Aloysius Budi Kurniawan, Karina Isna Irawan, Aditya Putra Perdana
·4 menit baca
Dunia seni pewayangan Indonesia kehilangan seorang dalang yang selama ini dikenal sebagai sosok yang nyeleneh, kreatif, dan kerap menghadirkan pembaruan dalam setiap pakeliran wayang. Dalang yang juga Bupati Tegal non-aktif tersebut, Ki Enthus Susmono (52), meninggal pada Senin (14/5/2018), pukul 19.10, di Rumah Sakit Soeselo, Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.
Pelaksana Tugas Bupati Tegal Sinung Nugroho Samadi, saat dihubungi dari Semarang, mengatakan, Enthus meninggal dalam perjalanan menuju acara pengajian di Kecamatan Jatinegara, bersama anggota tim pemenangannya, Senin sore. Enthus bersama Umi Azizah, Wakil Bupati Tegal, kembali mencalonkan diri pada Pilkada 2018.
“Di jalan, beliau muntah-muntah dan tidak sadarkan diri sehingga langsung dilarikan ke RS Soeselo. Sekitar pukul 19.10 dinyatakan meninggal dunia,” katanya. Enthus meninggalkan istri, Nur Laelah (41), dan empat anak.
Jenazah Enthus disemayamkan di rumah duka Jalan Projo Sumarto 2 Nomor 11, Bengle, Kecamatan Talang. Menurut rencana, jenazah akan dikebumikan pada Selasa siang di TPU Kelurahan Dampyak, Kecamatan Kramat.
Nama Enthus berkibar setelah memenangi Festival Dalang Remaja Tingkat Jawa Tengah pada 1988. Ia terus berkreasi mengembangkan berbagai jenis wayang, hingga wayang Rai Wong untuk mengenalkan wayang klasik kepada pemula. Enthus juga mengelola sanggar kesenian bernama Satria Laras.
Januari 2009, wayang Rai Wong atau wayang berwajah orang karya Enthus dipamerkan di Museum Rotterdam, Belanda. Pameran selama enam bulan itu juga menampilkan wayang kulit dan wayang golek karya Enthus yang dimiliki Museum Tropen.
Pada 2017, Enthus mendapat rekor MURI sebagai dalang terkreatif dengan kreasi jenis wayang terbanyak (1.491 wayang). Pada 2005, Enthus menerima gelar doktor honoris causa bidang seni budaya dari International Universitas Missouri, AS dan Laguna College of Bussines and Arts, Calamba, Filipina, berkat keseriusannya dalam dunia pedalangan.
Tetap mendalang
Meski menjabat sebagai bupati (2014-2019), Enthus tetap aktif pentas mendalang. Dia kerap menjadi dalang tunggu, pentas pada Sabtu atau Minggu. Selain itu, berbagai jenis wayang baru terus dibuat sebagai sarana komunikasi dengan warganya.
Guru Besar Institut Seni Indonesia Solo, Prof Sutarno, mengatakan, Enthus adalah dalang generasi muda yang potensial dan kreatif. Dari sisi ketrampilan, Enthus memiliki kemampuan merata baik dari sisi kemampuan teknis, cekelan, sabetan, karawitan, maupun sastra pedalangan yang bagus.
“Mas Enthus memiliki semua sisi itu. Saya tahu sejak beliau mengikuti lomba pedalangan tahun 1980-an, waktu itu saya menjadi jurinya,” ungkap Prof Sutarno saat dihubungi Kompas.
Enthus juga mau berguru kepada dalang-dalang senior. Dia berani keluar dari kaidah pedalangan, membuat struktur yang berbeda di luar pakem agar lebih menarik. Enthus memiliki keahlian dalam hal retorika yang tak pernah putus atau cucut dan wasis atau kaya dalam menyampaikan narasi isi pedalangan.
"Ini adalah syarat dasar dari dalang untuk tampil di depan publik, tidak monoton, dan ada dinamika. Di sinilah sisi menarik dari Ki Enthus," kata Sutarno.
Menurut Sutarno, generasi dalang muda sekarang mesti meneladan sisi kreativitas almarhum Ki Enthus. Beliau bisa memainkan dua jenis wayang, yaitu wayang kulit dan golek. Enthus juga bisa memerankan dan mengolah aneka macam lakon seperti lakon Panji, Ramayana, maupun Mahabharata.
Pengajar Bahasa Jawa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang (Unnes), Sucipto Hadi Purnomo, mengatakan, Enthus merupakan sosok yang mampu menggabungkan tradisi jawa kanon, jawa pesisiran karena kental dengan Tegal-nya, sekaligus juga menghadirkan sisi kesantrian. Artinya, Enthus mampu menampilkan jawa keraton atau negari gung, sebagai pusat kejawaan, serta fasih dengan ke-Tegalan-nya.
Dalam pertujukan yang dimainkannya, Enthus kerap menyelipkan ajaran-ajaran Islam yang menunjukkan kesantriannya. “Bagi saya, Enthus merupakan potret dalang santri Nusantara,” ucap Sucipto. Selain itu, Enthus juga merupakan dalang yang tidak bosan-bosannya memberi motivasi kepada para seniman muda.
Terbuka dan transparan
Di mata Gubernur Jateng Ganjar Pranawa, Enthus adalah bupati yang baik. Pola komunikasinya terbuka dan transparan sesuai dengan gayanya sebagai seniman.
"Saya dekat sekali dengan Mas Enthus. Awal-awal beliau jadi bupati kesannya nekat dan urakan. Setelah saya kenal dekat, ternyata beliau ingin transparan dan apa adanya dengan gaya sebagai seniman. Dia ingin blakasuta atau berterus terang sebagai seorang Banyumas,” katanya.
Ganjar mengatakan, Enthus sering sekali berkonsultasi dengan dirinya. “Dengan gayanya yang berani, Mas Enthus kadang terkesan sebagai pribadi yang keras. Dia pernah izin berkata ke saya…Pak Gub ternyata menjadi bupati itu gajinya tidak seberapa. Bolehkah saya tetap mendalang? Saya bilang iya tidak apa-apa,” papar Ganjar.
Enthus merupakan salah satu kepala daerah di Jawa Tengah yang mengikuti pelatihan antikorupsi ke Komisi Anti Korupsi di Jakarta. Dari hasil pelatihan, Enthus termasuk memiliki prestasi yang bagus. Dengan gayanya yang cenderung “seniman”, Ki Enthus bisa lebih mudah bersosialisasi dengan publik yang diembannya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tegal, Agus Subagyo mengatakan, sebagai bupati, Enthus memiliki visi dan misi dengan program 4 cinta: Cinta Desa, Cinta Produk Unggulan Tegal, Cinta Budaya Tegal, dan Cinta Pelayanan. Adapun motto terbaru darinya yakni “Bangun Berkah Rakyate Bungah”.