JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi mendukung inisiatif Komisi Pemilihan Umum guna memperbaiki kualitas calon anggota legislatif lewat pelarangan pencalonan bekas narapidana korupsi dan kewajiban melaporkan harta kekayaan. KPK pun siap bekerja sama dengan KPU untuk mengingatkan partai politik agar tidak mencalonkan bekas napi korupsi.
Di sela-sela acara pembekalan anggota KPU dari 16 provinsi yang baru di Jakarta, Jumat (25/5/2018), Ketua KPK Agus Rahardjo mengapresiasi langkah KPU memasukkan klausul larangan bekas napi korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) dalam peraturan KPU. Draf Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Anggota Legislatif itu akan diundangkan KPU pada pekan depan.
”Saya sangat setuju. Gambarannya, apakah tidak ada orang lain yang lebih berkompeten, lebih berintegritas. Dalam perjalanan (bekas napi korupsi) sudah tidak lulus. Masa didorong untuk terus masuk (legislatif),” ujar Agus.
Ia juga menyambut positif permintaan bantuan dari KPU untuk mengimbau partai politik tidak mengajukan bekas napi korupsi menjadi caleg di semua tingkatan.
KPK menyambut positif permintaan bantuan dari KPU untuk mengimbau partai politik tidak mengajukan bekas napi korupsi menjadi caleg di semua tingkatan.
Imbauan tersebut, lanjut Agus, bisa dilakukan melalui surat kepada pengurus partai politik atau bisa pula melalui pertemuan antara KPK bersama KPU dan pimpinan partai politik.
Agus juga berjanji, KPK akan menyiapkan sumber daya untuk mendukung aturan yang mewajibkan semua caleg melaporkan harta kekayaan.
”Nanti kami minta informasi soal waktu (pelaporan) saja sehingga bisa disiapkan dengan baik. Nanti Direktorat LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) akan siapkan. Sekarang juga sudah ada LHKPN elektronik sehingga bisa dilaporkan dari mana pun,” ucap Agus.
Inisiatif KPU untuk melarang bekas napi korupsi menjadi caleg ini ditentang Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Pengawas Pemilu dengan alasan pengaturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu. Akan tetapi, KPU memutuskan tetap mengatur pelarangan tersebut.
Anggota KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan, UU Pemilu memberikan peluang siapa pun yang dirugikan oleh keputusan KPU untuk memperjuangkan hak politik ke Bawaslu atau pengadilan tata usaha negara (PTUN). KPU akan menyosialisasikan hal ini bersama KPK dalam forum yang mengundang partai politik, Bawaslu, dan Komisi II DPR.
”Dengan sosialisasi ini, diharapkan mereka tidak akan mengajukan bekas koruptor sehingga nanti tidak perlu (jika ditolak) menggugat ke Bawaslu atau PTUN,” ucap Pramono.