SEOUL, MINGGU - Bagi Korea Utara, pertemuan bilateral dengan Korea Selatan menjadi titik balik bagi Semenanjung Korea. Titik balik ini merujuk pada komitmen untuk mengakhiri Perang Korea dan mengupayakan perjanjian perdamaian abadi. Menunjukkan keseriusan janji untuk melucuti nuklir, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un membuat janji lagi, yakni menutup lokasi uji atom Korut Mei 2018 dan mengundang ahli senjata Amerika Serikat ke Korut.
Janji-janji baru Kim dipublikasikan kantor berita Korut, KCNA, Minggu (29/4/2018). Hasil pertemuan bilateral tidak menyinggung mengenai simpanan senjata nuklir dan rudal balistik yang sudah ada. Begitu pula dengan janji Kim yang baru tidak disebutkan apakah ia bersedia menyerahkan simpanan persenjataan itu.
Meski belum jelas langkah dan tahapan konkret dari janji dan komitmen Korut, setidaknya para pemimpin dunia mulai optimistis terhadap masa depan perdamaian di Semenanjung Korea. Presiden AS Donald Trump optimistis dan tidak yakin Kim tidak serius dan sedang mempermainkan komunitas internasional terutama negara-negara di sekitar Semenanjung Korea.
”Pertemuan itu adalah kemajuan pesat. Mereka antusias mau membuat kesepakatan. Dan semoga itu terjadi,” kata Trump.
Ia berharap pertemuan bilateral selanjutnya AS-Korut juga berjalan mulus. Pertemuan itu, menurut rencana, diselenggarakan akhir Mei atau awal Juni, kemungkinan di Singapura. Meski sejauh ini situasi positif, Trump tetap akan menekan Korut agar kesalahan Pemerintah AS sebelumnya tak terulang.
Paus Fransiskus memuji pemimpin Korsel dan Korut karena sudah berani membuat komitmen pada upaya perdamaian dan perlucutan senjata nuklir di Semenanjung Korea. Ia berdoa agar suasana positif dan kerja sama terus berlanjut dan memberikan keuntungan kepada rakyat Korea dan seluruh dunia.
Editorial China Daily menyebutkan, perlucutan senjata dapat membuka era pembangunan yang baru di kawasan ini. Namun, untuk mewujudkan tujuan itu, deklarasi Korsel-Korut, Deklarasi Panmunjom, harus diikuti rencana konkret.
Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull bahkan memuji negosiasi Trump menyatukan kedua Korea. Untuk membantu AS, Australia berjanji mengirim pesawat militer untuk memantau kapal-kapal Korut yang diduga mengangkut produk-produk yang termasuk barang ilegal sebagaimana disebutkan di dalam resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Meragukan
Berbeda pendapat dengan Australia, Iran menilai Washington bukan negara yang dapat dipercaya dalam perundingan. Bagi Iran pertemuan tingkat tinggi memang langkah penting dan arah yang sudah benar untuk menuju perdamaian dan keamanan regional dan global. ”Pemerintah AS bukan pemain yang kredibel. Mereka saja tidak memenuhi kewajiban internasional dan tidak pantas ikut campur dalam penyelesaian masalah antarnegara,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Bahram Qasemi.
Sejumlah pengamat menilai kesepakatan Korsel-Korut mengecewakan karena tidak ada kerangka waktu, tidak ada referensi verifikasi, dan juga tidak ada definisi yang jelas perlucutan nuklir seperti apa yang akan dilakukan. Patrick McEachern, analis dari Kementerian Luar Negeri AS dan Wilson Center, mengakui hasil pertemuan itu tetap positif karena Presiden Korsel Moon Jae-in berhasil setidaknya mengubah ambisi Kim memperluas kekuatan nuklirnya dari segi jumlah dan mutu. ”Ini awal yang bagus dan kita bisa optimistis, tetapi tetap harus waspada,” ujarnya.
Namun, Kim disebutkan oleh Pemerintah Korsel beberapa kali mencoba meyakinkan, jika AS dan Korut nanti bertemu langsung, Trump diharapkan akan menyadari, Kim bukanlah orang yang mau meluncurkan senjata nuklir ke Korsel, Pasifik, atau AS.
”Kalau kita sering bertemu dan membangun kepercayaan dengan AS dan menerima janji-janji untuk mengakhiri perang dan pakta non-agresi, kenapa kita harus repot-repot menyimpan senjata nuklir,” kata Kim yang dikutip Pemerintah Korsel. (REUTERS/AFP/AP/LUK)