WAIKABUBAK, KOMPAS — Kematian Poro Duka (40), warga Desa Patiala Bawah, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, Rabu (25/4/2018), berbuntut panjang. Petrus Patiala, pengacara korban, akan melaporkan tewasnya Poro Duka ke Komnas HAM, Komisi Kepolisian Nasional , dan Komisi III DPR, dengan membawa sejumlah bukti.
”Kematian Poro Duka jelas akibat tembakan peluru tajam. Mengapa polisi begitu getol membela pengusaha dan menembak rakyat kecil,” ujar Petrus saat dihubungi ketika berada di Bandara Tambolaka, Sumba Barat Daya, Selasa (1/5/2018), saat akan menuju Jakarta.
Petrus dan tim membawa sejumlah barang bukti berupa rekaman video, gambar foto korban, dua proyektil aktif, dan lima selongsong peluru yang ditemukan di lokasi kejadian.
”Bukti-bukti itu kami temukan di dekat korban tergeletak. Korban terluka tembak di dada, sedikit di atas ulu hati. Peluru itu diduga kena jantung korban sehingga tewas di tempat. Peluru bersarang di dada korban,” kata Petrus.
Sebelumnya, tim Kepolisian Resor Sumba Barat telah menyisir lokasi kejadian guna mencari peluru atau selongsong peluru. Namun, yang ditemukan baru sebagian karena masih ada peluru yang tertinggal di rerumputan dan semak-semak.
Otopsi disaksikan orangtua korban
Hasil otopsi jenazah korban di RSUD Waikabubak menyimpulkan, ada peluru bersarang di tubuh korban. Saat otopsi, Petrus bersama Kapolres Sumba Barat Ajun Komisaris Besar Gusti Maycandra Lesmana berada di luar ruangan.
Orangtua korban, Luther Laku Nija, menyaksikan langsung proses otopsi. ”Saat itu dokter mengeluarkan proyektil dari dada korban. Bapak Luther Nija tanya, apa itu dokter. Langsung dijawab, ini proyektil di dalam tubuh anak bapak. Luther Nija ingin memotret proyektil itu, termasuk seluruh proses otopsi, tetapi dilarang oleh dokter forensik,” kata Petrus.
Luther Nija dalam keterangan pers di Kantor Yayasan Perkumpulan Inisiatif Advokasi Hukum dan HAM (PIAR) NTT di Kupang, mengatakan, sewaktu berada di ruang otopsi, ia melihat proyektil yang diperlihatkan dokter ahli forensik. Namun, ia dilarang memotret proyektil itu karena dilarang polisi yang berjaga.
Direktris PIAR Sarah Lery Mboeik juga akan melaporkan peristiwa itu ke Amnesty International Indonesia di Jakarta dan meminta bantuan LPSK terhadap Luther Nija dan keluarga, serta tim pengacara. Semua alat bukti dinilai sudah cukup kuat untuk memproses para pelaku secara hukum.
Sudah sesuai prosedur
Gusti Maycandra Lesmana menegaskan, anak buahnya bertugas sesuai prosedur standar operasi di lapangan. Soal proyektil di dada korban, itu hanya ahli yang bisa menyimpulkan. Ia tidak bisa mengambil kesimpulan sendiri.
Selain korban Poro Duka yang tewas, juga ada korban Markus Mati Duka (35) yang terluka tembak di bagian kaki. Kini, ia sedang dirawat intensif di RSUD Waikabubak.
Peristiwa penembakan itu terjadi pada Rabu lalu, 25 April, saat polisi mengamankan pengukuran tanah seluas 50 hektar di Desa Patiala Bawah, milik salah satu perusahaan. Pengukuran disaksikan aparat Badan Pertanahan, aparat Kecamatan Lamboya, Kepala Desa Patiala Bawah, dan pihak perusahaan dengan kuasa hukumnya. Pengukuran terhambat karena ada protes sejumlah warga yang berakhir dengan penembakan.