Polusi Udara Jakarta Mengancam Performa dan Kesehatan Atlet
Oleh
Ayu Pratiwi
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencemaran udara di Jakarta mengancam performa dan kesehatan atlet yang bertanding di Ibu Kota. Sekitar 83 hari menjelang Asian Games 2018, polutan udara Jakarta melampaui hingga lima kali batas baku PM 2,5 yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
”Untuk mencapai rekor yang dipersiapkan sebelumnya, atlet membutuhkan kualitas udara dalam kategori ’baik’, seperti yang ditetapkan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU). Bukan ’sedang’, ’tidak sehat’, ’sangat tidak sehat’, apalagi ’berbahaya’,” kata Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (17/5/2018).
Para atlet juga memiliki risiko kesehatan lebih tinggi akibat kualitas udara yang tidak baik. Dibandingkan masyarakat umum, atlet memerlukan 10-20 kali lipat volume udara lebih besar saat berlatih atau bertanding.
Pada 2012-2017, kualitas udara di Jakarta dalam kategori \'baik\' berada di kisaran 26-76 hari per tahun.
Berdasarkan pantauan Ahmad di Jakarta akhir-akhir ini, partikel debu PM 2,5 dalam udara mencapai 136 mikrogram per meter kubik. ”Padahal, WHO menetapkan, maksimal 25 mikrogram per mikro kubik. Di Jakarta, tingkat polutan itu bisa lima kali melebihi batas baku yang ditetapkan WHO,” ujar Ahmad.
PM 2,5 adalah partikel udara berukuran lebih kecil dari 2,5 mikrometer. Partikel udara itu merupakan salah satu polutan pencemar udara yang bisa menyebabkan penyakit pernapasan. Polutan udara yang lain adalah PM 10, sulfur dioksida (SO2), ozon (O3), karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), dan timbal (Pb).
Polutan udara itu, kata Ahmad, berasal dari kendaraan bermotor (47 persen), industri (23 persen), rumah tangga (11 persen), dan pembakaran sampah (4 persen). Yang lain merupakan debu dari konstruksi infrastruktur, penggalian tanah, dan juga angkutan truk yang tidak ditutup.
Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus mengungkapkan, hasil survei yang pihaknya lakukan terhadap 600 orang di Jakarta pada 2017 menunjukkan, responden menghabiskan rata-rata Rp 200.000-Rp 300.000 per bulan untuk membeli masker. Tujuannya sebagian besar adalah untuk melindungi diri dari pencemaran udara.
Laporan WHO pada 2014 menunjukkan, sekitar 8 juta jiwa atau 1/8 manusia di seluruh dunia meninggal akibat polusi udara. Di antara jumlah itu, 68.000 korban meninggal akibat polusi itu terjadi di Indonesia. Di Jakarta diestimasikan, 57,8 persen warganya terkena penyakit terkait pencemaran udara.
Menurut Ahmad, ancaman pencemaran udara di Ibu Kota sudah berlangsung sejak hampir tiga dasawarsa. Pada Kamis, Ahmad beserta kuasa hukumnya, Lukmanul Hakim, menyampaikan dokumen somasi kepada Pemerintah Provinsi Jakarta terkait pelaksanaan kebijakan pengendalian pencemaran udara di Jakarta.