JAKARTA, KOMPAS-Komisi Pemberantasan Korupsi kembali melakukan operasi tangkap tangan kasus suap kepala daerah yang diduga berkait pembiayaan kontestasi pemilihan kepala daerah anggota keluarganya. Kali ini, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Bupati Buton Selatan Agus Faisal Hidayat dan menyita uang tunai Rp 400 juta, yang diduga untuk mendukung ayahnya, Sjafei Kahar, menjadi calon wakil gubernur dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sulawesi Tenggara 2018.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (23/5/2018), membenarkan ada kegiatan KPK di Kabupaten Buton Selatan. “Benar, hari ini ada operasi tangkap tangan. Bupati di Buton Selatan yang ditangkap,” ujar Agus.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Faisal bersama sembilan orang lain yang merupakan pihak swasta, pegawai negeri sipil, dan konsultan lembaga survei. Uang itu diduga suap berkait proyek infrastruktur dari pihak swasta untuk Agus, yang tengah mendukung kontestasi ayahnya, Sjafei Kahar, sebagai calon wakil gubernur dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sulawesi Tenggara 2018.
Bupati Buton Selatan merupakan kepala daerah ke-9 yang ditangkap KPK tahun ini. Saat ini, Agus bersama sembilan orang lainnya masih diperiksa di Markas Kepolisian Resor Baubau dan akan segera diterbangkan ke Jakarta untuk pengembangan lebih lanjut.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, menyampaikan, fenomena politik dinasti di daerah membuat korupsi elite politik lokal makin kerap terjadi. Elite politik lokal membutuhkan biaya tinggi untuk mempertahankan eksistensi politik dinasti sehingga kepala daerah dan kroninya memainkan tender proyek pemerintah untuk mendapatkan suap dari swasta.
“Untuk membayar biaya dukungan ini butuh uang yang banyak. Akhirnya diambil jalan pintas mengumpulkan modal melalui suap dan korupsi proyek. Saat ini, berkembang modus menerima suap tidak lagi melalui petahana atau orangnya langsung, tapi bisa melalui anggota keluarga yang sedang menjabat sebagai kepala daerah,” kata Oce.
Kesadaran politik
Oleh karena itu, kata Oce, penting membangun kesadaran politik masyakarat di daerah terkait dampak korupsi dan memilih pejabat yang korup. Selama ini, masyarakat cenderung permisif dan sebagian termakan dengan iming-iming politik uang sehingga memudahkan para calon bermasalah atau yang sedang membangun politik dinasti dapat melenggang dalam kontestasi Pilkada.
“Ini perlu diantisipasi,” ujar Oce.
Agus terpilih sebagai Bupati Buton Selatan dalam Pilkada Serentak 2017. Dia menjadi bupati kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Buton tersebut untuk periode 2017-2022.
Ayah Agus, Sjafei Kahar, merupakan mantan Bupati Buton selama dua periode. Sjafei menjadi calon wakil gubernur berpasangan dengan Rusda Mahmud didukung oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrat dalam Pilkada Sultra 2018.
Tersisa sepasang calon
Penangkapan Agus mirip OTT KPK terhadap Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra bersama ayahnya, Asrun, di Kendari, Maret lalu. Asrun, mantan Wali Kota Kendari, juga tengah mengikuti Pemilihan Kepala Daerah Sulawesi Tenggara 2018.
Adriatma dan Asrun disebut menerima suap Rp 6,7 miliar dari pengusaha Hasmun Hamzah untuk membiayai keperluan kampanye Asrun. Hasmun kini menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (23/5/2018).
Setelah dua orang dari pasangan calon kepala daerah yang berbeda ditangkap KPK, kini tinggal satu pasangan peserta Pilkada Sulawesi Tenggara 2018 yang belum teridentifikasi bermasalah, yaitu Ali Mazi-Lukman Abunawas.