JAKARTA, KOMPAS — Pariwisata dapat menjadi solusi jangka pendek guna menambah devisa negara. Selama beberapa bulan terakhir, devisa negara semakin tergerus seiring dengan naiknya suku bunga acuan bank sentral Amerika, The Fed.
Data Bank Indonesia menyebutkan, cadangan devisa negara pada April 2018 sebesar 124,87 miliar dollar AS. Jumlah itu turun dari Maret 2018 sebesar 126 miliar dollar AS. Sementara posisi cadangan devisa Indonesia akhir Februari 2018 adalah 128,06 miliar dollar AS dan Januari 2018 sebesar 131,98 miliar dollar AS.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Jumat (25/5/2018), menilai, cadangan devisa saat ini masih lebih dari cukup. Cadangan devisa dinyatakan masih cukup untuk membiayai impor, utang luar negeri, dan memitigasi risiko arus modal asing keluar selama beberapa bulan ke depan.
Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih, Sabtu (26/5/2018), mengatakan, pariwisata dapat berperan sebagai sumber penambah devisa dalam jangka pendek.
Pariwisata dapat berperan sebagai sumber penambah devisa dalam jangka pendek.
Ia mencontohkan, negara-negara di Uni Eropa mengalami krisis ekonomi pada tahun 2011. ”Namun, dalam waktu dua tahun, mereka bisa pulih dengan cepat berkat pariwisata,” katanya.
Momen tepat kali ini dapat dimanfaatkan pemerintah melalui pemasaran pariwisata Indonesia melalui ajang Asian Games 2018 pada Agustus-September serta pertemuan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia pada Oktober tahun ini.
Lana mengucapkan, potensi pariwisata Indonesia sangat besar. Pemerintah mendorong 10 destinasi pariwisata baru, seperti Danau Toba di Sumatera Utara, Tanjung Lesung di Banten, dan Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur.
Pemerintah juga menargetkan 17 juta wisatawan mancanegara datang pada tahun ini. ”Yang penting, perencanaan dilakukan secara komprehensif, dari pembangunan hingga pemasaran,” ujarnya.
Anggota Badan Supervisi Bank Indonesia periode 2017-2020 serta Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono, secara terpisah, memperkirakan, Asian Games 2018 dapat menambah pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 0,3 persen.
Asian Games 2018 dapat menambah pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 0,3 persen.
”Negara lain, seperti China, sering menjadi tuan rumah event internasional seperti Olimpiade untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mereka. Devisa kita tidak bisa lagi bergantung pada ekspor sumber daya alam semata,” tuturnya.
Berdasarkan data yang diolah Litbang Kompas, penerimaan devisa Indonesia tahun 2016 yang terbesar adalah ekspor minyak sawit mentah (CPO) sebesar 15,96 miliar dollar AS. Pariwisata menduduki peringkat kedua (13,56 miliar dollar AS), diikuti oleh ekspor migas (13,10 miliar dollar AS), batubara (12,89 miliar dollar AS), dan remitansi pekerja migran (8,67 miliar dollar AS).
Ekspor impor
Selain pariwisata, defisit perdagangan ekspor impor Indonesia juga harus diatasi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, selama empat bulan pertama tahun 2018, neraca perdagangan Indonesia defisit hingga 1,32 miliar dollar AS.
Lana menyebutkan, kondisi ekonomi saat ini dilematis. Permintaan ekspor barang tidak dapat dikontrol karena bergantung pada permintaan pasar dunia. Sementara impor naik karena industri sedang menggeliat.
Berdasarkan data BPS, impor barang konsumsi naik menjadi 5,45 miliar dollar AS (26,09 persen), bahan baku atau penolong naik menjadi 44,79 miliar dollar AS (21,86 persen), dan barang modal naik menjadi 9,81 miliar dollar AS (31,04 persen).
Kondisi ekonomi saat ini dilematis. Permintaan ekspor barang tidak dapat dikontrol karena bergantung pada permintaan pasar dunia. Sementara impor naik karena industri sedang menggeliat.
Pemerintah, lanjut Lana, perlu segera menyediakan substitusi bahan baku dan barang modal pengganti atau yang ia sebut industri substitusi impor. Hal itu karena banyak industri yang bahan bakunya tidak ada di Indonesia, seperti farmasi dan gawai.
Ia menjabarkan, industri terdiri atas tiga bagian, yaitu hulu, menengah, dan hilir. Investor asing lebih senang untuk fokus ke bagian hilir karena bisa langsung memasarkan produknya di dalam negeri.
Untuk sekarang, pemerintah dapat lebih proaktif mengajak investor membangun industri di bagian menengah atau pengolahan. ”Gunakan sistem jemput bola. Tawarkan industri bahwa pemerintah akan menyediakan lahan atau pekerja,” lanjutnya.