Pendidik menjadi ujung tombak dalam melahirkan generasi muda yang memiliki pemikiran terbuka dan kritis. Pemikiran yang terbuka dan kritis menjadi modal utama untuk menangkal kabar bohong yang banyak beredar akhir-akhir ini.
SEMARANG, KOMPAS -- Peran pendidik sangat strategis dalam merajut kebinekaan dan menangkal kabar palsu atau hoaks di kalangan pelajar. Di tengah pesatnya kemajuan teknologi informasi, institusi pendidikan beserta para pendidik, dituntut membentuk generasi kritis dan solutif, sekaligus menerima keragaman sebagai modal meraih sukses bersama.
Demikian benang merah dalam Bincang Kompas Pendidikan bertema “Revitalisasi Peran Pendidik dalam Merajut Kebhinekaan dan Menangkal Hoaks” yang diselenggarakan Harian Kompas dan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga di Hotel Noormans, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (3/5/2018).
Hadir sebagai pembicara Rektor Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Neil Semuel Rupidara, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Jateng Widadi, Kepala Seksi Kurikulum Bidang Pembinaan SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jateng Hari Wulyanto, dan pengamat multikulturalisme dan demokrasi UKSW Pamerdi Giri Wiloso.
Widadi mengatakan, pendidik mulai tingkat pendidikan dasar hingga tinggi menjadi ujung tombak dalam melahirkan generasi muda yang memiliki pemikiran terbuka dan kritis. Fungsi utama pendidik bukan sekadar mencerdaskan, tetapi juga membahagiakan siswa. Mereka harus diperlakukan sesuai minat dan bakatnya, tidak disamaratakan seperti kurikulum sekarang.
“Di era kemajuan teknologi, prinsip penyusunan kurikulum tetap harus memanusiakan manusia bukan menjadikan manusia seperti robot yang bernalar tinggi, tetapi tak bernurani,” kata Widadi.
Tangkal kabar bohong
Namun, kata Widadi, mayoritas pendidik kini hanya memindahkan isi buku ke otak peserta didik. Akibatnya, siswa tak memiliki pemikiran kritis dan solutif. Kondisi tersebut sangat berbahaya karena siswa bisa dengan mudah menerima berbagai kabar bohong yang akhir-akhir ini marak.
Hari Wulyanto juga mengatakan, tantangan besar dunia pendidikan Indonesia adalah menciptakan siswa kritis. Selama ini siswa cenderung menghapal dan memahami konsep tanpa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kurikulum saat ini telah memasukkan aspek pemikiran kritis dan pemecahan masalah, tetapi butuh kreativitas dan inovasi guru dalam menerapkannya.
Di tingkat pendidikan tinggi, kata Neil, kesadaran pendidik untuk menangkal peredaran kabar bohong sangat penting. Pendidik harus lebih selektif memilih konten informasi yang akan dijelaskan pada mahasiswa. Pendidik juga bertanggungjawab menumbuhkan sikap kritis agar mahasiswa tidak mudah menerima informasi.
Pamerdi menambahkan, mata pelajaran multikulturalisme patut dipertimbangkan masuk dalam kurikulum pendidikan. Selama ini, multikulturalisme sebatas tersirat dalam beberapa mata pelajaran tanpa dijelaskan secara detail. Multikulturalisme penting dipahami untuk memandang, mengakui, dan menghormati berbagai perbedaan di era globalisasi yang cenderung menyeragamkan.
“Semua orang harus berjiwa besar untuk menghargai perbedaan. Sekolah harus menjadi ruang publik yang memfasilitasi siswa dari berbagai latar belakang,” katanya.
Kerja sama
Terkait penyediaan informasi yang berkualitas, dalam acara tersebut Harian Kompas menjalin kerja sama dengan UKSW Salatiga untuk pemanfaatan konten Kompas.id melalui jaringan internet nirkabel (Wifi) kampus. Nantinya, seluruh mahasiswa dan civitas akademika di lingkungan UKSW bisa mengakses Kompas.id secara gratis.
Perjanjian kerja sama tersebut ditandatangani Direktur Bisnis PT Kompas Media Nusantara Lukas Widjaja dan Rektor UKSW Neil Samuel Rupidara seusai diskusi.
Kemarin di Bandung, Jawa Barat, Harian Kompas juga menandatangani kesepakatan kerja sama dengan Telkom University. Kerja sama ini berkaitan dengan akses gratis Kompas.id bagi Telkom University selama tiga bulan ke depan. Kompas.id adalah media digital Harian Kompas yang mengedepankan berita akurat dan mendalam.
Penandatanganan kesepakatan kerja sama tersebut dilakukan seusai diskusi bertema “Cerdas Lawan Hoaks dengan Jurnalisme Presisi” di Telkom University Bandung, Jawa Barat. Hadir sebagai pembicara utama adalah pendiri PT Media Kernels Indonesia Ismail Fahmi di Bandung dan Wakil Redaktur Pelaksana Harian Kompas Sutta Dharmasaputra.
Kedua kerja sama tersebut kembali menegaskan komitmen Harian Kompas untuk menghadirkan akses informasi yang terpercaya dan berkualitas menangkal kabar bohong.