JAKARTA, KOMPAS — Kematian pekerja bernama Tarno (41) akibat tertimpa longsoran tanah galian di Penjaringan, Jakarta Utara, menunjukkan adanya dugaan pelanggaran keselamatan kerja. Kepolisian, Pemerintah Provinsi DKI, dan PAM Jaya masih menyelidiki untuk tahu penyebab pastinya.
“Kami tidak bisa mengatakan apakah ini kontraktornya atau mandornya (yang bersalah). Kami juga mesti lihat pekerjanya melakukan apa,” tutur Direktur Utama PD PAM Jaya Erlan Hidayat usai meninjau lokasi kejadian, Rabu (2/5/2018). Ia menyebutkan, seluruh faktor mesti dikaji sebelum menyimpulkan penyebab tanah longsor di lubang hasil penggalian.
Tarno terperosok lalu teruruk longsoran tanah dari dinding lubang galian di persimpangan Jalan Tanah Merah dengan Jalan Jembatan Tiga pada Selasa (1/5/2018) pukul 15.00. Tim evakuasi baru berhasil mengangkat jenazahnya pada Rabu sekitar pukul 04.00.
Penggalian tersebut adalah bagian dari proyek jaringan distribusi pipa ke Rumah Susun Penjaringan Menara 1 dan 2 (Blok E, F, dan G) di Jalan Tanjung Wangi/Tanah Pasir. Pekerjaan sejak 22 Januari 2018 ini bakal berlangsung selama 120 hari kalender. Erlan menuturkan, kemajuan proyek ini sudah mencapai 90 persen.
PAM Jaya menggunakan jasa PT Bone Mitra Abadi sebagai kontraktor penggalian. Menurut Erlan, perusahaan itu sudah berpengalaman lama dalam proyek galian pipa air. Dengan PAM Jaya, kemitraan sudah berjalan sekitar tiga tahun.
Dua pekerja diselamatkan
Seorang pengemudi ojek sekaligus saksi mata kejadian, Bahrudin (40), menceritakan, pada Selasa sore, ia berada di pangkalan ojek di seberang lokasi galian. Sekitar pukul 15.00, ia mendengar teriakan minta tolong dari lubang galian. Sebanyak dua pekerja berhasil diselamatkan, sedangkan Tarno terjebak di dalam lubang yang sudah dipenuhi lumpur.
“Lumpurnya tidak memungkinkan diangkat secara manual, kedalamannya bisa empat-lima meter. Kalau mau nolong takut ada korban lagi, maka langsung hubungi kepolisian,” ujar Bahrudin.
Tim evakuasi antara lain terdiri dari anggota Kepolisian Sektor Metropolitan Penjaringan Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Utara, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI, Badan SAR Nasional, serta Palang Merah Indonesia.
Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Metro Penjaringan Komisaris Mustakim mengatakan, pihaknya memintai keterangan dari tiga rekan kerja Tarno serta satu mandor. Informasi sementara, struktur tanah berupa sirtu atau pasir batu, dan di bagian bawah juga terdapat lumpur. Artinya, tanah diduga berkondisi labil.
Tanah di lubang galian longsor setelah para pekerja menggali sepanjang lebih kurang enam meter. “Tanah longsor baik dari atas, samping kanan, atau pun kiri,” ucap Mustakim.
Wajib pengaman dinding
Menurut ahli kesehatan, keselamatan kerja (K3) dari Asosiasi Ahli K3 Konstruksi Indonesia, Anas Zaini Iksan, longsornya tanah di dinding galian tersebut menunjukkan pengamanan dinding minim.
Padahal, sesuai Pedoman Pelaksanaan tentang K3 pada Tempat Kerja Kegiatan Konstruksi berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor KEP-174/MEN/1986 dan Nomor 104/KPTS/1986, dinding-dinding galian yang berisiko bagi pekerja karena tanah bergerak harus dibentuk dengan talud pengaman, penahan-penahan, tameng-tameng portabel, atau cara-cara pengamanan serupa.
“Pekerja galian tidak diizinkan masuk terowongan galian jika tidak ada jaminan keselamatan dengan sistem tersebut,” ucap Anas. Analisis keselamatan pekerjaan juga mesti ada, dengan mempertimbangkan semua potensi bahaya sesuai kondisi spesifik di lapangan.
Contohnya, kepadatan lalu lintas di area proyek yang bisa berdampak pada getaran tanah dan memicu longsor. Pantauan pada Rabu (2/5/2018) siang-sore, Jalan Tanah Merah dan Jembatan Tiga yang bersinggungan dengan lubang galian ramai oleh beragam kendaraan, termasuk truk dan bus.
Terkait dugaan pengamanan dinding lubang galian minim, Erlan belum bisa memberi tanggapan. “Saya tidak berani menilai duluan karena harus ada pemeriksaan dahulu,” katanya.