Jalan Raya Tak Bertuan, Gelap, dan Rawan Kriminalitas
Jalan raya di perbatasan Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, seperti tak bertuan. Selama puluhan tahun diselimuti gelap, tanpa penerangan. Wilayah yang menjadi halaman muka Cirebon itu pun rawan kecelakaan dan kriminalitas.
”Ini sejarah di daerah kami. Akhirnya, setelah bertahun-tahun, akan dibangun alat penerangan jalan di sini,” ujar Camat Kapetakan Carsono saat peletakan batu pertama pembangunan alat penerangan jalan (APJ) di Jalan Raya Kapetakan, Cirebon, Sabtu (28/4/2018).
Kapetakan merupakan daerah paling utara di Cirebon yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, Jabar. Berjarak sekitar 25 kilometer dari pusat Kota Cirebon, kecamatan ini terdiri atas 9 desa dengan penduduk 62.000 jiwa.
Namun, jumlah penduduk besar tidak serta-merta menjadikan daerah ini sejahtera. Bahkan, Kapetakan dikenal dengan kemiskinan. Di sekitar permukiman warga, nasi aking (kering) muda dijumpai.
Sawah Kapetakan kebanjiran saat musim rendeng (hujan) dan kekeringan ketika musim tanam kedua atau musim gadu.
Soal infrastruktur, jalur perbatasan tersebut minim penerangan. Ketika malam hari, hanya lampu kendaraan dan sejumlah rumah warga yang menerangi. Padahal, ruas jalan bergelombang, bahkan ada yang berlubang. Sisi jalan juga kebanyakan berupa sawah.
Tidak ada alat penerangan jalan di jalan nasional tersebut. Selain rawan kecelakaan, kriminalitas, seperti pembegalan, juga rentan terjadi di sana. Polsek Kapetakan mencatat, rata-rata 15 kecelakan terjadi setiap bulan di jalur itu.
Spanduk imbauan polisi berisi waspada pencurian dengan kekerasan juga terpajang di jembatan Kapetakan. ”Ada anekdot, perbatasan Cirebon itu di Klayan (4 km dari Kota Cirebon) karena di sana terang dan ramai,” ujar Carsono.
Kalau malam hari, Losari seperti lorong, gelap. Masuk Jateng baru terang.
Tidak hanya di perbatasan Cirebon-Indramayu, wilayah Kanci (perbatasan Kota Cirebon-Kabupaten Cirebon) dan Losari yang berbatasan dengan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, juga minim penerangan. Padahal, daerah itu merupakan jalur pantai utara dari arah Jakarta menuju Jateng dan Jawa Timur.
Saat arus mudik Lebaran, jalan yang juga bergelombang, bahkan berlubang, di beberapa ruas itu dipadati sepeda motor. Truk bermuatan hingga puluhan ton melintasi jalur tersebut. Sawah dan lahan jagung serta bawang merah menghiasi sisi jalan.
Kepala Badan Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah IX Jabar Agung Raharjo mengakui masih banyak pekerjaan rumah terkait penerangan jalan di daerah perbatasan Jabar. ”Kalau malam hari, Losari seperti lorong, gelap. Masuk Jateng baru terang,” ujarnya.
Minimnya alat penerangan jalan di daerah itu bahkan dipelesetkan sebagai ”alat penerangan jualan”. ”Sebab, yang menerangi daerah itu, ya, lampu di warung para penjual,” kata Agung diikuti tawa puluhan warga Kapetakan.
Untuk itu, menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi, pihaknya saat ini membangun fasilitas keselamatan, seperti alat penerangan jalan dan rambu lalu lintas di Kapetakan, Kanci, dan Losari.
Di Kapetakan, 68 titik alat penerangan jalan lengan ganda (sisi kanan dan kiri) tengah dibangun. Budi bahkan berjanji menambah 20 alat penerangan jalan yang bersumber dari tenaga surya di sana. Alat penerangan jalan tersebut baru menjangkau 2 dari 9 desa.
Sementara di Kanci dan Losari bakal dibangun alat penerangan jalan masing-masing 28 titik dan 39 titik. ”Kami targetkan pembangunan selesai sebelum mudik Lebaran. Sekitar 100 warga lokal juga dilibatkan dalam pembangunan ini,” ujar Budi.
Dia berharap pemasangan alat penerangan jalan akan mengurangi, bahkan menghilangkan, kecelakaan lalu lintas dan kriminalitas di daerah perbatasan tersebut. Apalagi, menurut dia, setiap jam, ada 2 orang yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas.
”Kami mohon maaf sebesar-besarnya karena baru saat ini ada alat penerangan jalan di Kapetakan,” ujarnya. Tahun ini, Kemenhub menganggarkan Rp 600 miliar untuk pembangunan fasilitas keselamatan jalan, seperti alat penerangan jalan dan rambu lalu lintas.
Direktur Lalu Lintas Hubdar Kemenhub Pandu Yunianto mengatakan, selama ini, pihaknya terkendala anggaran untuk membangun fasilitas keselamatan jalan di berbagai daerah. ”Untuk pemeliharaannya saja kami cuma mampu menganggarkan Rp 1 miliar sampai Rp 2 miliar di setiap provinsi, kecuali DKI Jakarta,” ujarnya.
Diperkirakan, baru sekitar 20 persen dari seluruh kebutuhan alat penerangan jalan yang terpenuhi.
Dia mengakui, alat penerangan jalan masih kurang di jalan nasional di berbagai daerah. Untuk itu, pemerintah daerah diharapkan turut memberikan porsi anggaran lebih besar untuk fasilitas keselamatan jalan.
”Diperkirakan, baru 20 persen dari seluruh kebutuhan alat penerangan jalan yang terpenuhi,” kata Pandu.
Anggota Komisi V DPR, Yoseph Umarhadi, yang merupakan wakil rakyat wilayah Cirebon-Indramayu, mengatakan, keluhan minimnya penerangan di perbatasan Cirebon kerap disampaikan warga setempat. Ia berharap pemerintah terus menambah alat penerangan jalan.
”Pak Presiden Jokowi (Presiden Joko Widodo) harus memprogramkan ini,” ucapnya tersenyum. Menurut dia, penerangan jalan dapat memicu pertumbuhan ekonomi setempat karena wilayah tersebut semakin ramai.
Namun, warga setempat juga diminta menjaga alat penerangan jalan dari kasus perusakan ataupun pencurian. Jangan-jangan, pencurian terjadi karena selama ini jalan raya tersebut tak bertuan.