Deradikalisasi Diharapkan Efektif di Lapas Supermaksimal
JAKARTA, KOMPAS — Para tahanan teroris idealnya ditempatkan di lembaga pemasyarakatan dengan pengamanan supermaksimal. Dengan sistem pengamanan ini diharapkan deradikalisasi bisa berjalan efektif karena akses komunikasi sesama tahanan dibatasi. Hanya orang-orang tertentu yang bisa berinteraksi dengan para tahanan.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sri Puguh Budi Utami menjelaskan, tahanan teroris ini dapat dikategorikan sebagai kelompok yang berisiko tinggi.
”Tahanan teroris ini dapat mengganggu lingkungan di sekitarnya. Mereka juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya,” ujarnya di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Jumat (11/5/2018).
Saat ini, 145 tahanan teroris dari Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, dipindahkan ke Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
”Mereka akan ditempatkan di Lapas Batu berkapasitas 96 orang dan Lapas Pasir Putih berkapasitas 124 orang. Para tahanan di Lapas Batu dipindahkan dahulu ke Lapas Gunung Sindur, Bogor,” katanya.
Lapas Pasir Putih dan Lapas Batu ini memiliki tingkat keamanan supermaksimal. Para tahanan ditempatkan dalam satu sel yang berbeda.
Lapas Pasir Putih dan Lapas Batu ini memiliki tingkat keamanan supermaksimal. Para tahanan ditempatkan dalam satu sel yang berbeda.
”Komunikasi tahanan dibatasi, hanya orang-orang tertentu yang bisa berinteraksi dengan mereka. Bahkan, petugas pengantar makanan atau pakaian untuk mereka dilarang berbicara dengan para tahanan. Mereka diawasi oleh CCTV selama 24 jam,” katanya.
Utami menjelaskan, yang boleh berinteraksi dengan mereka hanya tokoh agama, psikiater, dan petugas tertentu. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) juga bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dan Densus 88 untuk melakukan penilaian terhadap para tahanan teroris ini.
”Dalam lapas supermaksimal ini ada pamong, petugas kemasyarakatan yang telah diberi tambahan tugas untuk melakukan penilaian terhadap perubahan perilaku, dan pembinaan para napi teroris,” katanya.
Utami menjelaskan, deradikalisasi juga dijalankan dalam lapas supermaksimum. Dirjenpas juga sedang membangun lapas baru dengan tingkat keamanan maksimal di Nusakambangan.
”Akan ada Lapas Karang Anyar berkapasitas 500 orang yang ditargetkan rampung pada 2018. Nantinya, para tahanan teroris bisa ditempatkan di sana. Namun, perlu ada komunikasi lebih lanjut dengan BNPT, Polri, dan Densus 88 terkait pemindahannya,” katanya.
Mako Brimob tidak Ideal
Utami menjelaskan, dari sisi keamanan, Mako Brimob tidak ideal untuk para tahanan teroris. Ia menjelaskan, Rutan Salemba Cabang Mako Brimob tersebut sepenuhnya dikelola oleh Polri.
”Para tahanan teroris yang ada di Mako Brimob masih menjalani sejumlah penyidikan, pemeriksaan, dan persidangan. Selain itu, tanggung jawab operasional serta pembiayaan sepenuhnya ada di Polri,” ucapnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menyatakan bahwa Rutan Salemba Cabang Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, tidak layak digunakan sebagai rumah tahanan teroris. Ia menambahkan, selain standar keamanan yang tidak maksimal, Rutan Mako Brimob juga dinilai telah melebihi kapasitas. Idealnya, penghuni rutan 64 napi hingga 90 napi. Namun, Rutan Mako Brimob ditempati 155 napi (Kompas, 10/5/2018).
Deradikalisasi efektif
Dihubungi terpisah, pengamat terorisme Noor Huda mengatakan tidak mudah untuk mengubah ideologi seseorang, apalagi jika proses ideologisasinya berlangsung selama bertahun-tahun.
”Ada metode yang lebih pragmatis, yaitu berfokus pada aspek perubahan perilaku (behaviour) para mantan narapidana terorisme daripada mengubah cara pandang (cognitive). Artinya, secara ideologi yang tidak bisa berubah seratus persen,” katanya.
Penyebaran serta pola perkrutan para teroris ini juga semakin marak melalui media sosial. ”Media sosial ini telah mengubah pola perekrutan dan penyebaran propaganda kelompok terorisme ini. Mereka bergerak melakukan aksi individu (lone wolf) untuk menyerang siapa saja yang dianggap musuh,” katanya.
Menurut Noor, negara tidak bisa menyelesaikan sendiri permasalahan terorisme ini. Perlu peran serta dari masyarakat, terutama para pemimpin agama. Pendidik juga sangat penting. ”Masalah terorisme ini adalah masalah kemanusiaan yang tidak akan selesai dalam waktu dekat, siapa pun presidennya nanti setelah Pemilu Presiden 2019,” katanya.