Abdul Hakim Nusantara dan Meluasnya Perspektif Perjuangan HAM
Oleh
Satrio Pangarso Wisanggeni
·4 menit baca
Pegiat Hak Asasi Manusia Abdul Hakim Garuda Nusantara berpulang pada hari ini, Jumat (4/5/2018) subuh pada usia 64 tahun. Dunia perjuangan HAM kehilangan salah satu tokohnya.
Semasa hidupnya, Hakim, panggilan akrab almarhum, telah bergiat di berbagai institusi pejuang hak asasi manusia antara lain, LBH Jakarta, YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Elsam (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat), Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), Infid (International NGO Forum on Indonesian Development) dan Komisi Nasional (Komnas) HAM.
Jenazah Hakim dimakamkan selepas shalat Jumat di pemakaman umum di dekat rumahnya di Kemang Pratama Regensi, Bekasi. Selain dihadiri keluarga, rekan-rekannya sesama pejuang HAM pun hadir di sana. Oleh rekan-rekannya, Hakim dinilai telah berkontribusi besar dalam memperluas dimensi perjuangan hak asasi manusia di Indonesia.
Lebih dari litigasi
Salah satu yang hadir adalah Sandra Moniaga, Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM periode 2017-2022. Pada 1993, Sandra mendirikan Elsam bersama Hakim, Asmara Nababan (Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen), Hadimulyo (Lembaga Studi Agama dan Filsafat), dan Agustinus Rumansara (Sekretaris INFID). Ia menilai, Hakim adalah salah sedikit orang yang berjuang untuk memajukan dan melindungi HAM secara komprehensif di Indonesia.
“Ketika orang belum bicara HAM, (Alm Hakim) sudah memulai. Contohnya, ketika pemerintah mendirikan Komnas HAM, Bang Hakim mendirikan Elsam. Dan Elsam didirikan untuk melengkapi kerja HAM Indonesia di aspek kajian. Sebab pada saat itu, kerja HAM yang sudah ada hanya litigasi dan advokasi,” kata Sandra ditemui di rumah duka, Jumat (4/5/2018) siang.
Sandra menuturkan, contoh konkret pengaruh Hakim bersama Elsam di dalam perjuangan HAM adalah ketika Indonesia meratifikasi Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment atau Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia. Indonesia meratifikasi konvensi internasional tersebut melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998.
“Pencapaian itu adalah salah satu catatan penting indonesia dalam ratifikasi konvensi-konvensi internasional. Saat itu perdebatannya keras, karena pada saat itu masih ada DOM (daerah operasi militer). Jadi ini semacam angin segar dalam perjuangan HAM di Indonesia,” kata Sandra.
Lingkungan hidup dan manusia
Hakim juga dinilai telah berkontribusi besar dalam advokasi lingkungan hidup di Indonesia. Hakim memperkenalkan pandangan bahwa hak atas lingkungan hidup juga terintegrasi di dalam hak asasi manusia. Aktivis sosial dan lingkungan Nursyahbani Katjasungkana menuturkan, saat Hakim menjadi Ketua Presidium Walhi, ia berkontribusi besar dalam mendorong hak atas lingkungan hidup ke dalam konsep HAM.
“Beliau memperkenalkan bahwa lingkungan hidup memiliki legal standing yang sama seperti manusia,” kata Nursyahbani. “Hak atas lingkungan hidup itu ternyata di masa sekarang memiliki peran yang besar, seperti sekarang ada masalah yang diakibatkan perkebunan sawit dan tambang,” tambah Nursyahbani.
Hakim juga berperan penting dalam menciptakan arah baru bagi Walhi, kata Sandra. “Walhi awalnya lebih bermitra dengan pemerintah. Namun pada akhir 1980-an, ketika (Hakim menjadi) Ketua Presidium Walhi, Hakim mendorong Walhi untuk menjadi jaringan LSM untuk advokasi lingkungan,” kata Sandra.
HAM dan demokrasi
Selain mendorong ratifikasi berbagai konvensi HAM, Hakim juga dinilai telah berkontribusi pada pengaitan konsep demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi. Hendardi pernah berkegiatan dengan Hakim di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Hendardi mengatakan, Hakim adalah salah satu dari sedikit orang yang memperkenalkan konsep-konsep demokrasi kepada publik melalui LBH Jakarta. “Sejak (kepemimpinan) Hakim, LBH Jakarta masuk pada konsep-konsep demokrasi. Jadi lebih luas. Jadi kami melihat bahwa adanya persoalan kemiskinan, ketidakadilan itu menunjukkan ada persoalan di dalam demokrasi Indonesia,” kata Hendardi.
Hendardi menambahkan, kerja Hakim memperkenalkan konsep HAM dan demokrasi di Indonesia menjadi lebih penting melihat kondisi politik masa itu, yakni di bawah kekuasaan Soeharto yang cenderung otoriter. “Peran Hakim di LBH Jakarta jelas penting. Karena ia mendorong konsep-konsep HAM dan demokrasi di bawah rezim otoriter,” kata Hendardi.
Dengan pandangannya yang begitu berpengaruh, gelar ‘guru’ cocok disematkan kepada Hakim, kata Hendardi. “Hakim adalah guru banyak orang di LBH Jakarta. Orangnya memang pandai. Tetapi tetap sederhana. Itu yang patut diteladani,” ucapnya.