Dalam rangka menyiapkan pembangunan MRT rute Bundaran Hotel Indonesia-Kampung Bandan, PT MRT Jakarta bakal membuat MoU dengan PT KAI.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pelaksanaan pembangunan fase 2 MRT rute Bundaran Hotel Indonesia-Kampung Bandan segera dilakukan Desember 2018. Sebagai langkah persiapan, PT MRT Jakarta segera melakukan penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan PT Kereta Api Indonesia, pada pekan depan. Kerja sama ini terkait pemanfaatan lahan di Stasiun Kampung Bandan untuk keperluan depo dan stasiun MRT.
William P Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta, Jumat (18/5/2018) usai rapat kerja dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, menerangkan, penandatanganan MoU itu perlu sebagai penegas mengenai pemanfaatan lahan di Kampung Bandan. Hal itu menyusul proses pembahasan yang cukup lama antara PT KAI dengan Pemprov DKI mengenai lahan tersebut.
Seperti diketahui, sejak awal 2017, Pemprov DKI melakukan pembahasan intensif dengan PT KAI mengenai lahan PT KAI di Stasiun Kampung Bandan. Sesuai trase yang dibuat Kementerian Perhubungan, jalur MRT fase 2 bakal melewati Stasiun Kampung Bandan.
Pembahasan berlangsung lama karena lahan yang akan dipergunakan untuk MRT ini ternyata sudah dikerjasamakan PT KAI dengan pihak ketiga.
Dengan status MRT Jakarta sebagai salah satu proyek strategis nasional, PT KAI setuju supaya lahan seluas enam hektar dari total 12 hektar di Kampung Bandan dipergunakan untuk depo dan stasiun MRT Jakarta.
Itu sebabnya, setelah persetujuan yang diberikan PT KAI pada Agustus 2017, perlu segera dilakukan langkah selanjutnya yaitu penandatanganan MoU.
"Setelah MoU, kami mulai bicara PKS (perjanjian kerja sama) dan PKS itu sudah mulai ke pembicaraan bisnis. Misalnya seperti perhitungan berapa nilai ekonomi yang akan terjadi akibat depo di situ. Prinsipnya, arahan Wakil Gubernur adalah dicoba didorong dengan business to business. Adapun penandatanganan MoU tersebut direncanakan akan berlangsung pekan depan," ujar William.
Dari pembahasan di Balai Kota juga menyiapkan sejumlah opsi apabila pemanfaatan lahan itu terhambat. Beberapa opsi yang disiapkan Pemprov DKI di antaranya dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah.
Hingga kemarin, pihak PT KAI belum memberikan keterangan terkait lahan di Stasiun Kampung Badan.
Tiga ketetapan
Masih terkait pembangunan fase 2, PT MRT Jakarta juga membutuhkan ketetapan tiga hal dari Pemprov DKI Jakarta untuk mendukung dan meyakinkan Pemerintah Jepang agar segera menandatangani persetujuan pinjaman (loan agreement) untuk membiayai pembangunan fase 2 yakni sebesar Rp 22,5 triliun.
Hal pertama, lanjut William, adalah soal penetapan lokasi. Meski sudah ada trase fase 2, namun trase itu perlu segera ditetapkan dalam bentuk penetapan lokasi.
"Persetujuan Gubernur dan Menhub soal trase sudah keluar. Itu semua harus difinalisasi dalam bentuk penetapan lokasi Bundaran HI-Kampung Bandan secepatnya," ujar William.
Kedua, imbuh William, panduan rancang Kota (PRK) juga perlu diterbitkan untuk jalur fase 2. "Ini perlu untuk memulai desain, merencanakan apa yang akan kami lakukan. Misalnya, ada kawasan pejalan kaki dekat Kota Tua, kami diminta kerja sama. Juga jalur jalan yang akan dipakai untuk entrance atau titik masuk keluar stasiun," terang William.
Kemudian, hal yang ketiga adalah penetapan MRT sebagai operator utama fase 2. "Kemarin di fase 1, di SK Gubernur, ditetapkan MRT sebagai operator utama di 8 dari 13 stasiun di fase 1. Untuk fase 2 ini harus segera ditetapkan juga," ujarnya.
Dijelaskan William, semua proses tersebut diharapkan berjalan sebelum penandatanganan pinjaman dengan JICA. Adapun untuk proses pinjaman fase 2, saat ini sedang didorong supaya Menteri Keuangan segera bersurat ke Pemerintah Jepang. Sehingga berdasarkan itu, loan agreement bisa ditandatangani. Ia berharap, penandatanganan itu bisa dilakukan bulan Juni.
Surat tersebut perlu dikirimkan khususnya setelah delegasi Jepang datang dan memastikan proyek MRT siap dilaksanakan.
"Beberapa hal teknis diminta (pihak Jepang). Berdasarkan itu, mereka lihat oke kami siap, maka perlu mengeluarkan government official request kepada Pemerintah Jepang," katanya.
Proses permohonan itu, menurut William, dimulai dari gubernur ke Bappenas. Selanjutnya, Bappenas ke Menkeu, terakhir Menkeu ke Pemerintah Jepang. "Sekarang, ada di Menkeu, tadi Pak Wagub akan membantu untuk menyegerakan official request itu. Itu adalah langkah terakhir sebelum terbitnya loan agreement," terang William.
Silvia Halim, Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, menambahkan, untuk fase 2, direncanakan pelaksanaan pembangunan dimulai Desember 2018. Pekerjaan yang dilakukan adalah menyiapkan titik untuk tempat masuk saluran listrik.
Fase 2 sejauh 8,3 km ini memiliki tujuh stasiun bawah tanah dan satu stasiun di permukaan. Setiap stasiun bawah tanah dilengkapi akses keluar masuk penumpang, satu titik pendingin dan dua titik ventilasi.