berpendidikan dasar atau rendah (60 persen).
Selain berpendidikan menengah-tinggi, sebagian besar (66 persen) responden generasi milenial dalam survei ini juga memiliki kategori sosial ekonomi menengah-tinggi. Sementara pada generasi non-milenial, responden yang kategori sosial ekonominya menengah-tinggi lebih rendah sekitar 58 persen.
Responden generasi milenial dalam survei ini juga cenderung lebih banyak mengakses media sosial dibandingkan dengan responden generasi sebelumnya.
Dalam memilih presiden ataupun persepsi terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Kalla, tak terlihat ada banyak perbedaan antara responden generasi milenial dan generasi sebelumnya
Dari paparan di atas terlihat bahwa dalam memilih presiden ataupun persepsi terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Kalla, tak terlihat ada banyak perbedaan antara responden generasi milenial dan generasi sebelumnya. Perbedaan dalam tingkat pendidikan, latar belakang ekonomi, ataupun akses informasi ternyata tidak membuat perbedaan sikap dan persepsi politik dibandingkan dengan generasi sebelumnya.