Selamatkan Frekuensi Emas Negara
Perpindahan penyiaran analog ke digital akan menghasilkan frekuensi terbaik yang merupakan "tambang emas" negara di udara, persis seperti tambang-tambang emas yang kita miliki di daratan.
Seperti ditegaskan pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, ”Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, demikian pula frekuensi yang merupakan sumber daya alam terbatas.
Apabila semua pihak sepakat menjadikan UUD 1945 sebagai pedoman untuk menjalankan seluruh kegiatan bisnis, siapa pun harus patuh bahwa frekuensi yang selama ini dikuasai pemilik-pemilik stasiun televisi harus segera dikembalikan kepada negara.
Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan pada 9 April 2018 telah merekomendasikan dua hal penting kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika. Pertama, mendorong percepatan Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan memilih model migrasi multiplekser tunggal atau sistem single mux. Kedua, jika revisi UU belum selesai, pemerintah melalui Kementerian Kominfo harus menyediakan peraturan pemerintah pengganti UU (perppu) agar segera dilakukan analog switch off (ASO), yaitu perpindahan atau migrasi dari industri penyiaran analog ke digital.
Mengapa Kemenko Polhukam mendesak dilakukan percepatan? Sesuai kesepakatan dunia melalui International Telecommunication Union, sejak Juni 2015 negara-negara di dunia sudah harus melakukan ASO. Melihat kesiapannya, negara-negara di Asia diberi kebebasan untuk memilih waktu tertentu dan disepakati ASO dilakukan paling lambat pada 2020.
Sesuai kesepakatan dunia melalui International Telecommunication Union, sejak Juni 2015 negara-negara di dunia sudah harus melakukan ASO. Dari seluruh negara di dunia, tinggal Indonesia yang belum melakukannya.
”Dari seluruh negara di dunia, tinggal Indonesia yang belum melakukannya,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia Tulus Tampubolon, pekan lalu.
Hambat negara tetangga
Lima negara tetangga Indonesia, yakni Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Papua Niugini, dan Australia, merasakan bagaimana mereka tidak bisa membentangkan industri telekomunikasi generasi keempat (4G) mereka karena frekuensi yang digunakan televisi analog di Indonesia masih dikunci penggunaannya oleh industri-industri penyiaran. Akibatnya, negara-negara tersebut tidak bisa memanfaatkan ASO mereka dengan bebas karena terjadi interferensi.
”Jadi, sebentar lagi kita akan ditekan oleh negara-negara tetangga apabila kita tidak segera melakukan ASO. Artinya, Kemenko Polhukam sudah menyadari betul bagaimana kita mengalami darurat digital sampai harus merekomendasikan keluarkan perppu jika pembahasan RUU Penyiaran tak segera selesai,” papar Tulus.
Perlu diketahui bersama bahwa industri penyiaran menggunakan frekuensi 700 megahertz. Frekuensi inilah yang disebut dengan golden frequency atau frekuensi emas, frekuensi terbaik yang merupakan ”tambang emas” di udara yang dimiliki Indonesia, persis seperti tambang-tambang emas yang terkandung di perut bumi Indonesia.
Potensi ini luar biasa. Apalagi, migrasi industri penyiaran dari sistem analog ke digital akan menghasilkan dividen digital sebagai dampaknya. Dari 180 megahertz yang ada (dari total 700 megahertz), industri penyiaran hanya akan disediakan 30 megahertz. Dengan demikian, tersisa 150 megahertz dividen digital yang bisa memberikan kontribusi, misalnya untuk membangun industri telekomunikasi menyambung Indonesia dari Sabang sampai Merauke dengan internet.
Pembangunan sistem telekomunikasi berbasis kabel atau fiber optik akan sangat sulit dilakukan untuk menjangkau pulau-pulau di seluruh Indonesia yang jumlahnya lebih dari 17.000. Karena itu, hanya dengan fasilitas frekuensi itulah, percepatan-percepatan dalam berbagai industri kreatif dengan dukungan teknologi-teknologi canggih bisa dilakukan jika Indonesia bisa segera beralih dari industri penyiaran analog ke digital.
Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa tahun 2020 Indonesia akan menjadi negara dengan e-commerce (perdagangan elektronik) terbesar di Asia dengan transaksi 13.000 triliun per tahun. Komitmen ini tidak mungkin tercapai apabila Indonesia tidak didukung dengan industri teknologi komunikasi generasi keempat melalui migrasi analog ke digital dengan menggunakan frekuensi 700 megahertz tadi.
Masih disangsikan
Dalam rangka penyelenggaraan ASO, Ketua Dewan Pengawas TVRI Arief Hidayat Thamrin memastikan, TVRI telah siap menjadi pengelola multiplekser, baik dari sisi teknis maupun manajemen. ”Kami sudah melakukan uji coba penyiaran multiplekser digital dengan sejumlah lembaga penyiaran swasta,” ujarnya.
Sejak 2007, TVRI mulai melakukan pembangunan digitalisasi. Bahkan, TVRI juga telah memiliki pemancar digital di seluruh wilayah provinsi Indonesia dari Aceh sampai Papua.
Tak dipungkiri, beberapa pihak masih menyangsikan keberadaan lembaga penyiaran publik ini, baik TVRI maupun RRI. Heru Sutadi, pakar industri penyiaran dan telekomunikasi, pernah mengatakan, dengan hanya adanya pemain multiplekser tunggal akan muncul kecenderungan terjadinya praktik monopoli.
Bahkan, ada pula anggapan dari pihak lain yang lebih keras. Jika hal tersebut terjadi, industri penyiaran akan kembali ke masa Orde Baru.
Tulus menganalogikan, jika negara yang nanti mengelola frekuensi, tidak ada kata monopoli. ”Persis seperti analogi navigasi yang dikuasai oleh negara, bisa dibayangkan kalau frekuensi itu diserahkan kepada banyak orang, penerbangan kita akan amburadul di atas sana kalau tidak dikendalikan negara. Persis seperti ini pula industri penyiaran kita. Kalau negara tidak hadir di sana, kita akan menuai generasi masa depan yang hancur lebur suatu saat nanti,” tuturnya menjelaskan.
Jika dilihat dari kontribusinya kepada negara, dari sisi pendapatan negara bukan pajak, industri penyiaran pada 2016 hanya menyumbang Rp 77 miliar kepada negara, padahal mereka menggunakan fasilitas frekuensi emas. Sementara itu, industri telekomunikasi yang hanya menggunakan frekuensi 1.200-2.300 megahertz mampu menyumbang lebih dari Rp 17 triliun per tahun. Tak perlu menunggu-nunggu lagi. Inilah saatnya mengembalikan frekuensi emas negara.