Menyusun Rusun di Stasiun
Kemajuan perkeretaapian melesatkan stasiun sebagai salah satu tempat penting di Jabodetabek. Hunian kian dekat dari stasiun, menjual kemudahan akses transportasi publik. BUMN pun melirik stasiun untuk hunian vertikal.
Jauh-jauh hari, penjualan rumah susun di area Stasiun Tanjung Barat, Jakarta Selatan, laris diburu peminat. Lokasi yang strategis membuat orang mencarinya.
"Antusiasme atas pengembangan hunian di kawasan stasiun ini sangat tinggi, dapat dilihat dari persentase pesanan yang melebihi dari unit yang tersedia," kata Direktur Korporasi/Bisnis Perum Perumnas Galih Prahananto, dalam jawaban tertulis ke Kompas, Jumat (4/5/2018).
Di atas tanah seluas 8.343 meter persegi milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) itu, Perumnas akan membangun 256 unit rusun sederhana milik (rusunami) serta 959 apartemen sederhana milik (anami). Selain itu, ada area komersial seluas 1.900 meter persegi.
Rusunami diutamakan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Rusunami ini dapat diperoleh dengan memanfaatkan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Artinya, rusun diperuntukkan bagi masyarakat yang belum memiliki rumah serta mengantongi gaji pokok maksimal Rp 7 juta per bulan.
Adapun anami dijual untuk masyarakat umum, sesuai harga pasar.
Harga jual rusunami dan anami ini berkisar Rp 7 juta-Rp 18 juta per meter persegi.
Adapun luas unit di Stasiun Tanjung Barat dibagi tiga yakni 22 meter persegi (studio), 36 meter persegi (1 kamar tidur), dan 47 meter persegi (2 kamar tidur). Untuk rusun bersubsidi, unit yang dijual minimal tipe 1 kamar tidur.
Selain Stasiun Tanjung Barat, Perumnas juga akan mengembangkan hunian-area komersial di Stasiun Pondok Cina dan Stasiun Rawabuntu.
Di Pondok Cina, Kota Depok, untuk tahap 1, akan dikembangkan 200 unit rusunami, 2.628 unit anami, dan 6.000 meter persegi area komersial.
Di Rawabuntu, Kota Tangerang Selatan, pada tahap 1, Perumnas akan membangun 200 unit rusunami, 620 unit anami, dan 4.677 meter persegi area komersial.
Galih mengatakan, seleksi kepemilikan hunian, terutama untuk hunian bersubsidi, dilakukan secara umum mengacu pada Peraturan Pemerintah yang berlaku mengenai FLPP untuk hunian bersubsidi dan aturan perbankan.
"Perumnas juga melakukan seleksi dengan melakukan kajian sosial yang melibatkan pakar atau ahli sosiologi guna menciptakan hunian yang berbasis pada pengembangan komunitas (community development)," katanya.
Di Tanjung Barat, lokasi calon gedung jangkung itu sudah ditutupi dengan seng. Meskipun peletakan batu pertama dilakukan Agustus 2017, pembangunan fisik belum terlihat di lokasi.
Menarget stasiun KRL
Tanjung Barat, Pondok Cina, dan Rawabuntu adalah tiga dari 11 lokasi stasiun yang sudah dikerjasamakan PT KAI dengan sejumlah BUMN mitra. Masa kerja sama penggunaan lahan di area stasiun ini adalah 50 tahun.
Dalam rencana, total 50 stasiun di wilayah Daerah Operasi (Daop) 1 Jakarta yang akan dikerjasamakan untuk pembangunan rusun. Ke-50 stasiun ini berada di Jabodetabek.
Hilir-mudik 926 perjalanan KRL saban hari menjadi daya tarik untuk penghuni rusun ini kelak. Saat ini, rata-rata 997.853 penumpang KRL setiap hari.
Jumlah penumpang KRL memang tumbuh signifikan. Data PT KAI Commuter Indonesia (KCI), anak perusahaan PT KAI yang juga operator KRL, rata-rata penumpang KRL naik sekitar 40 persen dalam kurun 3 tahun. Tahun 2015, rata-rata 700.000 penumpang KRL dalam sehari. Sementara di tahun 2017, KRL digunakan 993.000 penumpang sehari.
"Bagi kami, rusun di stasiun ini berpotensi menambah jumlah penumpang. Tentu saja, selain mendapatkan pemasukan dari penyewaan aset lahan," kata Direktur Utama PT KAI Edi Sukmoro, Senin pekan lalu.
Pembangunan hunian di area stasiun ini, menurut Edi, berawal dari ide Presiden Joko Widodo yang menginginkan adanya hunian bagi MBR. Dengan tinggal di hunian yang dekat dengan stasiun, diharapkan ongkos transportasi penghuni bisa dipangkas karena mereka bisa berjalan kaki atau memakai kereta dari stasiun.
Dari sejumlah riset, pengeluaran masyarakat untuk biaya transportasi bisa mencapai 30 persen dari penghasilan.
Pembangunan hunian di area stasiun ini juga menjadi bagian dari penyediaan 1 juta unit rumah yang dicanangkan pemerintah pusat.
Sebagai bentuk sinergi BUMN, PT KAI menggandeng sejumlah BUMN untuk mitra pembangunan di kawasan stasiun. Selain Perumnas, BUMN yang digandeng adalah PT PP, PT Wijaya Karya, PT Waskita Karya, PT Adhi Karya, dan PT Hutama Karya.
Edi mengatakan, tidak semua menara hunian dibangun di atas rel. Sebagian memakai lahan PT KAI yang ada di sekitar stasiun.
Di Stasiun Juanda, misalnya, tanah PT KAI di seberang stasiun yang akan dibangun untuk hunian. "Nantinya, kantor ini (Jakarta Railway Center/JRC yang merupakan kantor PT KAI) juga akan ditinggikan sebagai bagian dari area yang dibangun," kata Edi.
Sebagai penghubung, akan dibangun jembatan layang (skybridge) yang menghubungkan stasiun dan area hunian-perkantoran ini. Konsep serupa juga akan dilakukan di sejumlah lokasi bangunan.
TOD
PT KAI menyebut, pembangunan hunian termasuk dalam konsep kawasan transit oriented development alias TOD. Acuannya adalah Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pengembangan Kawasan Transit Oriented Development.
Meskipun aturan Pergub membatasi area parkir, Edi mengatakan, area parkir (park and ride) di stasiun yang akan dibangun hunian ini tetap ada. Ini untuk mengakomodasi kebutuhan pengguna KRL yang tidak bermukim di situ.
Sebagai bagian dari integrasi, Edi berharap, bus transjakarta juga bisa melayani penumpang di stasiun-stasiun KRL. Koneksi ini diharapkan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi bagi mereka yang bermukim di stasiun kelak.
Perumnas, menurut Galih, juga memperhatikan akses bagi pejalan kaki dengan menyediakan jalur pedestrian yang layak serta area parkir sepeda di lokasi pemukiman yang digarap. Di sisi lain, area parkir untuk kendaraan pribadi, baik sepeda motor maupun mobil, juga akan disediakan.
Hal lain yang akan diperhatikan Perumnas adalah integrasi antarmoda transportasi guna mendukung pergerakan masyarakat, salah satunya dengan menyediakan ruang bagi angkutan pengumpan dari dan ke stasiun, angkutan daring, dan moda penunjang lainnya yang terintegrasi dengan moda utama KRL.
Direktur The Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Yoga Adiwinarto mengatakan, esensi pengembangan kawasan berbasis TOD adalah cara untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan.
Kota berkelanjutan tercermin saat kegiatan yang dibutuhkan setiap warga dapat terpusat di area sekitar stasiun angkutan massal. Dengan hunian, kantor, tempat rekreasi, pusat makanan, dan fasilitas lain di sekitar stasiun, diharapkan kegiatan warga lebih efisien dan dapat dilakukan hanya dengan berjalan kaki. Jika perlu bepergian agak jauh, menggunakan angkutan umum.
Fokus utama TOD adalah penciptaan kawasan yang mendukung untuk berjalan kaki. Penggunaan kendaraan pribadi yang menurun adalah konsekuensi atau dampak penerapan TOD, bukan tujuan akhir. "Jangan sampai program pemerintah ini hanya berada di dekat area transit saja, tetapi pola pengembangan masih pola lama yaitu car-oriented," ujar Yoga.
(Agnes Rita S/Ratih P Sudarsono/Dian Dewi Purnamasari/Irene Sarwindaningrum)