JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pengurus Partai Solidaritas Indonesia melaporkan ketua dan anggota Badan Pengawas Pemilu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. PSI menilai, ada dugaan pelanggaran etik terkait pelaporan dua pengurus PSI oleh Bawaslu ke Badan Reserse Kriminal Polri.
Ketua DPP PSI Tsamara Amany menjelaskan, Ketua Bawaslu Abhan Misbah dan anggota Bawaslu, Mochammad Afifiuddin, diduga telah melakukan pelanggaran etik karena bertindak melebihi batas kewenangan.
”Dalam rilisnya, Bawaslu menyatakan agar kepolisian segera menetapkan status tersangka kepada Sekjen PSI Raja Juli Antoni dan Wakil Sekjen PSI Satia Chandra Wiguna dalam waktu 14 hari. Artinya, Bawaslu telah mengambil kesimpulan hukum bahkan sebelum proses hukum itu dimulai,” ucapnya di kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta, Rabu (23/5/2018).
Kamis (17/5/2018), Bawaslu melaporkan dua pengurus PSI ke Badan Reserse Kriminal Polri atas dugaan kampanye Pemilu 2019 di luar jadwal. Terlapor diduga melanggar Pasal 429 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal itu berbunyi, lebih kurang, setiap orang dengan sengaja berkampanye di luar jadwal yang ditetapkan KPU, untuk setiap peserta pemilu, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Sesuai dengan UU No 7/2017, kampanye dilarang dilakukan di luar jadwal yang ditetapkan oleh KPU. Untuk Pemilu 2019, KPU menetapkan jadwal kampanye sejak 23 September 2018 hingga 13 April 2019.
Dua pengurus PSI diduga berkampanye melalui media cetak Jawa Pos edisi 23 April 2018. Survei tersebut berisi ajakan untuk terlibat dalam mengisi survei alternatif calon wakil presiden dan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo 2019-2024. Di iklan itu juga tercantum foto Joko Widodo, lambang PSI, nomor 11, calon wakil presiden dengan 12 foto dan nama, serta 129 foto dan nama calon untuk jabatan menteri atau pejabat tinggi negara (Kompas, 17/5/2018).
Tsamara menilai, Bawaslu melaporkan PSI dengan menggunakan peraturan yang dibuat setelah kasus PSI diproses Bawaslu. Ia juga menganggap, frasa citra diri dalam UU No 7/2017 tentang Pemilu pada Pasal 1 Angka 35 tidak memiliki penjelasan yang definitif.
”Selain itu, sebelumnya ada pernyataan dari Afifuddin yang menyatakan akan ada proses teguran terlebih dahulu sebelum kasus seperti ini diajukan ke penindakan hukum. Kami melihat ada inkonsistensi dalam hal ini,” lanjutnya.
Juru Bicara PSI Kamaruddin mengatakan, ketua dan anggota Bawaslu itu dilaporkan karena mereka yang diduga menginisiasi pelaporan ini. ”Selain itu, kami menganggap ada diskriminasi karena ada sejumlah partai melakukan pelanggaran yang sama, tetapi tidak diproses,” ucapnya.
Secara terpisah, Kepala Bagian Temuan dan Laporan Pelanggaran dari Bawaslu Yusti Erlina menjelaskan, kasus PSI memang unsurnya mengacu pada dugaan pelanggaran pidana dengan proses lanjutan penyidikan selama 14 hari.
”Sudah menjadi risiko Bawaslu dilaporkan ke DKPP karena hal ini. Nanti pertanggungjawabannya ada di komisioner KPU yang akan menjelaskan,” ucapnya.
Yusti mengatakan, proses hukum saat ini sedang bergulir di kepolisian. Selain itu, ia menganggap tidak ada diskriminasi yang dilakukan Bawaslu karena semua pelanggaran partai nantinya diproses sesuai dengan ketentuan.