Sistem patron-klien tak terlepas dari kehidupan masyarakat Sulawesi yang mayoritas beretnis Bugis. Sistem itu menganalogikan kesetiakawanan antara seorang pemimpin dan pengikutnya. Spirit budaya itu telah menyebabkan mobilisasi, persaingan, ataupun kerja sama antarkelompok sosial, ikut terbawa dalam kontestasi pilkada.
Dalam pilkada Sulawesi Selatan (Sulsel), semangat ini terekam dari dukungan sosial warga atau sekelompok warga yang terang-terangan dinyatakan lewat gerakan dan media massa. Tokoh atau kelompok masyarakat menyatakan dukungannya terhadap pasangan calon (paslon), baik melalui spanduk, media massa, maupun status medsos.
Ditengarai para pengamat, modal sosial dan modal politik paslon akan beradu untuk merebut suara pemilih emosional dan rasional. Menurut Andi Luhur Prianto, akademisi Universitas Muhammadiyah Makassar, tipe pemimpin yang disukai oleh masyarakat Sulsel adalah orang yang kuat, punya solusi, dan punya jejaring.
Paslon nomor urut satu, Nurdin Halid-Abdul Aziz Qahar Mudzakkar, pernah berkecimpung di pemerintah pusat dan kini pulang kampung. Nurdin Halid, yang juga putra Bone, pernah menjadi Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (2003-2011), Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (2009-2014), dan anggota DPR (1999-2004).
Wakilnya, Abdul Aziz Qahar Mudzakkar, adalah anggota DPD tiga periode (2004-2019). Putra Qahar Mudzakkar pernah mencalonkan diri sebagai gubernur Sulsel pada Pilkada 2007 dan 2013.
Pasangan ini mengandalkan modal sosial dukungan keluarga di Bone, kampung halaman Nurdin Halid, dan kawasan Luwu Raya, tanah kelahiran Aziz. Meski keduanya lebih banyak berkiprah di pusat, Nurdin Halid yakin masih mempunyai basis massa di Sulsel.
Paslon nomor urut dua adalah Agus Nu’mang-Tanribali Lamo. Agus selama 2008-2018 menjadi Wakil Gubernur Sulsel. Adapun Tanribali adalah pejabat Kementerian Dalam Negeri yang pernah menjadi Pejabat Sementara Gubernur Sulsel 2008.
Agus mengaku mengandalkan basis kekuatan di Ajatappareng yang meliputi lima wilayah: Enrekang, Sidrap, Parepare, Pinrang, dan Barru, serta ditambah Tana Toraja dan Toraja Utara. Selain basis sosial, Agus-Tanribali juga mencoba membangkitkan kenangan lama saat kedua ayah mereka memimpin Sulsel dan Kabupaten Sidrap (1966-1978).
Pasangan urut nomor tiga adalah paket pasangan birokrat daerah dan karyawan perusahaan multinasional: Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman. Nurdin Abdullah adalah Bupati Bantaeng dua periode (2013- 2018). Adapun wakilnya, adik dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, dari Gowa.
Dari sisi modal sosial, paslon nomor urut tiga ini harus bekerja keras untuk mendongkrak popularitas. Nurdin Abdullah cukup dikenal di Bantaeng dan sekitarnya, seperti Takalar, Jeneponto, dan Bulukumba, tetapi bisa jadi kurang dikenal di kawasan utara dan tengah. Selain itu, wakilnya yang banyak berkiprah di pusat belum dikenal luas oleh masyarakat.
Paslon terakhir adalah pasangan birokrat yang maju dari jalur perseorangan, yaitu Ichsan Yasin Limpo-Andi Musakkar. Ichsan, yang juga adik Syahrul Yasin Limpo, pernah menjadi Bupati Bone (2005-2015). Pasangannya, Andi Musakkar, pernah menjadi Bupati Luwu (2008-2018) dan juga politisi Partai Golkar.
Modal sosial yang dimiliki paslon ini cukup kuat. Bayang-bayang kekuatan Syahrul Yasin Limpo, gubernur sebelumnya, menjadi kekuatan besar untuk meraih kursi nomor satu Sulsel.
Kesenjangan Ekonomi
Perekonomian Sulsel tak diragukan lagi keunggulannya. Angka-angka indikator ekonomi Sulsel cukup tinggi dibandingkan wilayah lain. Pertumbuhan ekonomi pada 2017, misalnya, berada pada angka 7,23 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laju ekonomi nasional yang hanya 5,19 persen.
Di sektor pertanian tanaman pangan, Sulsel berperan sebagai lumbung pangan nasional dan penghasil tanaman pangan untuk kawasan timur. Produksi padi pada 2016 jadi penopang 7,2 persen produksi nasional dan 60 persen produksi di Indonesia timur.
Kemiskinan selama lima tahun terakhir cenderung turun. Pada 2017, angka kemiskinan sudah ditekan menjadi 9,48 persen. Angka itu lebih rendah dibandingkan angka kemiskinan nasional (10,12 persen).
Meski perekonomian tinggi secara nasional, kesenjangan ekonomi masih jadi ganjalan lima tahun terakhir. Selama 2011- 2016, nilai rasio gini cenderung naik, bahkan selalu di atas rasio gini nasional (0,39). Sementara itu, indeks demokrasi Sulsel 2016 masih dalam kategori sedang (68,53) dan di bawah indeks demokrasi Indonesia (70,09).
Jayadi Nas, akademisi Universitas Hasanuddin, menyatakan, pilkada kali ini bisa didekati dengan dua pendekatan, yakni struktural dan fungsional. Pendekatan struktural mengedepankan struktur pemerintahan dan partai pemilih. Adapun pendekatan fungsional lebih melihat apa yang harus dilakukan pemerintah untuk berkuasa. Pendekatan yang melihat kinerja pemerintah ini akan menarik minat pemilih rasional untuk memilih.
Pasangan Nurdin Halid-Aziz maju dengan slogan ”Tegas-Merakyat-Religius”. Menurut Nurdin, Sulsel tumbuh cukup tinggi, tetapi daya beli masyarakat di kampung rendah karena tertinggal dalam hal infrastruktur, ekonomi, dan sosial. Untuk itu, ia bertekad mengurangi kesenjangan itu dengan program Tri Karya: pembangunan berbasis infrastruktur, ekonomi rakyat, dan kearifan lokal.
Sementara Agus-Tanribali mengandalkan pengembangan lima kawasan titik tumbuh baru: Latimojong-Bulusaraung-Bawakaraeng (Labuba Malabo) untuk mengatasi ketimpangan. Konsep ini akan menghubungkan kawasan pegunungan dan pesisir dengan sembilan program, termasuk di antaranya pembangunan 500 kilometer jalan strategis provinsi.
Pasangan Nurdin Abdullah- Andi Sudirman hadir dengan slogan ”Kerja nyata untuk Sulsel inovatif, produktif, dan berkarakter”. Program itu berupa bantuan pemodal teknologi dan skill untuk mendukung hilirisasi pertanian-perikanan, pembangunan RS Regional di enam wilayah dan ambulans siaga, dan lainnya.
Adapun paslon Ichsan-Andi Musakkar menawarkan tiga program unggulan, yakni pendidikan berkualitas, rumah produktif, dan pembangunan kawasan ekonomi strategis. Program rumah produktif dijanjikan bisa mengurangi ketimpangan ekonomi.