NAMLEA, KOMPAS — Pengelolaan rumah sakit oleh pemerintah daerah dan pengelola rumah sakit di daerah belum optimal. Untuk itu perlu pendampingan bagi pemda dalam mengelola fasilitas kesehatan. Hal itu disertai upaya melengkapi fasilitas rumah sakit agar sesuai standar.
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, saat berkunjung ke Rumah Sakit Umum Daerah Buru, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, Jumat (11/5/2018), meminta agar syarat-syarat rumah sakit dipenuhi pemda sebagai pemilik rumah sakit.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Untung Suseno menyatakan, pemerintah menetapkan syarat bangunan rumah sakitdan standar layanan berdasarkan klasifikasi rumah sakit. Itu harus dipatuhi pemda. Ada beberapa rumah sakit daerah belum memenuhi standar dan alat di sejumlah rumah sakit daerah tak berfungsi.
Terkait hal itu, Untung menilai perlu intervensi dari Kemenkes. ”Perlu pendampingan bagi pemerintah daerah dalam mendirikan fasilitas kesehatan, termasuk pendampingan pengelola fasilitas rumah sakit agar bisa mengelola fasilitas kesehatan dengan baik,” ujarnya.
Sesuai standar
Rungan-ruangan di rumah sakit harus memenuhi standar yang ditetapkan, bukan hanya diberi label nama ruangan. Sudut-sudut lantai ruang bedah, misalnya, tak boleh membentuk sudut 90 derajat tetapi harus melengkung agar mudah dibersihkan. Selain itu, lantai dan dindingnya pun harus mudah dibersihkan.
Di RSUD Buru, misalnya, bangunan dan fasilitasnya masih belum standar. ”Kesan saya RSUD Buru ini masih bisa dimaksimalkan,” kata Nila. Contohnya, ruang operasi di RSUD Buru memiliki jendela. Seharusnya ruang operasi tak mempunyai jendela. Adanya jendela menimbulkan risiko masuk atau keluarnya kuman penyakit dari ruangan.
Ruang unit gawat darurat (UGD) harus dekat dengan jalan sehingga mudah diakses. Sementara UGD RSUD Buru berada di bagian belakang rumah sakit yang bisa diakses bukan dari jalan utama depan rumah sakit. ”UGD harus ada kepala UGD-nya. Ini tadi kami tidak tahu kepalanya ada atau tidak,” kata Untung.
Selain itu, ada bangunan mangkrak dekat ruang UGD. Untung mempertanyakan peruntukan bangunan itu dan kenapa mangkrak.
RSUD Buru merupakan rumah sakit tipe D milik Pemerintah Kabupaten Buru. Saat ini rumah sakit itu memiliki 11 dokter spesialis yang terdiri dari spesialis bedah, paru, patologi klinik, dan dokter gigi spesialis konservasi (masing-masing 1 orang) serta spesialis kebidanan dan kandungan, anestesi, dan penyakit dalam (masing-masing 2 orang).
Saat ini, Pemkab Buru sedang membangun rumah sakit baru yang diproyeksikan menjadi rumah sakit tipe C dan rujukan regional. Tahun 2018 merupakan tahun kedua pembangunan rumah sakit berjalan. Harapannya, rumah sakit yang baru ini memiliki fasilitas yang lebih lengkap.
Bupati Buru Ramly I Umasugi menyatakan, pihaknya berencana memfungsikan bangunan RSUD Buru yang ada sekarang menjadi bangunan sekolah keperawatan.
Pemerintah telah menetapkan aturan terkait rumah sakit dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Prasarana dan fasilitas rumah sakit menurut permenkes tersebut harus memenuhi prasyaratan tata bangunan dan lingkungan, persyaratan keandalan bangunan, dan prasarana rumah sakit.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait tata bangunan dan lingkungan antara lain peruntukan lokasi, desain bangunan, massa bangunan, tata letak bangunan, tinggi rendah bangunan, aksesibilitasi, dan pengendalian dampak lingkungan.
Adapun yang terkait keandalan bangunan di antaranya sistem ventilasi, pencahayaan, instalasi air, dan instalasi limbah.
Direktur Utama RSUD Buru Helmi Koharjaya mengakui bangunan dan ruangan di RSUD Buru tidak standar. Alat juga ada yang rusak, seperti hidrolik tempat tidur di ruang bedah. Alat CT Scan ada, tetapi dokter spesialis radiologinya tidak ada. Sementara aliran listrik tidak stabil, sering naik-turun. Itu sebabnya ia butuh pendampingan terlebih RSUD Buru saat belum terakreditasi.
”Bangunan rumah sakit sudah begitu sejak saya jadi direktur utama. Itu bangunan lama dibangun tahun 2000-an,” ujarnya.
Saat ini, Helmi berencana melengkapi kebutuhan alat-alat kesehatan di RSUD Buru untuk menunjang pelayanan oleh dokter spesialis yang ada. Selain itu, ia juga ingin menambah dokter spesialis anak yang belum ada.
Terkait bangunan yang mangkrak, Helmi menjelaskan, bangunan tersebut dibangun tahun 2007. Awalnya rumah sakit mengusulkan dana Rp 5 miliar untuk membangun dua gedung, tetapi hanya disetujui Rp 2,5 miliar dengan asumsi tahun 2008 akan kembali mendapat alokasi anggaran, tetapi ternyata tidak mendapat anggaran.