Bandara Kertajati, Tak Sekadar Jadi Sejarah, tapi Juga Pemicu Kesejahteraan
Kamis (24/5/2018) bakal jadi hari bersejarah bagi dunia transportasi udara di Indonesia. Bandara terbesar kedua di Indonesia setelah Soekarno-Hatta, Bandara Internasional Jawa Barat di Majalengka, untuk pertama kalinya bakal menerima pendaratan pertama. Menurut rencana, Pesawat Indonesia 1, Boeing Business Jet 2, yang ditumpangi Presiden Joko Widodo bakal mendaratkan rodanya di sana untuk pertama kalinya.
Akan tetapi, perjalanan itu tak akan berhenti hari itu juga. Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) harus jadi jembatan kesejahteraan, bukan melebarkan jurang ketimpangan ekonomi di sekitarnya.
Beberapa tahun lalu, Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, hanya tempat sepi. Jalannya rusak, minim lampu penerangan. Kini, kondisinya berubah. Kertajati bakal jadi rumah burung besi raksasa. Kolaborasi pendanaan antarpemerintah pusat, daerah, dan swasta jadi kuncinya. Hal serupa kini tengah dilakukan masyarakat setempat menata hidup.
Malam baru saja turun di Jalan Raya Kadipaten-Jatitujuh, Kertajati, akhir Mei lalu. Namun, sejumlah warung di jalan itu masih sibuk melayani pelanggan.
Lampunya terang benderang. Konsumennya sebagian besar adalah pekerja pembangunan Bandara Internasional Jabar (BIJB) Kertajati yang tengah diburu waktu. Mereka bekerja tiga shift per hari mengejar target mulai beroperasinya bandara pada 24 Mei 2018.
Satu dari sekitar 20 rumah makan di jalan itu adalah Rumah Makan Neng Iis. Rumah makan ini dibangun delapan tahun lalu, jauh sebelum pembangunan BIJB dimulai. Jadi pionir rumah makan di sana, Rumah Makan Neng Iis ramai saat malam dan penuh sesak ketika siang.
”Sejak dibangun delapan tahun lalu, rumah makan ini baru ramai saat bandara mulai dibangun,” ujar Iis Rismawati, pemilik Rumah Makan Neng Iis. Rumah makan seluas 1.318 meter persegi dengan lima pekerja itu siap melayani ratusan pengunjung setiap harinya.
Keuntungan rumah makan ini melonjak drastis. Total laba Rp 100 juta yang dulu baru bisa didapat bertahun-tahun kini diraup dalam 12 bulan.
Akan tetapi, Iis tak ingin menghabiskannya dalam waktu sekejap. Ia memilih menginvestasikannya lewat usaha kos-kosan berlantai dua, yang dibuka sejak sebulan lalu. Total kamarnya sebanyak 24 unit. Dibanderol Rp 500.000 per bulan, 12 kamar sudah diisi para pekerja bandara.
Soleh, warga Kertajati, kecipratan manis strategi bisnis Iis. Setelah lama merantau kerja di pabrik tekstil di Cimahi, dia pulang kampung tahun ini. Soleh bekerja jadi penjaga kos milik Iis sembari jadi petani penggarap di lahan seluas 2,1 hektar. Keuntungan Soleh saat ini jauh lebih besar ketimbang merantau mengadu nasib.
Pilihan pulangnya tak sia-sia. Saat ini, penghasilannya Rp 125.000 per hari. Jumlah itu jauh lebih besar ketimbang penghasilannya jadi buruh pabrik di Cimahi, Rp 100.000 per minggu.
”Bandara membuat saya mulai bisa menata hidup,” kata lelaki berusia 46 tahun ini.
Bandara membuat saya mulai bisa menata hidup.
Senyum bibir Soleh saat ini kontras dibandingkan suram yang menyelimuti wajah Kertajati tempo dulu. Sebelum Desember 2015, atau saat BIJB mulai pertama kali dibangun, Kertajati bukan daerah favorit. Soleh hanya satu dari banyak warga Kertajati yang memilih pergi mencari rupiah ke daerah lain. Minimnya pilihan pekerjaan jadi alasan utama warga meninggalkan kampung halaman.
Akibatnya, siang hari terasa sepi. Begitu juga suasana malam yang seperti dimakan sunyi. Jalan-jalan berlubang di sana, lebih kerap digunakan menjemur padi ketimbang dilindas kendaraan bermotor.
Harapan warga sempat cerah, saat wacana pembangunan bandara muncul pertama kali sekitar tahun 2003 atau sekitar 15 tahun lalu. Namun, harapan itu tak kunjung terwujud. Wacana itu perlahan hilang tak terdengar lagi dan muncul lagi tahun di pengujung tahun 2015.
Kali ini, bukan lagi isu. Presiden Joko Widodo secara simbolis memasang tiang pemancang di lahan bandara awal 2016. Jalanan menuju bandara diperbaiki.
Setidaknya 150.000 perkerja terlibat dalam konstruksi bandara.
Bandara seluas 1.100 hektar itu juga akan melayani arus mudik pada Juni dan pemberangkatan calon jemaah haji bulan Juli. Rute penerbangan untuk angkutan mudik dilakukan dari BJIB baru melayani lima kota, yakni Medan, Makassar, Surabaya, Bali, dan Balikpapan. Menurut rencana, BIJB akan melayani sedikitnya 30 rute penerbangan, baik domestik maupun internasional.
Baca juga : Juli 2018, Bandara Kertajati untuk Berangkatkan Jamaah Haji
Bandara Kertajati Siap Digunakan untuk Mudik
Sejak pemerintah pusat serius turut serta membangun BJIB, geliat ekonomi perlahan mulai tumbuh di sana. Tak hanya di Kertajati, warga kecamatan tetangga, seperti Jatitujuh, Majalengka, juga mulai menata hidup.
Dodo, petugas kolam pancing Katineung Desa Biyawak, Jatitujuh, mengatakan, sedang mempersiapkan tempat makan. Nantinya, ikan yang dipancing pengunjung bisa langsung dibakar. Dia yakin, usahanya akan menguntungkan karena Kertajati bakal didatangi banyak orang dari dalam dan luar negeri.
Pelaku usaha Kota Cirebon juga tak ingin ketinggalan. Hanya sekitar 1 jam dari bandara, Kota Cirebon paling siap menghadapi pembangunan Kertajati. Salah satunya, usaha rental mobil. Secara tak langsung, keberadaan BIJB membuat pelaku usaha leluasa melebarkan sayap bisnisnya.
”Kami sudah siapkan sembilan mobil. Dulu, hanya lima unit. Semoga bisa ikut merasakan manfaat bandara,” ujar Rizal, pengelola rental mobil Tomio.
Kolaborasi pendanaan
Direktur Utama PT BIJB Virda Dimas Ekaputra mengatakan, bandara yang dicanangkan belasan tahun lalu itu dapat beroperasi berkat kerja sama pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Provinsi Jabar. Penataan keuangan yang baik juga menjadi kunci pembangunan BIJB, sama dengan yang kini tengah dilakukan warga setempat.
Kemenhub membangun sisi udara, seperti landas pacu sepanjang 2.500 meter dan apron. Sementara Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui badan usaha milik daerah PT BIJB membangun sisi darat, seperti terminal, serta bertanggung jawab dalam pengembangan kawasan perekonomian bandara.
Dana pembangunan sisi darat sebesar Rp 2,6 triliun, misalnya, sebesar Rp 796 miliar berasal dari Pemprov Jabar. PT Jasa Sarana menggelontorkan Rp 12,5 miliar, dan investasi langsung sebesar Rp 891,5 miliar. Sisanya, sebesar Rp 906 miliar berasal dari pinjaman bank syariah. Adapun untuk pembangunan sisi udara berasal dari dana pemerintah pusat sekitar Rp 875 miliar.
Presiden Joko Widodo saat meninjau bandara sepekan sebelumnya mengapresiasi kolaborasi pendanaan di antara pemerintah pusat, Pemprov Jabar, dan swasta dalam membangun bandara. Ia menilai, model bisnis pembiayaan ala BIJB baik untuk mempercepat pembangunan.
”Skema ini bisa menjadi contoh di tempat lain,” ujar Presiden.
Salah satu infrastruktur yang terbuka dengan model pembiayaan ini adalah Bandara Jenderal Besar Sudirman di Purbalingga.
Meski tak sebesar Kertajati, pendanaan pembangunan bandara itu juga diupayakan bersama-sama. PT Angkasa Pura II mengeluarkan dana Rp 350 miliar untuk membangun landasan pacu, apron, hingga terminal. Adapun Pemkab Purbalingga mengalokasikan dana Rp 125 miliar, salah satunya untuk pembebasan lahan.
Direncanakan beroperasi tahun 2019, harapannya bakal terbangun landasan pacu sepanjang 1.600 meter atau dua kali lipat lebih besar dibandingkan kondisi sekarang. Peluang bisnis di daerah tetangga, seperti Tegal, Pekalongan, Cilacap, hingga Banjarnegara, diperkirakan bakal ikut terangkat.
”Saya mendapat masukan dari berbagai pihak tentang pentingnya mengurangi kesenjangan antara kawasan utara dan selatan Jabar,” kata Presiden, setelah mengunjungi Purbalingga.
Kerja sama berbagai pihak tersebut memberikan titik terang bagi pelaku usaha, termasuk warga setempat. Kini, tugas pemerintah daerah dan pusat serta swasta mendorong warga lokal tetap berdaya di tanahnya sendiri. Tak sekadar menghadirkan sejarah di dunia transportasi, BIJB juga harus memberi kesejahteraan bagi masyarakat di sekitarnya.