SUKOHARJO, KOMPAS — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, tren rasio utang Pemerintah Indonesia terhadap produk domestik bruto menurun setiap tahun. Pemerintah akan mendesain rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto semakin kecil.
Sri Mulyani mengatakan, belanja dalam APBN tahun 2018 mencapai Rp 2.220,7 triliun, sedangkan pendapatan sebesar Rp 1.894,7 triliun sehingga untuk menutup defisit harus utang sebesar Rp 325,9 triliun. Utang pemerintah tersebut merupakan 2,19 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang mencapai Rp 14.000 triliun.
”Tahun lalu (2017, rasio utang pemerintah terhadap PDB) 2,55 persen, bahkan sebelumnya (tahun 2016) hampir 2,92 persen. Waktu saya pulang dari Amerika Serikat, dari tahun 2016 sampai sekarang sudah diturunkan dari 2,9 persen ke 2,5 persen, sekarang ke 2,19 persen. Itu berarti trennya menurun,” tutur Sri Mulyani saat menyampaikan kuliah umum di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta di Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (26/5/2018).
Sri Mulyani menyebutkan, dalam APBN tahun 2019 yang akan disusun pemerintah dan DPR, rasio utang pemerintah terhadap PDB didesain semakin kecil.
Tahun 2019, utang pemerintah dirancang sebesar 1,9 persen dari PDB. ”Tahun depan kita akan membuat APBN dengan DPR. Desainnya akan turun dari 2 persen menjadi 1,9 persen atau bahkan lebih rendah lagi,” lanjutnya.
Menurut Sri Mulyani, sesuai Undang-Undang Keuangan Negara, batas maksimal total utang pemerintah tidak boleh lebih dari 60 persen terhadap PDB.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, hingga akhir April 2018, total utang pemerintah mencapai Rp 4.180,6 triliun dengan rasio utang 29,88 persen dari PDB sehingga jauh di bawah batas maksimal 60 persen.
Sri Mulyani menuturkan, di media sosial beredar hoaks soal besarnya utang pemerintah seolah sangat besar. Padahal, utang total pemerintah jauh lebih kecil dari PDB.
”Kita masih aman. Namun, tetap harus dijaga hati-hati,” ujarnya di hadapan mahasiswa dan dosen IAIN Surakarta.
Menurut Sri Mulyani, selain hoaks, ada juga yang memelintir informasi, bahwa utang pemerintah merupakan utang luar negeri. Ia menjelaskan, utang pemerintah sebagian besar dari Surat Berharga Negara (SBN), bukan dari pinjaman luar negeri.
Utang pemerintah sebagian besar dari Surat Berharga Negara, bukan dari pinjaman luar negeri.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, komposisi utang pemerintah adalah 81 persen SBN dan 19 persen pinjaman (multilateral maupun bilateral). ”Komposisi SBN, 71 persen dalam negeri (rupiah), 21 persen dalam valuta asing, ada yen, dollar, dan euro,” katanya.
Rasio utang Pemerintah Indonesia terhadap PDB, lanjutnya, masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara lain. Contohnya, rasio utang Jepang mencapai lebih dari 200 persen dari PDB-nya.
Pada sejumlah negara maju lain, rasio utangnya juga lebih tinggi dari batas maksimum 60 persen PDB negara mereka, antara lain Amerika Serikat, Selandia Baru, Italia, dan Yunani.