BANJARBARU, KOMPAS- Majelis Ulama Indonesia kembali menyelenggarakan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia. Pada gelaran ke-6 Ijtima’ Ulama di Kalimantan Selatan tahun ini, para ulama dan cendekiawan Muslim berkumpul untuk merespons tiga persoalan utama di kehidupan umat Islam dan bangsa Indonesia.
Tiga masalah itu adalah masalah kebangsaan, keagamaan aktual, dan peraturan perundang-
undangan. Permasalahan itu akan dibahas selama tiga hari oleh sekitar 700 ulama-cendekiawan di Pondok Pesantren Al-Falah, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
”Hasil Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia diharapkan jadi sumber inspirasi, kaidah penuntun, landasan berpikir bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” kata Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin dalam pembukaan gelaran ke-6 Ijtima’ Ulama di Banjarbaru, Senin (7/5/2018).
Gelaran ke-6 Ijtima’ Ulama yang bertema ”Meningkatkan Peran Ulama dalam Melindungi dan Memajukan Umat, Bangsa, dan Negara” itu dibuka Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Turut hadir dalam acara
itu Gubernur Kalsel Sahbirin Noor dan Kapolda Kalsel Brigadir Jenderal (Pol) Rachmat Mulyana.
Ma’ruf mengatakan, umat Islam sebagai bagian terbesar penduduk Indonesia mempunyai tanggung jawab besar dalam menjaga bangsa ini dari upaya- upaya penyimpangan khitah pendirian bangsa.
Para pendiri bangsa telah mencapai kemufakatan dalam menancapkan khitah dan prinsip-prinsip kebangsaan. ”Kita sebagai generasi penerus wajib menjaganya dari setiap upaya pengaburan makna dan penyimpangan,” ujarnya.
Menurut Ma’ruf, umat Islam terpanggil untuk berada di garda terdepan menjaga eksistensi negara bangsa Indonesia.
Obor
Lukman menyebut kehadiran ulama di tengah masyarakat akan menjadi obor di tengah umat. Ulama adalah mereka yang memiliki dua keunggulan komparatif, yaitu punya kedalaman ilmu pengetahuan dan punya tingkat ketakutan kepada Allah di atas rata-rata.
”Dengan modal ilmu yang dalam dan rasa takut pada Allah yang tinggi, fatwa-fatwa keagamaan yang dikeluarkan para ulama akan memberikan kemaslahatan yang besar bagi umat manusia,” kata Lukman.
Menurut Lukman, isu mengenai politisasi agama, kewajiban bela negara, pemberdayaan ekonomi umat, distribusi dana zakat, masalah perhajian, dana abadi umat, aliran kepercayaan, dan RUU Pendidikan Pesantren merupakan masalah penting yang patut dicarikan jawabannya.
Jawaban dari para ulama atas berbagai persoalan itu sangat dinantikan supaya kebijakan yang akan diambil pemerintah (umara) dapat seiring sejalan dengan aturan agama.
Keselarasan antara kebijakan negara dan hasil musyawarah para ulama adalah bukti nyata terjalinnya relasi mesra antara ulama dan umara.
”Saya berharap para ulama bisa jadi stimulator, akselerator, dan integrator dalam mendorong bangsa ke arah yang lebih baik,” ujar Lukman.