Tampaknya tidak ada masa pensiun untuk salah stasiun tertua dan tersibuk di Jakarta ini. Usia satu abad Stasiun Manggarai bukan berarti usia senja atau masa rehat. Malah sebaliknya. Tak lama lagi, Stasiun Manggarai akan terlahir kembali, menjadi lebih sibuk dan lebih modern.
Usia seabad Stasiun Manggarai terlihat jelas pada bentuk fasad stasiun dan peron yang sederhana itu. Wajah stasiun jelas merupakan peninggalan kolonial Belanda dan peron-peron di stasiun hanya diteduhi oleh struktur atap pelana sederhana. Tidak ada bangunan peron bertingkat seperti Stasiun Gambir atau Cikini. Jalan menuju Stasiun Manggarai pun bukanlah jalan besar, yang di mana pada pagi ini, Sabtu (19/5/2018), dipenuhi bajaj dan pengojek daring yang menunggu penumpang.
Kondisi tersebut tampak tidak begitu sesuai dengan statusnya sebagai stasiun tersibuk di Jakarta. Untuk meningkatkan pelayanan bagi penumpang, menurut rencana, Stasiun Manggarai akan dijadikan stasiun sentral Jakarta melalui upaya revitalisasi senilai Rp 2,4 triliun yang diperkirakan selesai pada 2021.
Berdasarkan data PT Kereta Api Indonesia, sekitar 70 persen perjalanan kereta api Daerah Operasi I Jakarta melintasi Stasiun Manggarai. Sebanyak 720 perjalanan kereta api harus melewati stasiun yang dibangun pada 1918 tersebut. ”Sekitar 45.000 orang naik dan turun lewat stasiun ini per hari dan sekitar 100.000 orang transit di (Stasiun) Manggarai,” kata Senior Manajer Humas PT KAI Daop I Edy Kuswoyo.
Stasiun Manggarai merupakan persimpangan jalur kereta api di tengah Jakarta. Setiap pagi, warga pelaju (komuter) dari daerah pendukung Jakarta, seperti Bekasi, Depok, atau area suburban, misal Pasar Minggu dan Klender, akan transit di Stasiun Manggarai sebelum menuju stasiun lain yang berlokasi dekat area bisnis atau perkantoran. Selain melayani penumpang kereta rel listrik, Stasiun Manggarai harus berbagi jalur rel dengan kereta api jarak jauh. Tak dapat dihindari, perjalanan kereta api harus saling menunggu dan akibatnya ada keterlambatan.
”Perjalanan KRL ada 500-600 per hari. Kalau kita lihat, jaringan kereta api di Jabodetabek itu bersilang di Manggarai. Dari Bogor, Bekasi, semua bersilang di situ. Jika padat, harus bergantian sehingga terjadilah delay. KRL dari Bogor mau ke Tanah Abang, Kota, harus menunggu. Itu sebenarnya permasalahan utama yang dihadapi oleh KRL Jabodetabek,” kata Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri, awal pekan lalu, di kantornya.
Tidak cukup bersinggungan dengan kereta jarak jauh, pada awal 2018, kereta api Bandara Soekarno-Hatta mulai beroperasi.
Pemisahan jalur rel untuk setiap jenis kereta, kata Zulfikri, adalah solusinya. Untuk itu, Stasiun Manggarai ”harus lahir kembali”. Menurut rencana, Stasiun Manggarai akan dibangun dan kelak memiliki bangunan tiga lantai. Zulfikri mengatakan, proyek revitalisasi senilai Rp 2,4 triliun yang sudah dimulai sejak 2015 itu akan memisahkan persimpangan ini agar tidak di atas satu bidang yang sama.
Zulfikri menjelaskan, lantai pertama akan digunakan untuk kereta rel listrik Jakarta-Bekasi dan KA bandara. Sementara jalur kereta dari Bogor akan berada lantai tiga. Lantai dua akan digunakan sebagai concourse atau tempat pelayanan penumpang dan area komersial.
Revitalisasi Stasiun Manggarai ini juga tidak lepas dari proyek pembangunan jalur rel dwiganda Manggarai-Bekasi. Saat ini, kereta api jarak jauh dari luar kota masih harus berbagi jalur rel dengan KRL. Jika jalur dwiganda ini selesai dibangun, jalur KRL dan kereta api jarak jauh akan terpisah dan tidak saling mengganggu.
Zulfikri mengatakan, pada 2019, sebagian besar proyek revitalisasi ini akan selesai. Pekerjaan yang selesai akan mencakup pembangunan area KA bandara, KRL dari Bogor, jalur dwiganda dari Manggarai-Kranji, dan Depo Cipinang. ”Sementara sisanya adalah pembangunan stasiun untuk area kereta jarak jauh. Diharapkan akhir 2020 atau awal 2021 dapat selesai,” kata Zulfikri.
Pada awal 2019, kata Zulfikri, lima stasiun antara Jatinegara dan Bekasi akan selesai dimodernisasi. Lima stasiun itu adalah Klender, Buaran, Klender Baru, Cakung, dan Kranji.
Zulfikri mengakui, kemajuan pembangunan proyek ini tergolong lambat. Hal ini disebabkan kontraktor hanya bisa mengerjakan di jendela waktu antara kedatangan kereta terakhir dan keberangkatan kereta pertama. ”Mungkin kira-kira hanya empat jam sehari,” katanya.
Dalam proyek ini, pekerjaan sipil dilaksanakan oleh konsorsium Hutama-Modern-Mitra. Untuk pekerjaan fasilitas operasi/persinyalan oleh PT Len Railway System, sedangkan pekerjaan bangunan gedung oleh konsorsium Adhi-GIWIN. Untuk supervisi dilakukan oleh konsorsium PT Dardela Indotek Sakti Lima Utama dan Yodya Karya.
Stasiun sentral
Dengan terpisahnya jalur rel kereta untuk KRL dan kereta jarak jauh ini, slot perjalanan KRL yang selama ini sudah penuh akan terbuka kembali. Zulfikri memperkirakan, jika slot ini dapat dimanfaatkan dengan maksimal, Stasiun Manggarai akan dilewati lebih kurang 1.000 perjalanan kereta api per hari.
Jumlah penumpang KRL yang saat ini 1 juta orang per hari diperkirakan dapat meningkat paling tidak 150 persen. ”Saat ini ada 500 lebih perjalanan KRL dengan total sekitar 1 juta penumpang. Kalau misalnya ada 1.000 perjalanan, paling tidak sekitar 1,5 juta orang sampai dengan 2 juta orang per hari,” kata Zulfikri.
Selain menjadi persilangan moda transportasi berbasis rel (KRL, kereta api jarak jauh, dan KA bandara), Zulfikri mengatakan, Stasiun Manggarai juga akan terintegrasi dengan Terminal Manggarai dan bus transjakarta.
”Pengembangan Stasiun Manggarai diharapkan memberikan manfaat kemudahan aksesibilitas dan menunjang mobilitas pengguna jasa kereta. Stasiun Manggarai diharapkan dapat menjadi stasiun sentral yang mengakomodasi seluruh moda transportasi darat,” kata Zulfikri.
Stasiun Manggarai tak lama lagi akan terlahir kembali, bersiap untuk satu abad berikutnya dan masa depan.