Saat Politik Berdangdut Koplo
Setidaknya sejak Oma (kini Rhoma) Irama masuk ke dunia musik Melayu, setelah sebelumnya ada dalam kancah musik rock di kota kelahirannya, Tasikmalaya, sebuah genre baru dalam musik Indonesia lahir dan terus menguat: dangdut.
Ia menguat karena musik yang semula identik dengan kelas bawah, proletar atau grass root kini juga sangat populer di kalangan menengah bahkan atas. Apalagi ketika, dimulai juga oleh Rhoma Irama dengan sentuhan melodi rock a la Deep Purple-nya, musik dangdut mengawinkan dirinya jenis-jenis musik lain, baik dalam instrumen, melodi atau beat-nya.
Dangdut koplo, adalah salah satu sub aliran dangdut yang belakangan bukan hanya populer tapi juga meledak pendengarnya, bahkan hingga mancanegara.
Perkawinan silang antara dangdut dengan musik-goyang remix, hip-hop hingga rap ini melahirkan banyak karya baru yang cukup menerobos kebekuan khasanah lagu pop di negeri ini. Salah satu varian dut-koplo ini antara lain “hip-hop jawa”, dengan beberapa hits-nya yang antara lain dihasilkan oleh grup NDX Aka Familia atau Pendhoza.
Lagu “Sayang”, yang melodinya mirip dengan musik instrumental Jepang, dan diciptakan oleh NDX Aka, telah melejitkan penyanyi muda Via Vallen, dengan antara lain video Youtube-nya diunggah hingga 150 juta kali lebih, oleh pengguna dari seluruh dunia. Demikian juga cover lagu “Jaran Goyang" yang sejatinya produk musik Hip Hop Jawa khas Yogya, mampu membuat penyanyinya, Nella Kharisma, tak kalah populer karena telah ditonton lebih dari 165 juta orang lebih via Youtube.
Mulai bergeliat di Jawa Timur pada tahun 2008 dengan diusung oleh banyak kelompok Orkes Melayu lokal semacam Sera, Sagita, Monata, Pallapa, dan sebagainya, dangdut koplo berhasil menembus lapisan penikmat musik bahkan hingga di tingkat elite. Musiknya sederhana dan easy listening, campuran atau oplosan dari berbagai genre musik yang lagi populer, seperti reggae, hip-hop hingga jenis remix. Syair-syairnya yang bicara gamblang tentang persoalan suka-duka, mampu menyentuh hati masyarakat kalangan bawah.
Sasaran politik
Eksistensi dangdut koplo menggerus kemapanan musik dangdut klasik yang masih loyal pada "pakem" musik dengan berkiblat pada penyanyi dangdut senior yang telah kehilangan aura personalnya. Dan akhirnya dangdut koplo menembus panggung layar kaca (televisi nasional) yang selama ini menjadi batu pijakan mendaki tangga popularitas para seniman dan selebriti.
Dangdut koplo yang selama bertahun-tahun hanya tampil dan moncer di panggung-panggung musik lokal Jawa Timur-an dan Jawa Tengah kini semakin dikenal publik seantero negeri. Tampil di TV, hajatan nasional, atau panggung eksklusif di ball room hotel berbintang, dan sebagainya. Satu keadaan yang membuat “diva koplo” macam Nella Kharisma dan Via Vallen kini memiliki posisi selebritas yang setara dengan penyanyi papan dut-klasik seperti Inul Darastita, Kristina, Cita Citata, dan yang lainnya.
Dangdut koplo yang selama bertahun-tahun hanya tampil dan moncer di panggung-panggung musik lokal Jawa Timur-an dan Jawa Tengah kini semakin dikenal publik seantero negeri.
Penggemar dangdut koplo mulai mengkotakkan diri dalam segmentasi apresiasi sebagai fans artis maupun grup musik dangdut koplo. Via Vallen memiliki fans yang militan yang selalu menyertai setiap Via Vallen tampil berlabel Vianysti.
Nella Kharisma yang ayu juga didukung penggemar beridentitas Nella Lovers. Sedangkan penggemar hentakan koplo orkes melayu mendirikan kelompok Seramania dan Fans Monatamania. Sementara pada pegoyang atau pejoged dangdut koplo melahirkan kelompok goyang seperti Temonholic.
Antusiasme dan fanatisme massa penggemar tersebut ditangkap oleh para politikus yang berebut kursi didalam pilkada, pileg dan pilpres 2018-2019, baik untuk mendulang suara (voters) maupun sebagai alat menarik atensi massa. Tidak mengherankan jika duo diva koplo Via Vallen dan Nella Kharisma menjadi rebutan politikus pemburu kursi.
Selain Via Vallen dan Nella Kharisma, banyak penyanyi dangdut koplo, juga orkes melayu khusus jenis dangdut ini yang diperkirakan akan kebanjiran job saat pilkada dan pemilu. Momen atau tahun politik seperti ini memang seperti menjadi berkah bagi artis-artis musik (terutama) di banyak tempat. Terjadi semacan simbiosa mutualistik antara politik dan seni. Hal lumrah yang juga terjadi di (negara) mana saja.
Produk budaya
Apa yang terjadi sesungguhnya tidak lebih dari taktik para politisi dan atau partai politik yang melihat kesenian pada umumnya adalah alat yang ampuh, tidak hanya untuk menggalang tapi juga memengaruhi publik, demi kepentingan strategisnya. Persoalan tinggal pada para artis atau senimannya: hingga seberapa jauh, misalnya, mereka mengompromikan idealisme artistik bagi kepentingan politik. Mana yang harus “menghamba”, karya artistik pada politik, atau sebaliknya.
Persoalan tinggal pada para artis atau senimannya: hingga seberapa jauh, misalnya, mereka mengompromikan idealisme artistik bagi kepentingan politik. Mana yang harus “menghamba”, karya artistik pada politik, atau sebaliknya.
Yang jelas, keduanya tak lain adalah produk budaya. Produk dari sebuah kerja besar manusia untuk memuliakan dirinya sendiri, juga alam (lingkungan) sebagai bagian dari keilahian hidup. Maka, bila kedua produk budaya itu saling menjunjung atau bekerjasama untuk tujuan dasar kebudayaan itu, tentu akan baik dan positif.
Sebaliknya, apabila salah satu dari kedua produk itu didominasi bahkan dieksploatasi, tentu hasil negatif atau terbalik (dari tujuan dasar di atas) yang akan terjadi: dehumanisasi. Kecenderungan aksi dan pesta politik belakangan ini yang kasar, tidak elegan, penuh hasut, fitnah hingga berita dusta, jangan sampai menjadi isi dari karya seni bernama koplo ini.
Artinya, sehebat apa pun dukungan kesenian dalam membantu diseminasi gagasan politik bahkan mendapat dukungan publik, para politisi jangan sampai memanipulasi atau “memerkosa” seni koplo ini demi kepentingan temporer mereka. Politik dan seni sebenarnya sungguh bisa bekerja sama, untuk meluhurkan manusia, mematangkan kebudayaan dan menegakkan peradaban yang penuh martabat.
Maka, silakan saja, politik berdangdut koplo, juga…dangdut koplo berpolitik, sejauh tujuan mulianya sama. Goyang….
Ari Kristianawati Guru SMAN 1 Sragen