Tak ada hujan pada hari itu. Namun, pelangi mekar menawarkan pesona di lorong pendek di pinggir salah satu jalur sibuk di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Pelangi itu adalah alur cat warna-warni yang ada di dua sisi dinding tembok lorong.
Dua sisi tembok lorong itu dilumuri delapan warna cat, antara lain merah maron, oranye, kuning, hijau, biru muda, dan ungu. Lebar setiap alur warna hampir sama, sekitar 50 sentimeter. Meski tidak melengkung seperti model pelangi, alur warna-warni tersebut menyerupai fenomena alam itu.
Dinding tembok yang diwarnai memanjang dari mulut lorong hingga di sekitar masjid di ujung lorong dengan panjang sekitar 50 meter. Tembok di dua sisi merupakan pembatas halaman rumah warga. Lorong berlebar 3 meter. Ada 10 rumah dan 1 masjid di lorong tersebut.
Lorong Tumapel, itu namanya aslinya. Lorong ini bagian dari Jalan Abdul Rahman Saleh, akses utama ke dan dari Bandara Mutiara Sis Al-Jufri Palu. Secara administratif lorong masuk wilayah Kelurahan Birobuli Utara, Kecamatan Palu Selatan. Sebagaimana lorong lain umumnya, tempat ini awalnya tak punya daya tarik. Namun, berkat kreativitas warga setempat, lorong itu ramai dikunjungi dan berganti nama menjadi ”Lorong Pelangi”.
Cat warna-warni di dinding tembok bertambah semarak dengan gelantungan bunga dalam berbagai wadah. Terdapat lima susunan papan di sisi kiri lorong dari jalan raya khusus untuk bunga yang ditanam di dalam pot dari botol bekas air mineral. Sebanyak 15-30 pot botol bekas air mineral digantung di masing-masing susunan papan. Susunan papan itu tak luput dari lumuran cat berwarna-warni.
Di bagian lain, bunga ditanam di dalam bekas ban mobil. Karena wadahnya lebih besar, bunga-bunga tersebut lebih besar daripada bunga yang ada di pot botol bekas air mineral. Masing-masing ban bekas dicat satu warna polos.
Kebersihan lorong itu terjaga. Tak ada sampah terserak di lantai lorong yang juga dicat berwarna.
”Kreativitas seperti ini patut diapresiasi. Kalau lorong-lorong di Kota Palu dibikin seperti ini, kota ini menjadi lebih hidup,” ujar Jimy (26), pengunjung yang ditemui di lokasi, Kamis (24/5/2018). Jimy mengetahui Lorong Pelangi tersebut dari unggahan pengguna media sosial beberapa hari terakhir.
Saat Kompas menyambangi tempat itu, ada delapan pengunjung yang menikmati pemandangan Lorong Pelangi. Mereka berfoto di dengan latar tembok berwarna-warni dan gelantungan pot bunga.
Moh Wahyu (52), salah satu inisiator Lorong Pelangi, menyatakan, pengecatan dinding tembok muncul secara spontan dari lima keluarga di lorong tersebut. ”Kami terinspirasi dari kampung warna-warni di Malang, Jawa Timur. Kenapa kami tidak melakukan sesuatu,” katanya mengenang awal mula rencana mewarnai lorong.
Atas dasar itu, lima keluarga lalu secara patungan membeli cat. Penyulapan lorong itu dilakukan awal Mei ini.
Wahyu menyebutkan, tak banyak biaya yang dikeluarkan, Rp 2 juta-Rp 3 juta. Setelah cat dibeli, mereka lalu mengajak anak-anak dan remaja masjid di lorong kerja bakti mengecat dinding tembok. Bunga-bunga yang ditanam dalam berbagai wadah pun dikerjakan bersama anak-anak dan remaja masjid.
”Kami sengaja melibatkan anak-anak agar mereka punya kepedulian melakukan sesuatu secara sukarela yang di sini bentuknya merawat lingkungan. Anak-anak terbukti bisa melakukannya,” ujar Wahyu yang berharap semangat di Lorong Pelangi menggelinding ke lorong lain di Kota Palu.
Inisiatif bernama Lorong Pelangi itu memang patut ditiru di lorong-lorong lain. Selain untuk menyemarakkan hidup, kreativitas seperti itu juga menumbuhkan kecintaan warga kota, terutama anak-anak pada lingkungan sekitar.