BNPT: Pemda Harus Awasi Mereka yang Kembali dari Suriah
Oleh
Rakaryan Sukarjaputra
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah daerah diminta aktif membantu mengawasi warga yang kembali dari Suriah, baik sebagai deportant maupun returnist. Meski Badan Nasional Penanggulangan Terorisme memiliki satuan tugas untuk mengawasi mereka yang saat ini berjumlah ratusan, sebagian besar dari mereka berada di luar Jabodetabek sehingga tidak bisa diawasi semuanya secara intensif.
”Oleh karena itu, kami minta pemda berperan aktif membantu memonitor mereka yang pulang-pulang itu. Kami juga memonitor, tetapi kan tidak bisa semuanya. Jadi, memang ada bibit-bibit yang harus kita waspadai. Jangankan bapaknya, anaknya saja diajarin yang keras-keras di sana itu. Kita lihat anak pegang senjata, jadi bukan main layang-layang lagi waktu pulang ke sini,” ungkap Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Suhardi Alius ketika ditemui seusai Rapat Koordinasi Pengamanan Asian Games 2018, di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, di Jakarta, Kamis (17/5/2018).
Mengenai anak-anak yang dilibatkan dalam aksi terorisme di Surabaya, Kepala BNPT mengatakan telah berkoordinasi dengan Kementerian Sosial serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk membicarakan lebih jauh penanganan anak-anak tersebut.
”Anak-anak itu, kan, menjadi korban labelling orangtuanya. Mereka harus dianggap sebagai pelaku atau korban? Itu, kan, sama dengan boarding school di Tenggulun (Lamongan), 100 anak dimarjinalkan di Tenggulun, itu tinggal tunggu waktu saja. Ini yang kita rangkul dan kita urus mereka. Sekarang mereka sudah mengibarkan bendera Merah Putih,” paparnya.
Suhardi sangat berharap revisi undang-undang tentang penanganan terorisme bisa segera diselesaikan. Sebab, dengan ketentuan yang baru, siapa pun yang akan berangkat ke Suriah dan yang mengajak atau membiayainya bisa diselidiki, bahkan dipidanakan.
”Kedua, orang yang pergi untuk latihan saja di area konflik bisa kita pidanakan. Mereka yang baru kembali dari daerah konflik sekarang ini, kan, kita data dan diberikan program deradikalisasi selama sebulan, kemudian dipulangkan,” ujarnya.
Ketiga, konten-konten yang menyebabkan orang berbuat radikal bisa diselidiki dan dipidanakan. Keempat, mereka yang terindikasi anggota organisasi radikal bisa diperiksa dan dipidanakan. ”Itu yang kita butuhkan sekarang ini,” lanjutnya.
Kepala BNPT menguraikan, pola tindakan terorisme sudah berubah, yakni memanfaatkan wanita dan anak-anak dalam keluarga, sehingga menjadi tantangan yang lebih sulit. Oleh karena itulah, BNPT mencoba ”melawan” itu dengan merekrut duta-duta damai dari kalangan generasi muda. Ini karena sebagian besar target yang disasar untuk radikalisme adalah generasi muda usia 15-25 tahun.
”Mereka menjadi mitra kami untuk mendiseminasi pesan-pesan damai kepada mereka dengan bahasa milenial, dengan bahasa jaman now. Sudah 660 di seluruh Indonesia kami punya duta damai. Akan ada dua kota lagi, tiap kota ada 60 orang. Itu salah satu program kami,” ujarnya.
”Kami punya FKPT (Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme) di 30 provinsi, yang langsung mengidentifikasi supaya jangan tercemar anak-anak itu,” lanjut Suhardi.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.