JAKARTA, KOMPAS — Analisis spasial terkait pola rantai pasokan pangan ke Jakarta dan lokasi-lokasi yang diketahui menjadi sasaran aksi-aksi teror serta tempat tinggal para terduga pelaku teror perlu dilakukan secara tersendiri. Ini penting dilakukan terkait ketahanan ruang dan adanya sistem peringatan dini ketahanan atau kecukupan pangan secara kewilayahan. Kebutuhan tersebut di antaranya diwujudkan dalam bentuk peta spasial lengkap tentang aspek ketahanan pangan Jakarta.
Presiden Indonesia International Institute for Urban Resilience and Infrastructure Jan Sopaheluwakan, Jumat (18/5/2018), menyebutkan, Jakarta sangat membutuhkan peta seperti itu meskipun hingga sejauh ini kaitan langsung antara ancaman teror dan ketahanan ruang serta relevansinya dengan ketahanan pangan belum terlihat. Hal ini menyusul belum diketahuinya pola spasial antara lokasi-lokasi sasaran aksi teror dan markas terduga pelaku teror, berikut pola pergerakan dan distribusinya.
”Boleh jadi pihak yang berwajib sudah memiliki datanya, tetapi mungkin belum teranalisis secara spasial,” ujar Jan. Hal yang sama cenderung terjadi pada pola rantai pasokan pangan ke Jakarta yang relatif belum teranalisis secara spasial atau bersandarkan pada data dengan orientasi geografis atau gambaran wilayah di permukaan bumi.
Padahal, selain sistem peringatan dini, analisis risiko dan dampak kerugian yang ditimbulkan terkait interaksi hal-hal tersebut bisa dilakukan. Ini terutama setelah masing-masing elemennya diurai untuk kemudian diintegrasikan secara spasial ke dalam dinamika sistem.
Di dalamnya terdapat pelibatan data dan informasi keamanan, kependudukan, perdagangan, dan pasokan pangan, serta pola produksi konsumsi secara spasial.
Sementara itu, profesor riset bidang sosiologi pada Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI Henny Warsilah menambahkan, ketahanan pangan dalam konteks sosial di beberapa daerah, termasuk Jakarta, masih terbilang aman. Ia justru menyoroti ketahanan keamanan yang melemah menyusul aksi teror di sejumlah lokasi dalam beberapa waktu terakhir.
”Namun, jika ketahanan pangan dan ketahanan keamanan ini saling berkelindan tentu akan melemahkan ketahanan pangan. Masyarakat akan merasa paranoid untuk memproduksi dan berbelanja di sentra-sentra pasar dan tempat umum,” ujar Henny.
Ini terutama jika ditambahkan dengan peredaran informasi hoaks terkait isu tersebut.