JAKARTA, KOMPAS-Mahkamah Agung terjunkan Badan Pengawasan (Bawas) MA untuk periksa hakim PN Meulaboh, Aceh Barat, yang menyatakan putusan peninjauan kembali (PK) di MA tak bisa dieksekusi. Tim diturunkan untuk melihat hakim mengikuti setiap prosedur saat memberi putusan perdata pada 25 April 2018.
Putusan perdata Nomor 16/Pdt.G/ 2017/PN. Mbo yang diketok Ketua Majelis Hakim Said Hasan, yang juga Ketua PN Meulaboh, menyatakan putusan MA No 1 PK/PDT/2015 pada 18 April 2017 tak punya titel eksekutorial atau tak bisa dieksekusi. Putusan itu, putusan PK atas gugatan perdata yang diajukan KLHK.
Sebelumnya, MA mewajibkan PT Kalista Alam bayar Rp 200 miliar untuk kerugian dan Rp 100 miliar untuk pemulihan lingkungan pasca-dinyatakan terbukti bersalah membersihkan lahan dengan cara membakar lahan gambut Rawa Tripa di Kabupaten Nagan Raya, Aceh.
Namun, PT Kallista Alam mengajukan gugatan perlawanan atas putusan tersebut. Alasannya, terdapat dua titik wilayah dalam putusan pengadilan itu yang bukan termasuk ke dalam wilayah hak guna usaha (HGU) PT Kallista Alam. Kerusakan lingkungan yang terjadi di dua titik tersebut oleh karenanya bukan menjadi kewajiban PT Kallista Alam. Gugatan perdata itulah yang dikabulkan PN Meulaboh dengan putusan No 16/Pdt.G/2017/PN Mbo. Putusan itu menuai kontroversi lantaran dinilai mengabaikan putusan MA di tingkat PK dalam gugatan perdata sebelumnya.
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA Abdullah, Selasa (8/5/2018) mengatakan, tim Bawas MA telah berada di lapangan. “Tim sudah berada di lapangan, dan per hari ini memeriksa sejumlah pihak terkait putusan tersebut. Tim tidak akan menunda-nunda waktu, karena banyak pihak yang harus dimintai keterangan. Tidak ada target waktu khusus, karena lama tidaknya pemeriksaan tergantung juga kepada banyaknya pihak yang diperiksa,” katanya.
Selain memeriksa hakim, Bawas MA juga akan meminta keterangan warga yang melaporkan ke MA terkait kejanggalan putusan tersebut. Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Aceh Djumali, secara pribadi telah dimintai keterangan oleh pimpinan MA atas munculnya putusan tersebut.
“Ketua PT menyatakan tidak mendengar ada keributan sebelumnya mengenai perkara ini. Namun, setelah keluar putusan ini baru ada keberatan dari masyarakat. Ada atau tidak laporan dari masyarakat, MA memberikan respons. Saat ini kan Bawas MA telah memiliki unit reaksi cepat sehingga pro aktif dalam bertindak. Bila ada putusan yang menimbulkan dampak dari masyarakat, tim langsung diturunkan,” ujarnya.
Di sisi lain, KLHK telah mengajukan banding atas putusan perdata PN Meulaboh tersebut. Menurut Abdullah, banding adalah upaya hukum yang wajar ditempuh oleh pencari keadilan bilamana mendapati putusan di tingkat pertama belum memberikan rasa keadilan.
Anggota Koalisi Antimafia Peradilan Syahrul Fitra mengatakan, pihaknya mengapresiasi respons MA dengan memeriksa hakim terlapor. Laporan lain juga telah dilayangkan kepada Komisi Yudisial (KY). Koalisi berharap MA menganulir putusan perdata PN Meulaboh, dan menetapkan PT Kallista Alam untuk membayar ganti rugi kepada negara.
Kontradiktif
Sikap MA yang merespons laporan atas putusan pengadilan itu terkesan kontradiktif dengan pola selama ini. Juru bicara KY Farid Wajdi mengatakan, pengawasan oleh Bawas MA merupakan upaya pembinaan internal di MA. Akan tetapi, berdasarkan pengalaman KY selama ini, rekomendasi KY kepada MA kerap tidak ditindaklanjuti bila menyangkut teknis yudisial, termasuk yang mengenai putusan hakim.
Dalam kasus PN Meulaboh, yang menjadi keberatan masyarakat adalah substansi putusan hakim. Hal itu jelas merupakan bagian dari teknis yudisial. Namun, MA ternyata memberikan respons.
“Pengalaman selama ini, rekomendasi KY kerap diabaikan dengan alasan itu menyangkut teknis yudisial. Namun, pada saat bersamaan MA masuk ke ranah itu melalui pembinaan internal. Jika KY yang mengusulkan, cenderung ada pembelaan kepada hakim, dan dianggap itu sebagai intervensi atas independensi hakim,” urai Farid.
Terlepas adanya kontradiksi sikap MA tersebut, KY juga akan menindaklanjuti laporan yang diterimanya terkait putusan tersebut. “Kemungkinan intervensi luar pada perkara ini akan terus dikejar,” ujarnya.