JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah daerah mendorong guru yang sudah menerima tunjangan profesi untuk secara mandiri membiayai pengembangan keprofesian. Hal ini berkait upaya meningkatkan mutu guru secara berkelanjutan. Minimnya anggaran peningkatan kualitas dari pemerintah daerah menghambat kesempatan guru mendapatkan pelatihan.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Asrofi mengatakan, pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) pendidik dan tenaga kependidikan menjadi semakin penting. Ada pula PKB yang dilakukan secara mandiri oleh guru di kelompok kerja guru (KKG) dan musyawarah guru mata pelajaran.
”Kami sedang menyiapkan peraturan daerah bahwa tunjangan profesi guru (TPG) disisihkan 5 persen untuk biaya mandiri PKB yang dilakukan kelompok guru. Namun, bukan kami yang mengelola,” kata Asrofi yang dihubungi dari Jakarta.
Menyisihkan tunjangan
Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang Zubaidah mengatakan, guru yang sudah menerima TPG diminta menyisihkan 10 persen untuk PKB mandiri. ”Namun, kami tidak intervensi penyelenggaraan kegiatan. Biar mereka yang mengelola sendiri,” katanya.
Guru SDN 2 Kebondalem, Kabupaten Mojokerto, Maria Ulfa, mengatakan, tidak semua guru mendapatkan kesempatan pelatihan yang diadakan pemerintah. Para guru honorer umumnya jarang diikutkan dalam pelatihan peningkatan kualitas pembelajaran.
”Di sekolah kami ada semacam KKG mini. Jadi, para guru di sekolah sering berdiskusi untuk saling memberi masukan dalam pembelajaran. Ada juga KKG mandiri untuk berbagai kelompok guru. Biayanya mandiri dari para guru yang sudah terima TPG,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Unifah Rosyidi mengatakan, peningkatan profesionalisme menjadi tanggung jawab pemerintah dan diri guru sendiri. Namun, terkait pemotongan TPG perlu dipikirkan secara serius.
”Kami khawatir rawan penyimpangan untuk dana TPG yang dipotong untuk biaya pelatihan. Selain itu, belum jelas acuan dan standar PKB yang dilakukan secara mandiri,” ujar Unifah.
Menurut dia, Indonesia harus mengembangkan sistem PKB guru yang jelas tujuannya dan dapat diikuti semua guru. Harus jelas tahapan kompetensi yang mesti dikuasai dan dikembangkan guru.
Anggaran pemerintah untuk peningkatan kulitas guru terbilang rendah, hanya 2-3 persen dari APBN, kata Unifah. Upaya meningkatkan mutu guru lewat sertifikasi harus didukung dengan sistem PKB berkualitas.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah memprioritaskan peningkatan kualitas guru, kepala sekolah, dan pengawas. Sejumlah aturan perubahan disiapkan.
Kepala sekolah, misalnya, akan jadi manajer sekolah. Fokusnya mengembangkan tata kelola sekolah yang baik dan menjalin relasi dengan berbagai pihak. Nantinya, kepala sekolah tak lagi disibukkan dengan kegiatan mengajar di kelas.
Dalam rapat koordinasi pimpinan PGRI dari seluruh Indonesia pekan ini, masih banyak keluhan soal sertifikasi guru. Para guru honorer yang sudah lama mengabdi sulit mendapatkan kesempatan diikutkan sertifikasi.
Adapun pembayaran TPG para guru masih terhambat soal aturan teknis, seperti pengisian data pokok pendidikan yang tidak sinkron dengan perubahan yang dijanjikan Kemensikbud. Termasuk soal aturan minimal mengajar tatap muka 24 jam/minggu.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah memprioritaskan peningkatan kualitas guru, kepala sekolah, dan pengawas. Sejumlah aturan perubahan disiapkan.
"Untuk kepala sekolah, misalnya, akan jadi manajer sekolah. Fokusnya mengembangkan tata kelola sekolah yang baik dan menjalin relasi dengan betbagai pihak untuk mensukung sekolah. Nantinya, kepala sekolah tidak lagi disibukkan dengan mengajar di kelas," jelas Muhadjir.
Ketentuan jam mengajar guru juga diperbaiki. Guru memang dipatok minimal mengajar tatap muka 18 jam per minggu. Adapun kekurangan jam bisa dikompensasi dengan kegiatan pendidikan lainnya. (ELN)