Guru Kreatif, Murid Pun Riang
Guru dapat mengembangkan profesionalitasnya dalam mendidik. Penyampaian materi pelajaran dengan metode yang variatif dapat mengatasi kebosanan siswa di dalam kelas.
Di tengah beban tugas administrasi dan adaptasi kurikulum, sejumlah guru berupaya menciptakan pembelajaran kreatif yang menyenangkan. Mereka mafhum, tugas mendidik barulah bermakna jika pengetahuan dapat diserap oleh murid dengan mata berbinar.
Suasana di SDN Sukatani 4 Depok, Jawa Barat, Kamis (26/4/2018), cukup riuh. Para murid kelas IV berebutan menyebut benda persegi di sekitarnya. ”Meja, pintu, buku,” sahut mereka dari bangku depan, belakang, kiri, dan kanan. Berdiri di depan kelas, guru mereka menantang para murid menyebutkan benda-benda berbentuk persegi yang ada di sekitar mereka.
Sang guru, Tien Suharni (47), lalu menyuruh anak mengeluarkan buku gambar mereka. Siswa- siswi diarahkan menggambar benda berbentuk persegi yang mereka tahu, lalu mewarnainya. Dia memang sedang mengisi pelajaran menggambar, yang dipadukan dengan materi bertema ”sudut” dari pelajaran Matematika. Materi ini disebut pembelajaran tematik terpadu, seperti tertera dalam Kurikulum 2013.
Dina Cantika (11), salah seorang murid, segera mengeluarkan peralatan gambarnya. Selain pulpen dan penggaris, krayon beragam warna juga dikeluarkan dari tas merah mudanya.
Tangan Dina lincah menggambar benda persegi panjang, di bagian tengahnya dia menulis kata ”papan tulis” dengan huruf kapital. Sebuah gambar lain segera dibentuknya di bagian bawah. Kali ini pintu lengkap dengan gerendel dan ornamen dibuatnya.
Sejenak, Dina berhenti. Matanya menerawang ke langit-langit kelas. Sebuah kipas angin tua berada tepat di atasnya. Tangannya gemulai menggambar sebuah kelopak bunga. Dia menggambar sebuah meja persegi dengan
hiasan bunga di bagian tengahnya. ”Suka gambar sama pelajaran Bahasa Indonesia,” ucapnya malu.
Tepat di kursi belakang Dina, Mutia (11), murid lain, asyik menggambar penggaris, lemari, dan jendela. Penggaris berwarna kuning, lemari berwarna coklat, dan jendela diwarnai biru.
Setengah berbisik, Mutia bilang bahwa dia senang diajar oleh Bu Tien. ”Suka sama Bu Tien.” Kenapa? ”Suka saja,” jawabnya.
Bu Tien adalah wali kelas IV. Dia mengajar tujuh mata pelajaran di kelas itu, yakni Bahasa Indonesia, Seni Budaya, PKN, IPA, IPS, Matematika, dan Bahasa Inggris. Guru yang terangkat menjadi PNS pada 2009—setelah 14 tahun mengabdi sebagai honorer—ini adalah satu dari dua guru di SDN Sukatani 4 yang mendapat tugas mengajarkan Kurikulum 2013.
Tien selalu berusaha mencari cara mengajar yang efektif dan disenangi siswa. Dia sadar, tuntutan guru dengan kurikulum baru mewajibkan guru menjadi fasilitator yang menyenangkan di kelas. Apalagi, sebagai guru yang telah mendapatkan tunjangan sertifikasi, dia merasa tugas dan tanggung jawab itu jauh lebih besar.
”Saat pelajaran menyanyi atau kewarganegaraan, saya suka putarin di depan kelas. Biar siswa tahu lagu anak itu bagaimana, tahu nadanya, dan bisa menyanyikannya. Kalau pakai laptop susah. Di sini proyektor hanya ada satu dan dipakai bergiliran,” ucap ibu dua anak ini.
SDN Sukatani 4 Depok adalah sekolah yang cukup sulit untuk didatangi. Sekolah yang berada di antara kompleks perumahan di Kelurahan Sukatani, Tapos, Depok, itu berada di ujung jalan tanpa ada penunjuk. Sekolah ini berjarak sekitar 10 kilometer dari Jalan Margonda Depok atau 40 kilometer dari Jakarta.
Sekolah ini memiliki 12 guru dengan komposisi 5 guru PNS dan 7 honorer. Total siswa 250 orang, terbagi dalam delapan rombongan kelas. Padahal, sekolah ini hanya punya enam ruangan kelas. Salah satunya merangkap perpustakaan.
Meski demikian, sekolah ini bukan tanpa prestasi. ”Kemarin kami menang lomba menyanyi tingkat Kota Depok,” kata Widodo, Kepala SDN Sukatani 4.
Tutor sebaya
Di SMK Negeri 36 Jakarta Utara, para guru menerapkan pola tutor sebaya. Pola ini juga berupaya menggiatkan siswa dan tidak menempatkan guru sebagai penceramah tunggal depan kelas. Ini juga merupakan cara pembelajaran dalam Kurikulum 2013.
Ariel Artha (18), siswa kelas XII jurusan Teknika Kapal Penangkapan Ikan di SMK ini, menjadi salah satu tutor sebaya untuk pelajaran Matematika di kelasnya. Sebagai tutor sebaya, Ariel bertindak sebagai pengajar layaknya guru kepada teman- temannya. ”Teman-teman lebih suka belajar dengan saya. Mungkin lebih enak untuk bertanya karena sesama teman. Kalau diajari oleh guru, mereka segan bertanya,” kata Ariel.
Selain Ariel, di sekolah tersebut juga ada Muhammad Sobirin (19), siswa Kelas XI Jurusan Multimedia, yang berperan sebagai tutor sebaya. Sobirin dan teman-temannya senang berguru kepada tutor sebaya karena untuk berkomunikasi lebih enak."Kalau mau tanya, kami tak segan. Jika mau bertanya sama guru, kan, terkadang suka segan,” katanya.
Begitulah cara guru dan sekolah menghadirkan suasana belajar yang menggairahkan. (JAL/MDN)