JAKARTA, KOMPAS Cuaca dan suhu panas yang melanda Pulau Jawa, Selasa (1/5/2018) dipicu oleh dominannya angin timuran yang menandai musim kemarau. Pantauan citra satelit menunjukkan udara kering dari Australia meliputi sebagian besar Pulau Bali, Jawa, hingga Lampung.
Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, suhu udara di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, dan Halim Perdana Kusuma, Jakarta, pada siang hari 33 derajat celcius, dan di Curug-Tangerang dan Tanjung Priok 34 derajat celcius. "Angin timuran dominan pada Mei. Ini menandai mayoritas wilayah Indonesia memasuki musim kemarau," kata Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Ramlan, di Jakarta.
Sementara pantauan dari Pusat Peringatan Dini Siklon Tropis Jakarta-BMKG menunjukkan, siklon tropis Flamboyan yang terbentuk di barat daya Pulau Enggano pekan lalu saat ini berada 2.490 kilometer barat daya Bengkulu.
Siklon tropis ini menjauhi area Indonesia dengan kecepatan 14 km per jam sehingga kian tak berpengaruh pada dinamika cuaca di Indonesia. “Siklon tropis tersebut hanya berpengaruh pada gelombang tinggi sekitar Samudera Hindia,” kata Ramlan.
Siklon tropis tersebut hanya berpengaruh pada gelombang tinggi sekitar Samudera Hindia.
Pola musim di Indonesia umumnya dipengaruhi pergerakan angin monsun barat atau baratan dan monsun timur atau timuran. Angin monsun ini berembus secara periodik. Pada umumnya, angin timuran terjadi April sampai Oktober. Karena angin ini melalui gurun pasir Australia yang kering, pada bulan-bulan ini Indonesia akan mengalami kemarau.
Sebaliknya, angin baratan yang umumnya terjadi pada Oktober sampai April mengalir dari daratan Asia yang basah. Saat itu sebagian Indonesia akan mengalami musim hujan. Selain pola monsunal ini, sebagian wilayah Indonesia mengalami tipe semi-monsunal yang memiliki dua puncak musim hujan.
Daerah yang mengalami pola musim ini antara lain, Padang dan sebagian pesisir barat Sumatera, yang puncak hujannya sekitar November dan April. Adapun daerah seperti Kendari, curah hujan tinggi sepanjang tahun.
Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto menambahkan, analisis citra satelit Himawari menunjukkan, udara kering dari Australi mengalir nyaris di seluruh Jawa, Bali, hingga Lampung. "Peluang hujan berkurang dalam 10 hari ke depan," kata dia.
Sementara untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan Barat yang selama ini langganan kebakaran hutan dan lahan, menurut Siswanto, masih berpotensi dilanda hujan dengan intensiats sedang dan lebat dalam 10 hari mendatang. Oleh karena itu, peluang terjadinya titik api masih rendah.
Siswanto menyatakan, musim kemarau tahun 2018 ini diperkirakan lebih kering dibandingkan tahun 2017, namun tak akan sekering tahun 2015. Selama musim kemarau ini, peluang hujan masih mungkin terjadi oleh faktor lokal dan pergerakan massa udara sepanjang garis khatulistiwa atau dikenal sebagai madden julian oscillation (MJO). Adapun puncak musim kemarau diperkirakan akan terjadi pada Agustus dan September mendatang.