Medan, Kompas- Sebagai proses berdemokrasi, debat pada Pilkada Provinsi Sumatera Utara putaran I bertema ”Tata Kelola Pemerintahan yang Bebas Korupsi”, Sabtu (5/5/2018) malam, di Hotel Santika Premiere Medan, berlangsung meriah. Namun, di sisi substansi, debat itu belum sampai pada tataran implementatif di Sumut.
”Sudah ada satu-dua yang implementasi, seperti penganggaran elektronik. Namun, secara keseluruhan belum sampai ke substansi,” kata ahli ekologi manusia dari Universitas Sumatera Utara (USU), R Hamdani Harahap.
Debat itu disiarkan langsung oleh Kompas TV, TVRI, dan RRI serta dijaga ketat aparat. Sekitar 500 orang saja yang diperbolehkan masuk ke ruangan acara.
Pendukung kedua pasang calon gubernur-wakil gubernur Sumut, yakni Edy Rahmayadi-Musa Rajeksyah dan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus, tak henti bersorak-sorai dalam ruangan hingga berkali-kali harus diperingatkan oleh moderator.
Dalam paparannya, pasangan Edy-Musa menyatakan, visi kepemimpinannya adalah membuat Sumut bermartabat lewat tata pemerintahan yang transparan, partisipatif, dan akuntabel. Edy menekankan penataan ketenagakerjaan, pendidikan, infrastruktur, nelayan, dan pertanian.
Adapun pasangan Djarot-Sihar mengatakan hadir untuk melakukan perubahan pada tata kelola pemerintahan yang transparan, bersih, dan bebas dari korupsi melalui pemakaian teknologi dan mudah diakses publik. Pihaknya menekankan pada peningkatan profesionalisme aparatur sipil negara dengan key performance indicator dan penggunaan teknologi mulai dari perencanaan hingga pengadaan barang dan jasa. Selain itu, juga perubahan pola pikir birokrasi untuk melayani.
Pokok bahasan
Dalam debat juga dibahas masalah efektivitas birokrasi, penanganan konflik agraria, masyarakat adat, budaya Dalihan Natolu dalam birokrasi, kasus korupsi di Sumut, pemekaran, ketimpangan antarwilayah, defisit anggaran dan pinjaman pihak ketiga, serta keteladanan pemimpin.
Ada tujuh panelis dalam debat, dari akademisi dan lembaga swadaya masyarakat. Namun, peran mereka kurang begitu terlihat.
Hamdani menilai, pasangan Edy-Musa amat percaya diri dan tegas sebagai warga Sumut. Sementara pasangan Djarot-Sihar menawarkan perubahan dan keterbukaan. ”Dua-duanya menarik,” ujarnya. Untuk cara penanganan korupsi, keduanya juga berbeda. Edy-Musa menawarkan keimanan pada Tuhan, sedangkan Djarot-Sihar lebih pada perubahan sistem.
Pengamat anggaran dari Sumut, Elfanda Ananda, mengakui, dari kedua pasang calon itu terlihat yang berpengalaman soal isu anggaran dan yang tak berpengalaman. Calon yang belum berpengalaman memang agak kesulitan menjawab pertanyaan soal anggaran.