BOGOR, KOMPAS - Presiden Joko Widodo menyampaikan kegelisahannya di hadapan para ulama dunia, yakni menyangkut fenomena global yang sekarang sedang terjadi. Penetrasi teknologi informasi ibarat pisau bermata dua, selain menguntungkan juga menyimpan persoalan yang harus dihadapi.
"Teknologi informasi saat ini berkembang pesat, penggunaan media sosial begitu luas. Di satu sisi mempermudah interaksi, di sisi lain dipakai untuk menyebar ujaran kebencian dan juga dipakai untuk menyebarkan radikalisme" kata Presiden di depan ulama dunia saat membuka konferensi Islam moderat bertajuk High Level Consultation Meeting-World Muslim Scholars on Wasatiya Al-Islam di Bogor, Jawa Barat, Selasa (1/5/2018).
Berangkat dari fenomena ini, menurut Presiden, semakin memperberat tantangan untuk mengembangkan ajaran Islam moderat. Karena itu, Indonesia mendorong lahirnya moderasi Islam menjadi sebuah gerakan global.
Gerakan Islam moderat, kata Presiden harus menjadi gerakan yang membumi, yang dapat menginspirasi pemimpin dunia, ulama, para pemuda, dan umat Islam agar tetap teguh pada jalan moderat.
"Keterlibatan ulama menjadi penting, karena ulama adalah pewaris ajaran nabi dan obor keteladanan bagi umat," kata Presiden Jokowi.
Tidak berlebihan jika Presiden menginginkan forum ini dipakai sebagai ajang untuk berbagi pengalaman dalam mengembangkan toleransi, mengembangkan musyawarah, mengambil jalan tengah pada sebuah persoalan, dan menjadi pelopor kemaslahatan umat manusia.
"Saya meyakini, masih banyak lagi yang akan dibahas dan disepakati dalam forum konsultasi ini," katanya.
Presiden meyakini, jika para ulama bersatu padu dalam satu barisan untuk membumikan moderasi Islam, poros wasatiyyah Islam dunia akan menjadi arus utama, akan memberikan harapan pada lahirnya dunia yang damai, yang aman, sejahtera, berkeadilan, menjadi gerakan untuk mewujudkan keadilan sosial.
Dalam konteks ini, kata Presiden, posisi Indonesia sangat jelas, kami mendorong lahirnya poros Islam moderat dunia. "Kita ingin menunjukkan pada dunia bahwa Islam adalah agama yang diturunkan bagi seluruh alam semesta,," kata Presiden.
Konferensi ini dihadiri sekitar 100 tokoh ulama dan cendekiawan muslim dari dalam maupun luar negeri. Konferensi rencananya berlangsung mulai hari ini hingga 3 Mei 2018.
Selain Grand Syekh Al-Azhar Prof Dr Ahmad Muhammad Ath-Thayeb, hadir Wakil Presiden Republik Islam Iran Bidang Wanita dan Urusan Keluarga Masoumeh Ebtekar, dan para ulama dari berbagai negara.
Dari dalam negeri, hadir para pimpinan organisasi kemasyarakatan seperti Ulama dan Muhammadiyah, KH Quraish Shihab, Komaruddin Hidayat, dan sejumlah tokoh Muslim lain.
Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban Din Syamsuddin mengatakan pertemuan ini digelar sebagai ajang silaturahmi dan bertukar pikiran. Adapun isu besar yang dibahas pada pertemuan ini yakni Islam yang moderat relevan dengan krisis peradaban dunia yang terjadi.
"Kita berharap, ada legitimasi intelektual terhadap pikiran Indonesia, sekaligus posisi Indonesia, bahwa kita sudah mengamalkan ciri-ciri Islam wasatiyyah (jalan tengah). Salah satu dari banyak hal yang telah ada di negeri ini adalah budaya bermusyawarah," kata Din.
Sebelum acara, Presiden menerima kunjungan kehormatan delegasi Wakil Presiden Republik Islam Iran Bidang Wanita dan Urusan Keluarga Masoumeh Ebtekar. Pertemuan tertutup ini berlangsung mulai pukul 09.45 di Istana Bogor.
Mendampingi Presiden di pertemuan ini, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, serta Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Usai pembukaan para delegasi yang hadir salat jamaah di Istana Bogor, dilanjutkan dengan makan siang bersama. Saat makan siang, para delegasi mendapat sajian seni musik dan tarian budaya khas Jawa Barat.