Rainbow Warrior Kampanye untuk Memicu Titik Urgensi Polusi Udara
Oleh
BRIGITTA ISWORO LAKSMI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kehadiran kapal layar Greenpeace International, Rainbow Warrior, di Jakarta menandai kampanye Greenpeace Indonesia yang bertema ”Energi Bersih untuk Udara Bersih”. Kampanye dilakukan terutama untuk memicu titik urgensi di kalangan masyarakat tentang polusi udara.
Hindun Mulaika, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, mengatakan, di luar pengetahuan masyarakat bahwa terjadi pencemaran udara di Jakarta, ternyata masyarakat tidak merasa ada urgensi untuk memperbaiki kondisi tersebut.
”Semua orang paham karena hampir semua memakai masker meski maskernya biasa. Padahal, dengan kondisi Jakarta, setidaknya maskernya N95,” kata Hindun di sela-sela acara lelang untuk penggalangan dana Greenpeace International, Minggu (29/4/2018), di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Meski demikian, ”Mereka tidak memiliki perasaan urgensi karena mereka tidak tahu data dan tidak tahu hubungannya dengan ancaman pada kesehatan,” kata Hindun.
Aplikasi Udarakita
Greenpeace Indonesia telah meluncurkan aplikasi Udarakita yang bisa diunduh untuk Android. ”Dengan aplikasi itu bisa diketahui kondisi ambien udara di daerah tertentu di Jakarta. Itu bisa jadi peringatan dini penyakit,” ujar Hindun.
Kondisi udara ambien daerah Jalan HR Rasuna Said terbaca 179 untuk PM 2.5. Standar Indonesia adalah 65, sementara standar Organisasi Kesehatan Dunia 25.
Polutan udara yang perlu dicermati adalah PM 2.5 karena sangat berbahaya, sebab bersifat karsinogenik (bisa menyebabkan kanker). Semua pembakaran menghasilkan PM 2.5.
Saat ini indeks standar kualitas udara Indonesia untuk kondisi udara ambien ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP 45/MENLH/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara.
Hindun menegaskan jika sudah disadari tingkat urgensinya, berikutnya yaitu menggaungkan secara lebih besar lagi agar semua lapisan masyarakat tahu ada emergensi.
"Jika demikian maka akan muncul kesadaran tentang apakah sumbernya. Polusi tidak bisa diapa-apakan kalau kita tidak diketahui sumbernya," tegas Hindun.
Begitu diketahui sumbernya, tambah Hindun, maka bisa diketahui sumber polutan dan bisa dipikirkan bagaimana cara menekan sumber polusi.
"Pertama industrinya. Pertama dengan regulasi industri yang diperketat dan segera melakukan transformasi secepat mungkin. Apakah harus sekarang? Yang pasti kita tidak bisa hidup dengan kualitas udara seperti ini," kata Hindun.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Karliansyah mengatakan, ”Hasil monitoring harian menunjukkan kualitas udara Jakarta bagus, rata-rata PM 2.5 pada angka 34.”
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel Ahmad Safrudin mengatakan, ”Hampir 80 persen penduduk tahu problem pencemaran udara, tetapi mereka sudah apatis.”
Di sisi lain ada masyarakat yang apatis karena egois. Mereka mengatasi ancaman pencemaran udara dengan teknologi seperti AC.