Upaya penyelundupan burung paruh bengkok, yang termasuk satwa langka dan dilindungi, digagalkan BBKSDA Jatim dan DKI Jakarta. Sebanyak 354 burung itu disita Tim BBKSDA.
MALANG, KOMPAS - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur bekerjasama dengan BBKSDA DKI Jakarta menggagalkan upaya pengiriman ratusan ekor burung paruh bengkok tanpa dokumen lengkap pada Sabtu (19/8/2018). Burung-burung itu akan dikirim dari Bandara Abdulrachman Saleh, Malang, ke Bandara Internasional Soekarno- Hatta, Jakarta.
Total 354 burung yang diselundupkan, di antaranya nuri merah (Eos borneo) sebanyak 78 ekor dan 1 ekor mati, nuri dusky (Pseudeos fuscata) 30 ekor, nuri pelangi (Trichoglosus haematodus) 173 ekor, dan nuri tanimbar (Eos raticulata) 72 ekor. Burung-burung itu diperkirakan dari Maluku dan Papua.
Burung-burung tersebut disita petugas tak lama setelah diturunkan dari pesawat Sriwijaya Air, sekitar pukul 13.07, di Bandara Soekarno-Hatta. Dalam proses berikutnya, petugas BBKSDA DKI memastikan bahwa pengiriman itu hanya dilengkapi surat karantina tanpa disertai surat angkutan tumbuhan dan satwa dalam negeri oleh BBKSDA.
”Betul. Burung-burung itu hanya dilengkapi surat karantina. Seharusnya ada surat dari BKSDA juga karena ini satwa liar. Di satu sisi sejauh ini burung-burung tersebut belum ada penangkarannya sehingga kami curiga burung itu didapat dari hasil penangkapan,” ujar Kepala BBKSDA Jawa Timur Nandang Prihadi di Surabaya, saat dihubungi dari Malang, Minggu (20/5).
Menurut Nandang, BBKSDA Jatim bekerja sama dengan DKI karena barang sudah masuk di pesawat yang menuju Jakarta dari Malang. Langkah cepat harus diambil sebelum burung-burung itu dikirim ke tujuan akhir di Medan, Sumatera Utara.
Pengirim berinisial HA, seorang pedagang burung. HA diperkirakan mendapat kiriman burung dari wilayah timur Indonesia. Soal bagaimana cara masuknya, BBKSDA Jawa Timur belum mendapatkan informasi. ”Sepertinya Jawa Timur hanya sebagai tempat transit sebelum dikirim ke Medan,” katanya.
Terkait jenis burung yang disita, Nandang menjelaskan, berdasarkan identifikasi awal, burung itu tidak termasuk yang dilindungi, tetapi masuk Appendix II (hewan langka, dilindungi, dilarang diperjualbelikan). Namun, BBKSDA masih akan memastikan kriteria burung tersebut. ”Selain jumlahnya ratusan, waktu tibanya juga baru tadi (Sabtu) malam sehingga butuh waktu,” kata Nandang.
Pendiri Profauna Indonesia Rosek Nursahid berpendapat, kasus ini menandakan Malang dilirik sebagai salah satu titik perdagangan satwa liar nasional. Profauna juga melihat ada kerancuan wewenang di otoritas karantina. Seharusnya pihak karantina tidak berwenang mengizinkan pengangkutan satwa liar. ”Seharusnya izin pengangkutan satwa liar ada di BBKSDA,” ujarnya.
Menurut Rosek, harus diusut tuntas dari mana asal burung-burung tersebut dan bagaimana bisa pelakunya mengirim dari Malang, karena habitat asli mayoritas satwa itu ada di Indonesia timur. (WER)